Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),- Aksi Kamisan di Ciamis digelar oleh puluhan mahasiswa dari Universitas Galuh, di Alun-alun Ciamis, Kamis (19/3/2020). Aksi tersebut merupakan aksi rutin yang digelar para mahasiswa setiap hari Kamis.
Aksi Kamisan minggu ini, para mahasiswa menyoroti Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law.
Korlap Aksi Kamisan di Ciamis Rizki alias Belu mengungkapkan, Aksi Kamisan digelar rutin oleh para mahasiswa Universitas Galuh.
Aksi ini menurut Belu, merupakan upaya untuk mengimplementasikan peran mahasiswa dalam menyampaikan aspirasi yang tidak berpihak kepada rakyat.
“Hari ini kami sedang menyoroti beberapa aspek kebijakan pemerintah pusat mengenai Rancangan Undang-Undang Omnibus Law atau RUU Cipta Kerja yang saat ini sedang dirancang,” katanya saat ditemui di lokasi Aksi Kamisan.
Menurut Belu, RUU Omnibus Law lebih banyak menyudutkan rakyat kecil. Bahkan kebijakannya dinilai Belu bersiunggungan denngan nilai-nilai Pancasila.
“Harusnya pemerintah memberikan sebuah kebijakan untuk mensejahterakan rakyat bukan untuk menyengsarakan rakyat,” tegasnya.
Selain RUU Cipta Kerja, pihaknya juga menyoroti izin lingkungan yang dilakukan tanpa AMDAL yang memadai.
“Ini juga akan berdampak kepada kerusakan lingkungan saat AMDAL dihilangkan guna mempermudah izin perusahaan,” katanya.
Belu menilai negara hanya mementingkan para pengusaha besar ketika merancang RUU Omnibus Law.
“Sangat miris negeri ini lewat kebijakan Omnibus Law hanya mementingkan para pengusaha besar. Tidak menyadari ketika di daerah sangat rentan dengan banyaknya tanah-tanah adat yang selalu dipelihara orang masyarakat di pedesaan,” tuturnya.
Belu menegaskan, Aksi Kamisan mahasiswa di Kabupaten Ciamis tersebut akan konsisten menyuarakan penolakan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law yang dinilainya akan menyengsarakan rakyat.
Aturan RUU Omnibus Law yang Disoroti Aksi Kamisan di Ciamis
Sementara itu, RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang banyak dikritik mencantumkan kebijakan yang dinilai merugikan kaum pekerja atau buruh.
Diantaranya dalam RUU tersebut, aturan terkait Upah Minimum Regional (UMR) dan Upah Minimun Kabupaten (UMK) dihilangkan.
Kebijakan selanjutnya yang dianggap merugikan adalah besarnya pesangon PHK yang dikurangi, penghapusan cuti haid bagi perempuan, aturan pekerja outsourching yang tidak jelas.
Terakhir adanya aturan dalam RUU Omnibus Law yang menyebutkan seorang karyawan bisa menjalani status sebagai karyawan kontrak seumur hidup tanpa diangkat sebagai karyawan tetap. (Fahmi/R7/HR-Online)