Profil Friedrich Silaban sebagai sebuah catatan sejarah menarik untuk kita ulas kembali dalam bentuk narasi pengabdian seorang arsitek Indonesia sejati.
Pasalnya nama Friedrich Silaban terkenal karena ia arsitek kesayangan Bung Karno yang membangun Monumen Nasional (Monas) dan Masjid Istiqlal Jakarta.
Silaban begitu banyak orang menyebutnya, mulai menggarap proyek-proyek besar pemerintah semenjak dekat dengan Presiden Sukarno dalam perlombaan arsitektur Nasional pada tahun 1955.
Baca Juga: Hattanomics, Widjojonomics, dan Habibienomics: Tokoh Penting dalam Sejarah Pembangunan Nasional
Setelah memenangkan perlombaan tersebut, nama Silaban kemudian terdaftar sebagai arsitek yang sering dihubungi Presiden Pertama RI untuk urusan pembangunan gedung-gedung megah seperti Monas dan Istiqlal tahun 1961.
Silaban dalam memoarnya pernah mengatakan kedekatan yang begitu dalam dengan sosok Presiden Sukarno. Bahkan Sukarno pernah bercerita betapa kompleksnya pembangunan Monumen Nasional (Monas) sebagai simbol kekuatan bangsa.
Pembangunan Monas untuk membuat nama Indonesia besar di mata dunia. Sebab dengan begitu Presiden Sukarno percaya negaranya ini akan dihargai oleh dunia, termasuk menaklukan arogansi Barat.
Berikut ini kiprah Friderich Silaban, Bapak arsitek Indonesia yang membangun Monas dan Masjid Istiqlal (1961).
Profil Friedrich Silaban: Arsitek Kesayangan Bung Karno Membangun Monas
Friedrich Silaban lahir pada tanggal 16 Desember 1912 di Dolok Sanggal, Humbang Hasunundutan, Sumatera Utara.
Pria asli Sumatera Utara ini sejak remaja sudah gemar menekuni ilmu arsitektur. Menurut keterangan orang disekelilingnya, Silaban menyukai ilmu konstruksi pembangunan sejak usia belasan tahun.
Melihat potensi yang ada dalam dirinya, ayah Silaban kemudian memasukkan anak lelaki yang sedikit rebel ini ke sekolah arsitektur di Bandung. Sekarang Institut Teknologi Bandung (ITB).
Karena kecerdasannya dalam dunia arsitek Silaban melesat, akhirnya Pria yang suka menghisap pipa rokok ini bersekolah ke Belanda. Silaban sekolah pada jurusan Arsitektur di Academie van Bouwkunst Amsterdam tahun 1950.
Baca Juga: Sejarah Stadion Gelora Bung Karno, Pernah Jadi Lokasi HUT PKI
Setelah menamatkan kuliahnya di Amsterdam, Belanda, Silaban kemudian sempat bekerja sebagai pegawai kotapraja di Batavia. Sejak saat itu namanya mulai dekat dengan petinggi pembangunan Indonesia hingga menjadi arsitek kesayangan Sukarno.
Membangun Monumen Nasional (Monas)
Tepat pada perayaan Hari Ulang Tahun Indonesia 17 Agustus 1961, Presiden Sukarno menunjuk nama Friedrich Silaban sebagai kepala tim pembangunan Monumen Nasional (Monas).
Presiden Sukarno percaya pada Silaban karena sudah mengenalnya sejak Ia memenangkan sayembara maket pembangunan mega proyek di Indonesia.
Adapun Monumen Nasional (Monas) yang dibangun Silaban mengandung syarat persahabatan dengan Presiden Sukarno. Pria keturunan suku Batak ini dianggap mampu menerjemahkan gagasan filosofis Sukarno yang juga seorang sarjana teknik.
Selain membangun Monas, Sukarno pernah mempercayakan beberapa pembangunan mega proyek pada Silaban. Salah satunya merancang pembangunan stadion Gelora Bung Karno dan Masjid Istiqlal.
Seluruh hasil proyek yang dirancang Silaban membuat Presiden Sukarno puas. Tak sedikit pun rekomendasi dan keinginan Presiden Sukarno dalam karya Silaban terlewatkan.
Silaban selalu membuat hati Presiden Sukarno senang ketika melihat hasil karya-karyanya. Oleh sebab itu mendiang Freidrich Silaban tercatat sebagai seorang arsitek kesayangan Bung Karno.
Adapun ungkapan legendaris Sukarno untuk Silaban yakni, ”Silaban: Sebuah Keajaiban dari Tuhan”. Bung Karno memuji Silaban sebagai seorang arsitek handal yang berasal dari pemberian Sang Maha Pencipta.
Baca Juga: Sejarah Sunda Kelapa: Kota Pelabuhan Padjajaran, Kini Jakarta
Menentang Kebijakan Orde Baru: ”Masjid Istiqlal Jangan Pakai Marmer”
Dalam catatan sejarah, profil Friedrich Silaban sang arsitek dalam pembangunan Masjid Istiqlal (1961) pernah menentang kebijakan Orde Baru, Presiden Suharto.
Pasalnya di era kepemimpinan Presiden Suharto, tembok Masjid Istiqlal diganti dengan Marmer.
Menurut Setiadi Sopandi dalam ”Friedrich Silaban” (2008) Silaban menentang hal tersebut, karena senyawa tembok marmer menyerap air lebih cepat daripada tembok biasa.
Hal ini bisa menyebabkan kerusakan yang cepat. Selain itu apabila Marmer dipakai akan membuat warna tembok pucat, muram seperti kotor.
Pernyataan Friedrich Silaban penentangan ini akhirnya didengar oleh pemerintah Orde Baru. Alhasil pengurus pembangunan Masjid Istiqlal mempertimbangkan kembali penggunaan Marmer.
Karena pertimbangan itulah, Masjid Istiqlal yang dirancang Silaban dahulu berdiri megah hingga saat ini. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)