Fosil manusia purba termuda yang diketahui Homo erectus ditemukan di Indonesia. Temuan fosil manusia purba yang berjalan tegak ini sangat mengejutkan.
Perlu diketahui, Homo erectus ini sudah punah sejak 108 ribu hingga 117 ribu tahun lalu. Tak heran jika timbul rasa penasaran terhadap fosil terakhir sekaligus termuda dari Homo erectus.
Fakta Fosil Manusia Purba Termuda dari Homo Erectus
Temuan fosil Homo erectus terakhir ini memiliki sederet fakta yang menarik untuk dibahas. Untuk mengetahui apa saja faktanya, anda bisa langsung simak ulasan berikut.
Ditemukan di Indonesia
Seperti yang sudah disinggung di atas, fosil Homo erectus termuda ini ditemukan di Indonesia. Lebih tepatnya di situs Ngandong, Blora, Jawa Tengah.
Baca juga: Penemuan Fosil Mammoth di Meksiko, Arkeolog: Ungkap Cara Manusia Purba Berburu
Russell Ciochon selaku penulis studi sekaligus ahli paleoantropologi di University of Iowa Amerika Serikat, mengatakan bahwa penemuan fosil Homo erectus termuda hanya ada di Indonesia. Tak ada tempat lain di dunia ini yang menyimpan fosil tersebut.
Dengan kata lain, fosil Homo erectus termuda yang ditemukan di Indonesia ini menjadi fosil Homo erectus terakhir. Penemuan fosil tersebut pun membuat nama Indonesia disorot dunia.
Penemuan fosil manusia purba termuda dari Homo erectus ini sendiri sudah dilaporkan dalam studi yang dipublikasikan pada jurnal Nature, Rabu 18 Desember 2019.
Penggalian di Situs Ngandong
Perlu untuk anda ketahui, penggalian fosil di situs Ngandong pertama kali dilakukan pada 1930-an oleh tim Belanda. Dimana kala itu Belanda masih menjajah Indonesia.
Saat pertama kali digali, tim menemukan lebih dari 25 ribu fosil di lapisan tulang. Dimana 14 fosil diantaranya milik Homo erectus.
Fosil yang diketahui milik Homo erectus tersebut berupa 12 topi tengkorak, sementara dua fosil sisanya berupa tulang kaki bagian bawah.
Secara keseluruhan, temuan fosil dalam penggalian pertama di situs Ngandong, sebagian besar berupa fosil milik binatang.
Berakhirnya Homo Erectus
Dalam penemuan fosil manusia purba termuda dari Homo erectus tersebut, timbul rasa penasaran mengenai bagaimana Homo erectus bisa punah.
Proyek yang bertujuan untuk meneliti Homo erectus ini pun dimulai pada tahun 2006. Dalam penelitiannya, tim Ciochon mengkombinasikan kekuatan dengan pakar geokronologis dan ilmuwan kuaterner.
Selain itu, proyek penelitian ini juga didukung oleh tim Kira Westaway. Dalam penelitian yang dilakukan, diduga Homo erectus berakhir karena dipengaruhi perubahan iklim.
Lingkungan di Ngandong berubah dari awalnya berupa hutan terbuka menjadi hutan hujan. Karena menjadi hutan hujan, Homo erectus kesulitan untuk mendapatkan sumber makanan.
Disamping itu, diperkirakan juga Homo erectus akan lebih rentan terhadap predator yang ada di hutan hujan. Hal ini membuatnya tak bisa bertahan hidup lebih lama.
Meski begitu, belum ada kesimpulan terkait penyebab kematian massalnya dalam temuan fosil manusia purba termuda Homo erectus ini. Bahkan menurut Ciochon, kematiannya juga bisa karena tanah longsor akibat letusan gunung berapi.
Paling Mirip Manusia Modern
Jika dibandingkan dengan spesies manusia purba lainnya, tubuh Homo erectus dinilai paling mirip dengan manusia modern saat ini.
Ada banyak hal yang menyamakan Homo erectus dengan manusia modern. Adapun salah satunya yaitu postur tubuhnya.
Diketahui bahwa Homo erectus ini memiliki postur tubuh yang tegak sebagaimana manusia modern. Dimana hal tersebut bisa dilihat secara jelas dari cara berjalannya.
Hal ini tentu saja berbeda dengan spesies manusia purba lainnya yang memiliki postur tubuh membungkuk. Selain dari postur tubuh, kemiripan Homo erectus dengan manusia modern juga bisa diketahui dari ukuran otaknya.
Homo erectus ini memiliki ukuran otak yang besar. Dengan alasan tersebut, dulunya Homo erectus juga sama cerdasnya dengan manusia modern.
Baca juga: Kerangka Manusia Kerdil Berumur 5.000 Tahun Ditemukan di China
Namun yang lebih mengejutkan, kapasitas otak pada fosil manusia purba termuda Homo erectus di Ngandong lebih besar daripada semua fosil Homo erectus yang pernah ditemukan.
Walau demikian, tim enggan memberi kesimpulan bahwa Homo erectus di Ngandong lebih pintar dibanding Homo erectus lainnya.
Hal ini dikarenakan para peneliti tak menemukan bukti mengenai perilaku Homo erectus yang memperlihatkan atau berpengaruh terhadap kecerdasan.
Terlepas dari semua itu, temuan fosil manusia purba termuda dari Homo erectus ini mampu mengubah perspektif kita mengenai Homo erectus dan evolusi manusia. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh para peneliti. (R10/HR-Online)