Profil Widji Thukul tidak begitu asing di telinga masyarakat Indonesia. Pria berlidah cadel ini merupakan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) yang masuk dalam daftar nama penghilangan aktivis demonstrsi Anti Orde Baru (Orba).
Widji Thukul menghilang tak tahu rimbanya ke mana, hingga hari ini namanya hanya terdengar sebagai aktivis yang diduga diculik Orba. Namun ini juga masih dugaan, tidak ada bukti yang kuat untuk mengadili penculikan Widji Thukul hingga detik ini.
Penyair Pelo ini diduga hilang akibat sering mengkritik pemerintahan Orde Baru Suharto. Banyak karya sastra puisinya yang menyinggung pemerintahan khas Orba. Terutama mengkritik kebijakan Suharto. Widji menganganggap Suharto Thukul otoriter.
Baca Juga: Kisah Dokter Parlindoengan Loebis Ditangkap Nazi saat Makan Siang
Hampir seluruh masyarakat Indonesia menganggap Widji Thukul menghilang akibat hal ini. Untuk mengenang namanya, pada kesempatan kali ini penulis bermaksud untuk menelusuri profil kehidupan Widji Thukul yang sebenarnya.
Profil Kehidupan Widji Thukul
Widji Thukul lahir pada tanggal 26 Agustus 1963 di Jagalan, Surakarta Jawa Tengah. Pria yang memiliki nama asli Widji Widodo ini lahir dari keluarga Katolik yang sederhana.
Bapaknya berprofesi sebagai tukang becak, dan ibunya membantu perekonomian keluarga dengan cara berjualan ayam bumbu.
Sejak kecil Thukul sudah tertarik dengan dunia sastra. Bahkan ketika duduk di bangku Sekolah Dasar Widji Thukul kerap menulis puisi yang indah.
Selepas dari Sekolah Dasar, kemampuan seni sastra Thukul bertambah hebat. Hal ini terjadi akibat di bangku Sekolah Menengah Pertama Ia memperdalam seni pertunjukan modern Teater.
Bahkan pada sejak umur SMP, Widji sudah berani mengamen puisi. Pekerjaan membacakan puisi di tengah orang-orang ini membuat mentalnya terlatih.
Widji Thukul juga mengakui karya-karya puisi miliknya kerap terinspirasi dari realitas sehari-hari. Ia memperoleh inspirasi untuk puisinya saat mengamen puisi. Dunia jalanan mengajarkan cara berpikir dewasa yang logis.
Setamat SMP, Widji meneruskan sekolahnya hingga kelas dua SMA berbasis ilmu kesenian. Penyebab utama putus sekolah ini karena kurangnya biaya keluarga.
Sesudah putus sekolah Widji remaja kemudian bekerja serabutan. Widji Thukul bekerja sebagai apa saja. Salah satu pekerjaan yang paling diingatnya antara lain sebagai, loper koran, penjual karcis bioskop, dan pernah membantu tukang pelitur pada perusahaan mebel.
Keadaan serba susah ini yang membuat Widji bertumbuh dewasa dan pemberani. Ia tak takut mati untuk membela kebenaran. Bukan untuk menjadi pahlawan, tapi Ia berusaha mendidik kehidupan agar berjalan sesuai porosnya.
Widji Thukul Jadi Aktivis
Profesi pemberani Widji Thukul sebagai aktivis bermula saat Ia menjadi buruh serabutan. Pekerjaan yang memaksa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari agar tercukupi itu membentuk Widji Thukul sebagai profil pribadi yang peka terhadap keadaan.
Kepekaan awal Thukul pada keadaan sosial pertama kali dilakukan di kampung sekitar kontrakannya di Surakarta, Jawa Tengah.
Menurut berbagai literatur yang ada, Widji Thukul sering mengajarkan anak-anak kampungnya bersosial. Caranya beragam, dari mulai belajar bersama, melukis, dan mendongeng.
Widji mengarahkan kepekaannya terhadap lingkungan ini pada permasalahan yang lebih kompleks. Salah satunya memimpin demonstrasi perusahaan besar yang limbahnya merusak lingkungan pada tahun 1992.
Kemudian pada tahun 1995 Widji Thukul kembali mengulangi demonstrasi dengan memimpin buruh pabrik Sritex mogok kerja.
Kerap Berurusan dengan Aparat
Upayanya berhasil namun nahas ketika Widji berdemo ke jalan, aparat menyiksanya dengan cara membenturkan kepala Widji ke sebuah mobil yang tengah parkir.
Akibatnya Ia terancam tuli. Lebih parahnya mata sebelah kanan Widji Thukul merah, dan terancam buta pula. Namun cedera matanya ini membuktikan bahwa Thukul bukan orang salah, sebab kebenaran selalu berlawanan dengan tindakan kekerasan. Mata kanan terluka, itu risikonya!
Baca Juga: Uyeng Suwargana: Tokoh Pendidikan Pangandaran, Intel Kepercayaan AH Nasution
Namun kasus aparat memukuli Widji Thukul ini bukan pertama kali terjadi. Sebab setahun sebelumnya pada tahun 1994, aparat mengeroyoko Widji Thukul akibat memimpin aksi demo petani di Ngawi, Jawa Timur.
Rekam jejak Widji Thukul sebagai profil aktivis lingkungan ini mengantarkan hatinya untuk menjadi aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) pada Mei 1998.
Widji Thukul bersama kawan-kawan aktivis lainnya memimpin beberapa demonstrasi Anti Pemerintahan Otoriter Orde Baru di Jakarta.
Upayanya berhasil, Suharto lengser tanggal 21 Mei 1998. Rakyat Indonesia dari seluruh lapisan sosial bersorak gembira, tak terkecuali dengan Widji Thukul.
Alih-alih menuai pujian dan penghargaan, dirinya justru dikejar-kejar aparat karena bersifat radikal. Pemerintah Orba menganggap puisi-puisi Widji Thukul berbahaya. Karena syair radikal itu seluruh rakyat Indonesia terbakar semangatnya ingin melengserkan Suharto.
Aktivis HAM yang Hilang Misterius
Menurut Edisi Khusus: Tragedi Mei 1998-2013, Majalah Tempo (2013) mengungkapkan profil Widji Thukul masuk dalam daftar nama aktivis yang hilang pada masa Orde Baru.
Dugaan kuat dari berbagai pihak dan kalangan masyarakat, hilangnya penyair cadel ini karena penculikan secara paksa yang dilakukan oleh aparat pemerintahan Orba.
Menurut kesaksian keluarga, Widji Thukul hilang sejak tanggal 27 Juli 1998. Tidak ada yang mengetahui keberadaan Widji Thukul hingga saat ini.
Dugaan penculikan oleh aparat Orba berdasarkan berbagai pernyataan Widji Thukul sebelum menghilang. Salah satunya terlihat dari puisi untuk anak-anak Thukul sebagai berikut:
”Kalau teman-temanmu tanya/ kenapa bapakmu dicari polisi/ jawab saja:/ ‘karena bapakku orang berani”.
Selain puisi, Widji Thukul juga kerap bersembunyi di berbagai kota, pedesaan, dan pelosok kampung. Salah satu persembunyiannya ada di hotel Rajasa Borobudur, dan selalu memilih nomor kamarnya 8. Barangkali ini nomor keberuntungan Thukul.
Baca Juga: Max Havelaar, Novel Multatuli yang Mengilhami Perjuangan Kartini
Widji Thukul bersembunyi di hotel karena kejaran Intel yang berisiko membawa Thukul dengan paksa. Meskipun beberapa kali lolos dari kejaran itu, Widji Thukul akhirnya hilang dan tidak ditemukan hingga saat ini.
Meskipun sudah hilang dari Juli 1998, masyarakat masih mengingat profil Widji Thukul sebagai pahlawan Reformasi hingga saat ini.
Perbedaannya Widji Thukul lebih nyata sebagai pahlawan ketimbang kawan-kawan lainnya yang naik menjadi pejabat negeri.
Bentuk kepahlawanan Widji Thukul nyata, sebagaimana ada dalam tinta penanya yang berteriak “Hanya ada satu kata: Lawan!”. Pekikan ini kemudian menjadi simbol perlawanan hingga hari ini pada pejabat negara yang serakah, dan berebut kedudukan. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)