Rabu, Mei 7, 2025
BerandaBerita TerbaruPriyayi Jawa Tahun 1870 dan Rahasia Kesuksesannya

Priyayi Jawa Tahun 1870 dan Rahasia Kesuksesannya

Kesuksesan para Priyayi Jawa pada tahun 1870 berasal dari sistem kolonial yang berpihak pada penggunaan struktur ekonomi kapitalisme-feodal.

Mereka (Priyayi Jawa) hidup bak Raja yang bergelimangan harta, tahta, dan wanita. Semua yang mereka inginkan bisa terbeli dengan mudah. Para Priyayi Jawa punya kedudukan tinggi karena kepemilikan harta yang berlimpah.

Nyelir (memadu kasih) menjadi tradisi yang lumrah mereka lakukan di lingkup keluarga. Hal ini mereka lakukan hanya untuk menyenangkan (kepuasan) hati dan hasratnya yang terpendam.

Para Priyayi Jawa pada tahun 1870 cenderung mabuk harta duniawi. Mereka tidak menjalankan hidup sesuai dengan syariat dan tuntunan Islam.

Baca Juga: Sekolah Pengrajin Tahun 1909, Industri Kreatif Zaman Belanda

Lantas apakah yang menyebabkan mereka bisa hidup semewah ini? Jawabannya singkat, sejak abad ke-19 masehi pemerintah kolonial menggaji mereka (Priyayi Jawa) double, selain gulden, mereka juga mendapatkan tanah (hak milik) yang luas.

Rahasia Sukses Priyayi Jawa Tahun 1870: Mendapat Pajak dari Tanah yang Luas

Majalah Prisma terbitan tanggal 8 Agustus 1983 memuat tulisan sejarawan Ong Hok Ham berjudul, “Merosotnya Peranan Pribumi dalam Perdagangan Komoditi” mengungkapkan kesuksesan Priyayi Jawa pada tahun 1870 berasal dari hasil pajak tanah.

Mereka menarik pajak tanah dari penggunaan perkebunan oleh para penyewa (pribumi) setengah dari hasil panen.

Dengan dalih menolong rakyat, para Priyayi Jawa itu justru memeras mereka dengan cara penarikan pajak tersebut.

Tak jarang para petani penyewa lahan Priyayi Jawa mengeluh kesulitan membayar pajak karena mengalami gagal panen. Namun pemilik tanah tampaknya tak peduli, apapun alasan mereka, uang pajak harus tetap jalan seperti biasa.

Selain menyewakan tanah mereka pada orang-orang pribumi, para Priyayi Jawa juga bekerjasama dengan Gubernemen membangun perkebunan komoditas.

Biasanya ditanami dengan tumbuhan teh, kopi, nila, dan beberapa tumbuhan penghasil komoditas lainnya. Kontradiksinya, para Priyayi Jawa pada tahun 1870 justru meringankan beban pajak pada penyewa Gubernemen.

Baca Juga: Sistem Penjualan Pacht, Cara Kolonial Belanda Membendung Pengusaha Asing

Alasan para Priyayi Jawa menarik pajak lebih tinggi dari pada pribumi yaitu karena Gubernemen merupakan pemerintah yang punya kewajiban mengeluarkan izin perkebunan.

Menurut laporan kolonial, para Priyayi Jawa ini mendapatkan penghasilan (keuntungan) per tahun dari bisnis gelap ini sebanyak 100 gulden. Mungkin jika kita rupiahkan hari ini mereka bisa menghasilkan uang pertahun sebanyak 1 milyar rupiah. Fantastis.

Identitas Sukses Keluarga Priyayi Jawa

Menurut sejarawan Belanda Steinmetz dalam buku berjudul, “Mangkoenegoroesche Ondernemingen –Pringgodigdo Geschiedenis den Ondernemingen van Het Mangkoenegoroesche Rijk” (1950), Priyayi Jawa yang sukses itu berasal dari keluarga kerajaan Mangkunegaran di Surakarta.

Selain di Surakarta, para Priyayi Jawa yang sukses pada tahun 1870 juga terdapat di beberapa pemerintahan tingkat Kabupaten. Antara lain berada di daerah pesisir Utara Jawa yang terdiri dari, Kabupaten Tegal, Pemalang, Jepara, Rembang, dan Brebes.

Budaya hidup mewah ala Priyayi Mangkunegaran menjadi inspirasi para Bupati yang memimpin daerah di kawasan Pantura.

Selain karena mendapatkan gaji berbentuk uang, para Bupati itu juga sama dengan Priyayi Jawa Mangkunegaran yakni sama-sama mendapatkan tunjangan tanah yang luas.

Penghasilan pertahun tak berbeda jauh, oleh sebab itu meskipun pangkat mereka hanya Bupati tetapi gaya hidup seperti Raja yang dikelilingi oleh istri-istri muda (Selir).

Perbedaan antara Priyayi Jawa setingkat Kabupaten dengan Priyayi Jawa keturunan Mangkunegaran terletak pada stratifikasi sosial.

Para Priyayi Jawa keturunan Mangkunegaran lebih dihormati dari pada para Priyayi Jawa dari golongan Bupati. Selain itu Priyayi keturunan Mangkunegaran juga memiliki hak istimewa untuk mengintervensi keputusan kerajaan.

Hal ini tercermin dari keberhasilan para Priyayi Jawa keturunan Mangkunegaran dalam mengembalikan aturan upah bulanan Abdi Dalem.

Baca Juga: Sejarah Kristenisasi di Yogyakarta 1920, Tanah Sultan Dimasuki Misionaris Barat

Mereka berhasil mengupah Abdi Dalem Mangkunegaran menggunakan uang. Sebab sebelumnya upah mereka berbentuk tanah hak guna pakai yang biasa disebut dengan cacah atau tanah bengkok.

Alhasil luas tanah Mangkunegaran kembali utuh. Para Priyayi sukses itu mengubahnya dengan penggunaan tanah tersebut agar lebih bermanfaat dan menguntungkan kerajaan, yakni membangun perkebunan dan pabrik gula di atas tanah tersebut.

Selalu Merasa Kurang, Priyayi Jawa Tahun 1870 Hidup Boros

Keputusan para Priyayi Jawa tentang memanfaatkan tanah yang mereka miliki disewa oleh pribumi dan Gubernemen merupakan langkah yang sia-sia.

Sebab meskipun pemasukan dari hasil penarikan pajak penyewaan tanah tersebut besar, para Priyayi selalu mengeluh hidup susah dan serba berkekurangan.

Menurut Ong Hok Ham, meskipun kegiatan eksploitasi agraria para Priyayi Jawa itu lebih berhasil ketimbang usaha perkebunan milik Gubernemen, para Priyayi sering kesusahan dalam pendapatan. Hal ini terjadi karena mereka pengabdi budaya hedonis (pemboros).

Bahkan karena tingkat konsumtif para Priyayi Mangkunegaran sangat tinggi, pemerintah (Gubernemen) sering mengadakan intervensi ekonomi untuk membantu keuangan mereka.

Di lain pihak, sejarawan seperti Ong dan Steinmetz menilai pemborosan ini ada gunanya juga. Sebab tanpa menganut budaya hedonis mungkin kita tidak akan memiliki Pendopo Mangkunegaran yang indah dan megah.

Mungkin juga kita tidak akan menikmati tradisi tari-tarian, gamelan keraton, dan pertunjukan wayang orang paling megah dalam sejarah Jawa. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)

Gubernur Jabar Dedi Mulyadi di Musrenbang 2025

Musrenbang Jabar 2025, Dedi Mulyadi: APBD untuk Infrastruktur dan Program Warga Kurang Mampu

harapanrakyat.com,- Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jawa Barat akan difokuskan untuk pembangunan infrastruktur dan program untuk meningkatkan...
Mahar Maxime Bouttier untuk Luna Maya dan Makna di Baliknya

Mahar Maxime Bouttier untuk Luna Maya dan Makna di Baliknya

Mahar Maxime Bouttier untuk Luna Maya di hari bahagia pasangan artis Indonesia tersebut bikin netizen penasaran. Maxime Bouttier dan Luna Maya akhirnya resmi menikah....
Kuasa Hukum Keluarga Korban Tidak Puas dengan Hasil Rekonstruksi Pembunuhan Wanita Muda di Ciamis

Kuasa Hukum Keluarga Korban Tidak Puas dengan Hasil Rekonstruksi Pembunuhan Wanita Muda di Ciamis

harapanrakyat.com,- Kuasa hukum keluarga korban pembunuhan wanita muda di kamar kosan daerah Ciamis, Jawa Barat, Galih Hidayat, mengaku tidak puas dengan hasil rekonstruksi. Satreskrim...
Juara Pertama Liga 1

Raih Juara Pertama Liga 1 2024/2025, Bojan Hodak Berikan Tambahan Libur untuk Persib

Persib Bandung resmi menjadi juara pertama Liga 1 2024/2025. Kemenangan tersebut disambut bahagia oleh semua pihak, baik pemain, pelatih, pihak manajemen, hingga Bobotoh. Euforia tersebut...
Jeda Coffee and Eatery, Tempat nongkrong yang lagi hits di Cisayong Tasikmalaya

Tempat Nongkrong yang Lagi Hits di Cisayong Tasikmalaya, Punya View Pegunungan Hijau

harapanrakyat.com,- Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, punya tempat nongkrong baru lagi yang sedang hits nih, terletak di Jalan Sukasetia, Kecamatan Cisayong, cafe ini menyuguhkan pemandangan...
Pedagang pasar wisata Pangandaran

Pedagang Pasar Wisata Pangandaran Diminta Kosongkan Lahan Paling Lambat 15 Mei

harapanrakyat.com,- Pemerintah Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat menetapkan batas waktu bagi penghuni dan pedagang Pasar Wisata untuk mengosongkan lahan paling lambat 15 Mei 2025. Hal...