Profil Ismail Marzuki tokoh pejuang bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan melalui melodi. Ismail Marzuki banyak dikenal publik sebagai komponis, dan pencipta lagu-lagu nasional yang masih eksis hingga saat ini.
Lahu Rayuan Pulau Kelapa, Halo-Halo Bandung, dan Indonesia Pustaka, dan lain-lain, adalah karya Ismail yang dibuat dengan semangat nasional yang menggelora.
Baca Juga: Kisah Sukarno dengan Gadis Belanda, Cinta Ditolak Berbuah Merdeka
Akan tetapi tak banyak orang mengetahui bagaimana peran Ismail Marzuki dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui karya-karyanya
Profil Ismail Marzuki Berikut Biografi Singkatnya
Ismail Marzuki dilahirkan di kampung Kwitang, Jakarta pada tanggal 11 Mei 1914 dari pasangan Marzuki Saeran. Marzuki Saeran berasal dari golongan menengah atau orang mampu yang berprofesi sebagai wiraswasta.
Ismail Marzuki adalah anak yang lahir dari istri kedua Marzuki Saeran. Sementara menurut catatan lain menyebut Marzuki Saeran memiliki dua anak laki-laki dari perkawinan dengan istri pertamanya yakni bernama, Yusuf, dan Yakub.
Di lingkungan keluarga, kerabat, dan teman-temannya Ismail Marzuki kerap dipanggil Mail, atau Maing. Ismail bertumbuh kembang dan bergaul dengan anak sebanyanya yang sebagian besar berasal dari kalangan biasa.
Baca Juga: Sejarah Peristiwa Rengasdengklok: Kesaksian Shigetada Nishijima
Profil Ismail Marzuki tak lepas dari pesan sang Ayah, yaitu Marzuki Saeran. Ayahnya memiliki cita-cita besar untuk anak kesayangannya itu kelak bisa menjadi ambtenaar atau Pegawai Negeri Sipil pada masa pemerintahan Hindia Belanda.
Akan tetapi pada awalnya Ismail keberatan dengan rencana sang ayah. Namun perlahan-lahan Ismail mulai sadar dan mengikuti sekolah kepegawaian saat itu.
Pak Saeran, begitu Mail menyebut ayahnya, akhirnya menyekolahkan Ismail ke Christelijk HIS (Hollandsh Inlandsche School Idenburgh) salah satu sekolah unggul yang berada di Menteng. Hal ini seperti dikutip dalam Christiawan Bayu Respati “Peran Ismail Marzuki dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia” (Makalah USD 2016: 8).
Namun meskipun demikian Marzuki Saeran tak melupakan peran agama sebagai tonggak utama mendidik anak kepada Ismail Marzuki.
Profil Ismail Marzuki selanjutnya, ia akhirnya didaftarkan menjadi peserta sekolah agama pada sebuah Madrasah bernama Unwanul Fallah di jalan Kramat Kwitang II yang dipimpin oleh Habib Ali Al Habsi, salah seorang ulama terkemuka di Jakarta.
Pergaulan Ismail cenderung luas dan banyak dikenal oleh teman-teman sebayanya sebagai sosok yang ramah dan mudah bergaul. Di sela kesibukannya sebagai seorang pelajar, Ismail juga menjadi anggota KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia).
Hal ini menambah menjadikan lingkup pergaulannya menjadi luas yang tak hanya berteman dengan anak-anak sekitar rumahnya saja.
Menurut Christiawan Bayu Respati (2016: 9), Ismail sering pula bergaul dengan anak-anak yang berbeda suku bangsa seperti Tionghoa, Belanda, dan lain-lain.
Profil Ismail Marzuki dikenal karena kegemarannya menambah teman, ia pun aktif di berbagai kegiatan seperti Perkoempoelan Kaoem Betawi. Organisasi ini didirikan oleh beberapa tokoh masyarakat Betawi yang bertujuan melestarikan kebudayaan dan kesenian terutama musik.
Kepiawaian Bermusik Ismail Tak Lepas dari Peran Sang Ayah
Semenjak bergabung dengan organisasi tersebut Ismail Marzuki semakin mengembangkan hobi kecilnya itu dengan penuh kegembiraan. Ismail Marzuki menyenangi musik dan tahan berjam-jam di depan Gramofon atau mesin piringan hitam.
Budaya barat (Belanda) cukup memberikan pengaruh besar bagi kehidupan Ismail dan keluarga. Karena kepandaiannya dalam berbahasa Belanda, ia sering disebut dengan “Ismail atau Maing” pun berubah panggilan menjadi “Benjamin atau Ben”.
Bakat musik yang ada dalam dirinya tak lepas dari perang seorang ayah Pak Marzuki Saeran. Meskipun Saeran dikenal sebagai tokoh yang taat beribadah namun ia tak fanatik, menurut Ismail, ayahnya pernah bergabung dengan grup musik rebana dikampung lebak Kwitang.
Marzuki Saeran pun banyak dikenal selain sebagai penikmat lagu religius, ternyata kroncong, cokek dan gambus menjadi favoritnya bermusik.
Gara-gara Lagu Dibungkam, Ismail Marzuki Ingin Merdeka
Profil Ismail Marzuki merupakan musisi pemberontak di zamannya. Ketika pemerintah kolonial Belanda memberlakukan pembatasan hak untuk berserikat dan berkumpul (vergader verbod) terhadap organisasi-organisasi kebangsaan, dan rakyat dilarang keras mendengarkan lagu-lagu mars partai politik dan kebangsaan, jiwa Ismail memberontak.
Cara-cara pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial tersebut bertujuan untuk menjaga keamanan dan ketertiban agar kekuasaanya di Indonesia langgeng terjaga. Sementara sewaktu pemerintah melakukan berbagai upaya menjaga kedaulatannya itu, Belanda sedang mengalami situasi yang kacau balau.
Menurut Firdaus Burhan dalam bukunya yang berjudul “Ismail Marzuki: Hasil Karya dan Pengabdiannya” (1983: 22), Ismail telah menciptakan lagu yang mampu membakar semangat bangsa dalam 10 judul lagu. Diantaranya lagu berjudul Banyu Biru, Bintangku, Ani-ani Potong Padi, Kroncong Sukapuri dan Arjuna Rimba Malam Kemilau, Siapakah Namanya, Sederhana, Kroncong.
Lagu-lagu tersebut mampu membawa pengaruh pada perjuangan bangsa, karena menceritakan keadaan Indonesia di bawah jajahan Belanda. Begitulah profil Ismail Marzuki yang tercatat dalam sejarah berjuang demi kemerdekaan melalui melodi. (Erik/R7/HR-Online)