Berita Banjar, (harapanrakyat.com),- Jumlah anak di Kota Banjar yang mengalami stunting pada tahun 2019 ini turun menjadi 799 balita atau 6,32 persen, dibanding tahun 2018 yang jumlahnya mencapai angka 8,26 persen atau 1.054 dari jumlah balita 12.766.
Hal itu dikatakan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Banjar, Herman Umar, melalui Kasie. Kesehatan Keluarga dan Gizi, Sophia Restantini, kepada Koran HR, saat ditemui di kantornya, Selasa (03/12/2019).
“Alhamdulillah, untuk tahun 2019 ini terus menurun menjadi 6,32 persen atau 799 dari 12.644 jumlah balita. Data ini didapat dari hasil penimbangan balita yang dilaksanakan setiap bulan Agustus di seluruh Posyandu di Kota Banjar, dan 1,94 persen penurunanya,” terang Sophia.
Lebih lanjut Sophia menjelaskan, balita mengalami stunting adalah kondisi di mana balita mengalami gangguan pertumbuhan akibat kekurangan gizi, yang ditandai dengan terganggunya perkembangan balita, seperti tinggi badan dan usia tidak seimbang.
Adapun yang menjadi faktor penyebabnya adalah asupan gizi anak yang tidak stabil, dan hal ini biasanya dimulai sejak usia anak masih dalam kandungan.
“Jadi bukan hanya faktor asupan gizi bagi bayi saja, tetapi juga faktor kesehatan dan makanan yang dibawa oleh ibu sejak si bayi saat masih dikandung,” kata Sophia.
Selain faktor kurang gizi, yang dapat menjadi penyebab stunting pada bayi diantaranya faktor pengaruh lingkungan karena adanya perilaku hidup tidak sehat, seperti sanitasi lingkungan kotor dan BAB sembarangan.
Akibat stunting dan pengaruhnya terhadap perkembangan anak yaitu daya tahan tubuh anak menurun, sehingga rentan terkena penyakit. Selain itu, kecerdasannya juga bisa terganggu dan perkembangan kemampuannya menjadi tidak maksimal.
Meski demikian, kata Sophia, bukan berarti stunting tidak bisa dicegah. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan dini, diantaranya perbaikan konsumsi makanan sehat, dan pemeriksaan janin dimulai dari sejak masa kehamilan atau pembuahan.
Kemudian, setelah masa kelahiran bayi sebisa mungkin harus mengkonsumsi air susu ibu (ASI) selama enam bulan. Setelah itu, baru diberi makanan halus pendamping ASI, karena seiring berkembangnya anak, maka kandungan ASI pun mulai berkurang.
“Hingga enam bulan bayi harus mendapat ASI saja, karena semua zat terkandung sama ibu hamil, kalau ibunya sehat maka kualitas bayinya juga sehat,” jelasnya.
Sophie juga mengatakan, sejauh ini upaya yang dilakukan Dinas Kesehatan untuk menekan angka anak mengalami stunting di Kota Banjar, diantaranya melakukan pembinaan dengan membuka konselling, serta pemeriksaan kesehatan secara rutin bagi ibu hamil dan bayi di Posyandu.
Selain itu, juga pemberian obat atau tablet penambah darah untuk kalangan remaja putri. Hal itu dilakukan sebagai pengganti darah yang dikeluarkan saat haid agar tidak terkena anemia, karena hal itu akan berpengaruh nantinya.
“Jadi, remaja putri disarankan minim tablet penambah darah, dan itu sudah kami lakukan ke beberapa sekolah, meskipun belum semuanya,” pungkasnya. (Muhlisin/Koran HR)