Selasa, Mei 20, 2025
BerandaBerita TerbaruPolisi Lapangan Veldpolitie, Cara Kolonial Belanda Awasi Pribumi

Polisi Lapangan Veldpolitie, Cara Kolonial Belanda Awasi Pribumi

Veldpolitie merupakan bahasa Belanda untuk menyebut “Polisi Lapangan”. Profesi menjadi sebagai aparat ini mulai muncul pada pertengahan abad ke-20, tepatnya sejak tahun 1919.

Belanda sengaja membentuk satuan Veldpolitie untuk mengamankan beberapa pemberontakan pribumi yang menuntut kemerdekaan.

Karena sering bertindak represif dan semena-mena, konon Polisi Lapangan tersebut kerap menjadi omongan negatif orang-orang pribumi.

Masyarakat mencurigai Veldpolitie sebagai alat kontrol penguasa kolonial yang tugasnya mengawasi pergerakan massa.

Baca Juga: Koran Doenia Bergerak, Corong Pribumi Suarakan Kemerdekaan

Masyarakat mengeluh dengan kehadiran Polisi Lapangan. Mereka tidak merasakan lagi arti kebebasan. Bahkan Polisi Lapangan kolonial sering mengintimidasi rakyat pribumi agar tidak melakukan pemberontakan pada pemerintah Belanda.

Mereka terus mengawasi dan menangkap beberapa pentolan pribumi yang revolusioner.

Kendati masyarakat mencurigai keras Veldpolitie sebagai kaki tangan pejabat kolonial yang tamak, hal ini tidak membuat satuan Polisi Lapangan patah semangat mengamankan pemberontakan massa.

Pemerintah kolonial justru menambah jumlah anggota Polisi Lapangan sebanyak-banyaknya.

Veldpolitie, Polisi Lapangan Abdi Pemerintah dan Masyarakat

Menurut Marieke Bloembergen dalam buku berjudul “Polisi Zaman Hindia Belanda, dari Kepedulian dan Ketakutan” (2011), Veldpolitie atau Polisi Lapangan merupakan aparat yang harus mengabdi pada pemerintah dan masyarakat.

Namun sumpah itu mereka langgar. Banyak intrik politik kepolisian Belanda yang tidak tunduk pada aturan pemerintah kolonial, apalagi dengan masyarakat.

Mereka cenderung sewenang-wenang memperlakukan orang sipil sehingga Marieke menggunakan kalimat “dari Kepedulian dan Ketakutan” sebagai bagian dari judul bukunya.

Masih menurut Marieke Bloembergen, Veldpolitie terbentuk atas dasar kepentingan pemerintah kolonial yang merasa khawatir dengan tekanan pribumi.

Mereka cenderung semakin berani para orang-orang Eropa, apalagi mereka ingin merdeka dan mendirikan negaranya sendiri.

Oleh karena kekhawatiran tersebut, Pemerintah Kolonial Pusat di Batavia menunjuk Jaksa Agung Uhlenbeck membentuk satuan Polisi Lapangan (Veldpolitie) pada awal bulan Januari 1919.

Menurut beberapa pengamat sejarah kolonial, pembentukan badan kepolisian kolonial merupakan bukti dinamis birokrasi Hindia Belanda dari tradisional ke modern.

Mereka berani membentuk sistem kerja-kerja aparat (semi militer) yang profesional. Belanda mempersiapkan setiap personilnya dengan cakap.

Berbeda dengan satuan militer Belanda (Marsose). Biasanya pemerintah kolonial hanya mengandalkan kepiawaian bertempur dalam rekrutmen anggotanya, bahkan para budak yang berperawakan “besar” pun bisa jadi anggota Marsose.

Baca Juga: Syekh Palsu Snouck Hurgronje, Siasat Belanda Kalahkan Rakyat Aceh

Namun dalam rekrutmen anggota Veldpolitie semuanya berjalan teratur rapi. Mereka calon anggota Polisi Lapangan kolonial wajib menjamin profesionalitas kerja yang tertata. Mampu mempertanggungjawabkan segala perbuatannya dengan sebaik-baiknya.

Terutama dalam mempertanggungjawabkan kekuasaan. Persoalan rekrutmen yang ketat Veldpolitie terjadi akibat pemerintah kolonial akan menempatkan mereka di beberapa kota-kota besar yang penuh dengan “Bara Revolusi”. Antara lain di Jogjakarta, Surabaya, dan Semarang.

Veldpolitie Jadi Sarana Kontrol Penguasa Eropa

Karena mendapatkan perlakuan istimewa dari pemerintah kolonial, Veldpolitie kemudian berubah menjadi satuan semi-militer yang bertugas jadi sarana kontrol penguasa Eropa di Hindia Belanda.

Tugasnya mengawasi tingkah laku pribumi, apabila ada yang membangkang pada pemerintah kolonial mereka tak segan akan menangkapnya.

Menurut Marieke hal ini merupakan gambaran komando militer Veldpolitie yang selalu menandakan dalam keadaan siap. 

Pemerintah kolonial sengaja mempersiapkan ini untuk mengatasi pemicu pemberontakan yang terjadi pada orang-orang pribumi.

Peneliti senior tentang sejarah polisi tersebut juga mengatakan, peristiwa ini merupakan awal terbentuknya satuan polisi kriminal Belanda yang saat itu bernama Reserse.

Tugasnya memata-matai pribumi revolusioner dan menelusuri informasi tentang pemberontakan dan pemogokan yang menyulitkan pemerintah kolonial.

Sejak saat ini pula Veldpolitie mulai mendapatkan senjata. Komandan Polisi Lapangan juga mengubah latihan rekrutmen dari semula semi-militer menjadi militer.

Calon Veldpolitie pertama belajar menembak dan menggunakan senjata api melalui latihan mengoperasikan senapan Beaumont. Senjata yang jadi standar latihan kepolisian.

Mengangkat Orang Sipil jadi Inspektur Kepolisian

Setelah Jaksa Agung Uhlenbeck sakit, pemerintah kolonial kemudian menunjuk salah satu nama orang sipil dan mengangkatnya jadi Inspektur Kepolisian Belanda bernama Tuan Hoorweg.

Ia merupakan seorang pegawai kolonial dari golongan sipil menjadi Inspektur Kepolisian pertama di Hindia Belanda.

Baca Juga: Kassian Chepas, Peranakan Indo-Eropa yang Jadi Fotografer HB VII

Namanya tercatat menjadi Kepala Polisi Belanda sejak tahun 1919. Meskipun terpilih pada tahun tersebut, Tn. Hoorweg baru resmi menjadi Inspektur Kepolisian sejak tanggal 12 November 1920.

Semenjak pemerintah kolonial mengangkatnya jadi Inspektur Kepolisian, tugas Hoorweg lumayan baik dan berprestasi, ia pernah menyelesaikan beberapa kasus pemberontakan pribumi di pulau Jawa. Sesuai dengan harapan seniornya Jaksa Agung Uhlenbeck.

Menurut Marieke Bloembergen, meskipun Hoorweg terkenal dengan orang yang selalu emosi dan “sumbu pendek”, tetapi pada masa pemerintahannya satuan Veldpolitie berjalan dengan baik.

Hoorweg sukses menjalankan pasal 1 undang-undang kepolisian kolonial tentang kewenangan dan kewajiban pemimpin tertinggi kepolisian di Hindia Belanda.

Menurut undang-undang tersebut Hoorweg harus bertanggung jawab melaksanakan pengawasan umum sarana kepolisian untuk menciptakan ketertiban dan keamanan di Hindia Belanda. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)

Hunian di Kawasan IKN

Pemerintah Siapkan Hunian di Kawasan IKN untuk Masyarakat Kecil

harapanrakyat.com,- Pemerintah menyiapkan hunian di kawasan IKN (Ibu Kota Nusantara) untuk kelompok masyarakat menengah ke bawah. Hunian tersebut dibangun di wilayah Kabupaten PPU (Penajam...
Honor Power Resmi Meluncur, Bawa Baterai Berkapasitas Jumbo 8.000 mAh

Honor Power Resmi Meluncur, Bawa Baterai Berkapasitas Jumbo 8.000 mAh

Vendor smartphone Honor telah mengumumkan lini seri ponsel terbaru bernama "Power". Sesuai namanya, Honor Power ini mengusung kapasitas baterai besar untuk menunjang daya tahan...
Warga Garut Temukan Mortir Tua di Kebun, Polda Jabar Turun Tangan Musnahkan di TKP

Warga Garut Temukan Mortir Tua di Kebun, Polda Jabar Turun Tangan Musnahkan di TKP

harapanrakyat.com,- Warga Kampung Cibadak, Desa Sindanggalih, Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Garut menemukan sebuah mortir di kebun. Mendapat informasi itu, tim Jihandak Gegana Polda Jabar pun...
Isu Yono Bakrie Menikah Usai Unggah Foto Latar Berlakang Biru

Isu Yono Bakrie Menikah Usai Unggah Foto Latar Berlakang Biru

Yono Bakrie menikah jadi kabar yang bikin buat heboh. Komika Yono Bakrie memang tidak pernah membeberkan hubungan percintaannya. Sontak unggahan sang artis membuat geger...
Gara-gara Mencuri 12 Buah Kelapa Warga, Seorang Pemuda di Tasikmalaya Nyaris Jadi Bulan-bulanan Massa

Gara-gara Mencuri 12 Buah Kelapa Warga, Seorang Pemuda di Tasikmalaya Nyaris Jadi Bulan-bulanan Massa

harapanrakyat.com,- Tertangkap basah mencuri kelapa 12 butir milik warga di Desa Cipanas, Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, seorang pemuda berinisial SA (22) tertangkap warga. Bahkan...
Destinasi Agrowisata Hits di Sumedang

Puncak Rahayu, Destinasi Agrowisata Hits di Sumedang yang Bikin Wabup Terpesona

harapanrakyat.com,- Puncak Rahayu di Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Sumedang Selatan, menjadi destinasi agrowisata hits di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Keberadaannya mendapat perhatian Wakil Bupati Sumedang,...