Senin, Juni 5, 2023
BerandaBerita TerbaruStrategi Putus Jembatan, Taktik Perang Ambarawa Taklukan Belanda

Strategi Putus Jembatan, Taktik Perang Ambarawa Taklukan Belanda

Strategi putus jembatan merupakan taktik para pejuang perang Ambarawa dalam menaklukan Belanda. Jembatan tempat lalu lalang tentara Belanda diputus, hal ini merupakan strategi perang gerilya yang berfungsi menghancurkan konsentrasi musuh.

Para pejuang perang Ambarawa memutuskan jembatan dengan tujuan menjebak Belanda dari komunikasi kawat di markas pusat (kota). Ketika jalur komunikasi mereka terpotong para republieken menyandera komandan Belanda.

Komandan Belanda disandera untuk mengorek informasi rahasia tentang Belanda. Mereka juga jadi jaminan keselamatan kaum republiken yang tertangkap dan ditahan oleh tentara Belanda. Selain itu para pejuang perang Ambarawa menjadikan sanderanya sebagai umpan jebakan.

Baca Juga: Sejarah Perang Ambarawa, Berawal dari Kekecewaan Pejuang Republik

Selain menjadi strategi memutus komunikasi dan mendapatkan sandera, taktik perang menggunakan putus jembatan juga berguna untuk menaklukan tentara musuh tanpa perlawanan.

Dengan kata lain risiko terkena peluru musuh amatlah kecil, sebab mereka terkepung dari seluruh arah mata angin oleh pejuang republieken.

Putus Jembatan di Perang Ambarawa Menghancurkan Strategi Perang Belanda

Menurut surat kabar Kedaulatan Rakyat yang terbit pada tanggal 30 Desember 1945 bertajuk, “Djalan Moendoer Moesoeh dipoetoeskan”, perang Ambarawa berhasil menghancurkan strategi perang pasukan Belanda.

Tentara Belanda kehilangan taktik dadakan untuk menghadapi pasukan republieken. Mereka tidak menguasai medan perang sebab ada insiden dadakan ketika pasukan Belanda masuk ke hutan-hutan Ambarawa untuk menghabisi para pejuang revolusi.

Insiden dadakan itu tidak lain adalah putusnya jembatan yang menghubungkan Ambarawa dengan Ungaran. Konon para pejuang republik lari menghindari musuhnya ke Ungaran. Belanda sulit mendapatkan akses ke Ungaran, sebab jalan satu-satunya sampai ke sana adalah jembatan tersebut.

Peristiwa kehilangan arah di Ambarawa menuju Ungaran membuat Belanda panik. Fokus perang mereka terganggu sebab Belanda tahu jika di belakang pasukannya ada beberapa kaum republik yang mengintai.

Baca Juga: Sejarah Tentara Pelajar, Pasukan Tempur Remaja Intelektual

Belanda Menggunakan Pesawat Tempur

Ketika pasukan Belanda terkendala akses jalan menuju Ungaran –akibat sabotase putus jembatan, para perwira perang (komandan) mengirim kawat darurat ke kamp pertahanan kota. Mereka minta bantuan untuk mengetahui keberadaan musuh.

Tak beberapa lama bala bantuan datang dari udara. Pusat bantuan Belanda dalam menghadapi perang Ambarawa berasal dari Semarang menggunakan pesawat tempur.

Ketika pesawat itu melintas di langit Ambarawa, pilot Angkatan Udara Belanda melemparkan beberapa bom atom ke arah basis republieken.

Namun bom yang pesawat berjenis Mustang itu lemparkan tidak mengenai sasaran utama –tentara republieken, mereka sudah pergi jauh berpindah dari Ambarawa ke Ungaran. Perpindahan ini merupakan salah satu ciri khas dari strategi perang gerilya.

Pasukan republieken di Ungaran berhasil menguasai markas daerah milik Belanda. Mereka membajak tank-tank milik Belanda dan mengarahkan serta menembakan moncongnya ke tenda-tenda yang berisi serdadu Belanda.

Akibatnya sebagian kompi serdadu Belanda luluh-lantah berserakan. Mereka tewas mengenaskan dengan sekujur luka bakar. Sebagian lain menembaki tank, akan tetapi kalah dan menyerah karena kehabisan peluru. Tentara Belanda di pertahanan Ungaran menjadi sanderaan perang republieken.

Menolak Diplomasi Belanda

Menjelang tahun baru 1946 Belanda di Ambarawa mengajak diplomasi dengan para petinggi militer republieken. Mereka ingin damai dan mengajak kerjasama untuk mengawal kemerdekaan Indonesia.

Namun seluruh tentara republieken yang terlibat dalam perang Ambarawa menolak berdiplomasi.

Mereka tak percaya dengan kata manis Belanda yang suka ingkar janji. Tentara republieken merasa kecewa dengan apa yang telah tentara Belanda lakukan di beberapa tempat di Jawa –menghancurkan desa-desa, menewaskan ratusan penduduk.

Baca Juga: Sejarah Resolusi Jihad, Peran Ulama Pesantren Berperang Lawan Penjajah

Bahkan salah satu pejuang Ambarawa bernama Bung Tardjo menolak mentah-mentah tawaran diplomasi Belanda. Bung Tardjo kecewa akibat luka peluru Belanda yang merusak sebagian wajahnya. Ia ingin balas dendam untuk itu meskipun nyawa jadi taruhannya.

Sebagian pejuang Ambarawa juga memilih bergabung dengan pasukan Bung Tardjo. Mereka ingin bergerilya dan terus melakukan aksi-aksi sabotase menaklukan Belanda. Tak disangka semangat ini mengundang banyak perhatian pasukan republik lainnya yang ada di Jawa Tengah.

Pasukan Ambarawa mendapatkan bantuan tentara dari pasukan republik satuan Purworedjo, Kutoardjo, Kebumen, dan Karanganyar. Semuanya memilih perang ikut bersama pasukan Bung Tarjo. 

Mereka juga siap menjadi kurir pembawa misi dan pionir sabotase –memutuskan jembatan sebagaimana yang pasukan Ambarawa lakukan dahulu. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)

Cek berita dan artikel HarapanRakyat.com yang lain di Google News