Perjalanan sejarah wabah penyakit atau pandemi di Indonesia ternyata cukup panjang dan menarik banyak perhatian para sejarawan. Termasuk wabah tifus di Cirebon yang menarik perhatian Imas Emalia.
Imas menerbitkan tulisannya terkait wabah tifus tersebut dalam jurnal Masyarakat Sejarah Indonesia. Imas menulis tentang “Wabah Typhus di Cirebon Masa Hindia Belanda: Kebijakan Pemerintah dan Solusi Sehat Masyarakat” (MSI 2020: 112).
Baca Juga: Sejarah Kesultanan Cirebon, Kerajaan Tersohor di Bumi Nusantara
Imas menyebut wabah tifus yang terjadi di Cirebon pada tahun 1911, berasal dari gudang pabrik es yang ada di salah satu dusun Cirebon bernama Mandirancan.
Selain di Mandiracan, penyakit ini mewabah di Linggarjati dan sekitar Kota Cirebon lainnya. Karena penyebarannya yang terbilang cepat, akhirnya peristiwa ini menelan korban jiwa yang terbilang hebat.
Wabah Tifus di Cirebon dan Persebarannya Tahun 1911
Keresahan wabah tifus yang terjadi di Mandirancan, Linggarjati dan Kota Cirebon, berawal dari kabar kematian warga Tegal dan Sukabumi yang menderita penyakit tifus. Korban disebutkan sempat mengonsumsi es dari pabrik yang dikelola orang Cina di Mandirancan.
Hal itu disebutkan dalam Het Nieuws van den dag Voor Nederlandsch Indie. Sebuah surat kabar yang diterbitkan 10 Februari 1913. Keterangan tersebut kemudian dikutip Imas Emalia dalam jurnal sejarah berjudul “Wabah Typhus di Cirebon Masa Hindia Belanda: Kebijakan Pemerintah dan Solusi Sehat Masyarakat”.
Baca Juga: Menak Sunda Kelompok Partai Rakjat Pasundan Pernah Menolak NKRI
Surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad, I Februari 1921, menyebutkan bahwa wabah tifus di salah satu kota di Jawa Barat ini sudah terjadi pada tahun 1911. Bahkan surat kabar tersebut menambahkan, wabah tifus ini semakin menyebar sepanjang tahun 1913.
Korban wabah tifus di Cirebon yang paling banyak berasal dari para pekerja perkebunan dan beberapa kuli yang tinggal di pinggiran kota.
Berdasarkan keterangan tersebut, diterangkan mengapa wabah tifus menyebar cepat di kota tersebut, hal ini disebabkan oleh keadaan sanitasi kota yang cenderung kumuh.
Penduduk kota Cirebon sering mengeluhkan lingkungan kota yang kurang pancaran cahaya matahari. Selain itu, tidak ada tempat pembuangan kotoran yang memadai. Sedangkan posisi sumur sebagai sumber air bagi penduduk juga berdekatan dengan got.
Pabrik Es Diperiksa Tim Kesehatan Pemerintah Hindia Belanda
Dikutip dari catatan yang sama, tim kesehatan pemerintah Hindia Belanda menyelidiki pabrik es yang diduga menjadi sarang penyebaran wabah tifus di Cirebon.
Pemerintah kota bersama Dienst de Volkgezondheid (DVG) atau Dinas Kesehatan Tingkat Kota melakukan penyelidikan proses pembuatan es di Mandirancan.
Adapun beberapa dugaan yang ditemukan antara lain, pabrik es tersebut menggunakan bahan baku pembuatan es dari air mentah yang terkontaminasi. Selain itu, terdapat pula kadar zat bahan pengawet es yang berbahaya.
Disebutkan Imas dalam bukunya, dokter Grijn adalah direktur laboratorium kedokteran di Batavia yang memimpin langsung penyelidikan tersebut.
Akan tetapi menurut keterangan lebih lanjut, hasil penyelidikan yang dilakukan tidak menunjukan adanya bukti bahwa pabrik es jadi sarang wabah tifus di Cirebon.
Sementara pada bulan Agustus 1913, pemerintah mengumumkan hasil dari penyelidikan itu. Pemerintah menyebut tidak ditemukan adanya kesalahan dalam proses pembuatan es di pabrik tersebut. Dinas kesehatan pemerintah juga telah memastikan tidak ada zat pengawet yang berbahaya pada es.
Baca juga: Gedung British American Tobacco Kota Cirebon Jawa Barat
Hal ini berimbas negatif terhadap pabrik es, pemilik pabrik mengalami kerugian besar selama dua tahun berturut-turut. Apalagi pemerintah juga menutup usaha dagang es sebagai upaya pencegahan atas wabah tifus.
Petupan pabrik es dilakukan sebagaimana yang diperintahkan oleh dinas kesehatan pemerintah daerah Cirebon.
Penyebaran Wabah Tifus Disebabkan oleh Peningkatan Urbanisasi
Menurut Peter Boomgaard, yang dikutip dari Syefri Luwis dalam penelitian sejarah berjudul “Pemberantasan Penyakit Pes di Malang” (FIB UI 2008: 2), percepatan penyebaran penyakit atau wabah, disebabkan oleh semakin meningkatnya angka urbanisasi di Hindia Belanda.
Selain itu Peter juga mencatat, pertambahan penduduk dan hubungan pelayaran antar negara yang membawa produk negara-negara asing sangat berisiko tinggi menularkan virus.
Peter Boomgaard menulis, kedatangan bangsa Eropa ke Nusantara, selain untuk berdagang dan memonopoli perdagangan pribumi, juga membawa penyakit yang dapat menyebabkan wabah.
Adapun penyakit yang mewabah tersebut diantaranya seperti, cacar, tifus, siphilis, kolera, malaria, dan radang paru-paru. Ia juga menambahkan catatan berbagai penyakit yang mewabah di Nusantara bisa dilihat pada arsip laporan-laporan milik Portugis, Spanyol, VOC, dan Jepang.
Begitulah sejarah wabah tifus di Cirebon yang terjadi sekitar tahun 1911, dan menimbulkan banyak korban. (Erik/R7/HR-Online)