Minggu, Mei 4, 2025
BerandaBerita TerbaruSejarah Lokalisasi di Surabaya 1950, PSK Diberi Keterampilan Kerja

Sejarah Lokalisasi di Surabaya 1950, PSK Diberi Keterampilan Kerja

Kamis 6 Juli 1950 Residen Surabaya, Pamudji beserta jajaran wartawan melakukan sidak ke tempat-tempat lokalisasi. Pemerintah Karesidenan Surabaya penasaran dengan kehidupan pekerja seks komersial (PSK) yang ada di beberapa titik kota tersebut.

Ikut pula Gubernur Surabaya Samadikun, Komisaris Daerah Suprapto, Kepala Kepolisian Karesidenan Surabaya, Komisaris Sajid Rachmad, dan Bupati Surabaya Bambang Suparto. Seluruh jajaran dinas pemerintah Surabaya menyaksikan nyata betapa memilukannya kehidupan PSK di lokalisasi.

Selain untuk memahami dinamika kehidupan PSK di Surabaya, Residen Pamudji juga bertujuan untuk memahami apa motif yang menyebabkan tingginya fenomena pelacuran di beberapa tempat kota Surabaya.

Baca Juga: Larangan Berbaju Pendek Bagi Wanita di Tiongkok Selatan Tahun 1934

Sebelumnya rombongan sidak ini sengaja berangkat pada malam hari sekitar pukul 23.30 WIB ke tempat-tempat pelacuran yang ada di Surabaya. Antara lain seperti di Jalan Pengirikan, Jalan Stasiun (Semut), Bunguran, Tambakredjo, Dapu’an Baru (Belakang Sampurna), dan Embong Sono Kembang.

Residen Surabaya Ingin Memperbaiki Kehidupan PSK di Lokalisasi 1950

Menurut surat kabar Utusan Indonesia yang terbit pada Kamis, 6 Juli 1950 bertajuk, “Surabaya di Waktu Malam: Residen Menindjau Sarang Kupu Malam”, Residen Surabaya, Pamudji melakukan sidak untuk memperbaiki kehidupan pelacuran di Surabaya.

Salah satu program untuk memindahkan profesi PSK yang ada di Surabaya antara lain yaitu, memberikan pelatihan kerja yang baik. Seperti halnya diberikan keterampilan menjahit, memangkas rambut, atau belajar menjadi pelayan toko.

Pamudji selaku pemimpin Karesidenan Surabaya mengaku optimis jika programnya itu akan membawa dampak positif bagi kehidupan PSK di masa mendatang. Mereka diharapkan bisa menjadi wanita hebat –menjadi wanita yang bisa mencari pekerjaan halal.

Selain itu, agenda program normalisasi pelacuran di Surabaya tidak lain untuk menghindari menyebarnya penyakit kelamin. Terakhir dengan adanya program ini, pemerintah Surabaya sudah turut mendirikan kembali norma-norma susila berdasar pada kesadaran religius.

Tempat Lokalisasi yang Kumuh Jadi Sarang Penyakit

Pemberian sosialisasi pada PSK di Surabaya digalakkan oleh pemerintah Karesidenan. Agenda ini terdiri dari sosialisasi kesehatan reproduksi untuk wanita dan bahayanya melakukan seks bebas. Sosialisasi ini lebih banyak membahas risiko pelaku aktif seks bebas akan tertularnya penyakit yang tak bisa disembuhkan.

Salah satu penyebab tidak disarankannya seks bebas juga karena kegiatan abnormal itu bisa menciptakan tempat yang kumuh dan jadi sarang segala penyakit. Seperti halnya yang terjadi di sejumlah lokalisasi Surabaya pada tahun 1950.

Baca Juga: Percobaan Pembunuhan Ketua Pemuda Ansor Jawa Timur 1965, Ada Campur Tangan PKI?

Pernyataan di atas sebagaimana mengutip Utusan Indonesia (1950) berikut ini: “rumah-rumah jang dipergunakan untuk tempat pelacuran kebanjakan terdiri dari rumah-rumah ketjil yang kumuh, kotor, dan jadi sarang penyakit. Biasanya rumah pelatjuran terdiri dari 3 sampai 6 bilik, bahkan ditempat lain ada 10 bilik. Bilik tersebut diatur dan dibangun chusus untuk keperluan birahi para lelaki berhidung belang”.

Setiap rumah di lokalisasi berisi 4 sampai 6 wanita PSK, bahkan di beberapa tempat lain ada 10 orang PSK. Mereka dijajakan melalui mucikari, jika harga pas dan sama-sama tidak keberatan maka transaksi kelamin akan segera terjadi di bilik kumuh tadi.

Oleh sebab itu kesehatan kurang menjadi perhatian pemelihara rumah pelacuran. Keadaan bilik rentan jadi tempat berkumpulnya berbagai penyakit karena udara yang lembab dan menimbulkan bau tak sedap.

Melibatkan PSK dari Kalangan Wanita Tionghoa

Tidak hanya pada wanita pribumi, pelaku PSK yang kerap ditemui di lokalisasi Surabaya tahun 1950 juga berasal dari wanita beretnis Tionghoa. Mereka menjajakan dirinya seperti wanita-wanita pribumi nakal. Hanya saja ada perbedaan mencolok, mucikari membedakan harga jual dan memisahkan mereka di tempat yang berjauhan.

Keadaan ini terkadang menjadi pemicu timbulnya konflik sesama PSK. Para pelaku PSK dari golongan pribumi merasa tak diperlakukan adil oleh mucikari. Sebab wanita PSK dari golongan Tionghoa harganya lebih mahal dan diistimewakan.

Baca Juga: Kisah Pengamanan Sukarno ke Burma dan RRT: Santai Tak Menegangkan

Kendati begitu persediaan PSK dari wanita Tionghoa terbatas. Mungkin ini merupakan salah satu solusi si mucikari untuk meminimalisir konflik antar PSK. Walaupun begitu tetap saja ini bukan tindakan yang baik.

Sebab meskipun mucikari membatasi PSK Tionghoa kegiatan bertukar lendir dan penyakit di bilik pelacuran Surabaya semakin berkembang.

Untuk memantapkan pencegahan kegiatan PSK di Surabaya, Residen Pamudji kemudian membuat program lain yaitu, pemerintah Karesidenan Surabaya bersedia menampung mantan PSK untuk tinggal di penampungan tunawisma. Nantinya mereka yang tinggal di sana akan diberikan pelatihan untuk mengasah keterampilan kerja.

Jika sudah lihai dan berhasil menguasai ilmu keterampilan kerja, maka mereka sudah bisa keluar dari rumah penampungan tunawisma tersebut. Pemerintah Karesidenan Surabaya juga akan mengantarkan mereka sampai mendapat pekerjaan.

Dengan demikian jumlah PSK di Surabaya bisa menyusut. Paling tidak menurun beberapa persen dari sebelumnya yang membludak dan tak terkendali. Program ini mendapatkan dukungan dari pemerintah pusat di Jakarta.

Mereka memberikan sumbangan tenaga dan finansial untuk kebutuhan penampungan tunawisma yang mewadahi mantan PSK di Surabaya. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)

Jari Tangan Bengkak karena Cincin Susah Dilepas, Warga Tasikmalaya Minta Pertolongan ke Damkar

Jari Tangan Bengkak karena Cincin Susah Dilepas, Warga Tasikmalaya Minta Pertolongan ke Damkar

harapanrakyat.com,- Seorang ibu datang mengendarai sepeda motor matic bersama anaknya ke Markas Damkar Kota Tasikmalaya di Kecamatan Bungursari. Ia sengaja meminta tolong lantaran jari...
Diduga Faktor Ekonomi, Warga Bojongkantong Banjar Nekat Akhiri Hidup Bikin Geger, Tinggalkan 2 Anak yang Masih Kecil 

Diduga Faktor Ekonomi, Warga Bojongkantong Banjar Nekat Akhiri Hidup Bikin Geger, Tinggalkan 2 Anak yang Masih Kecil 

harapanrakyat.com,- Warga di Kelurahan Bojongkantong, Kecamatan Langensari, Kota Banjar, Jawa Barat geger adanya seorang perempuan yang diduga nekat mengakhiri hidup di rumahnya. Peristiwa yang...
Mengenal Fenomena Hujan Meteor Eta Aquarids yang Terjadi Setiap Bulan Mei

Mengenal Fenomena Hujan Meteor Eta Aquarids yang Terjadi Setiap Bulan Mei

Hujan meteor adalah salah satu fenomena astronomi memukau dan layak menjadi momen istimewa yang dinantikan semua orang. Salah satu fenomena yang bakal hadir sebentar...
Ribuan Warga Tumpah Ruah Ramaikan Jalan Santai Sumedang Sehat

Ribuan Warga Tumpah Ruah Ramaikan Jalan Santai Sumedang Sehat

harapanrakyat.com,- Ribuan warga kompak mengikuti kegiatan jalan santai Sumedang Sehat. Jalan santai kolaborasi dengan komunitas "Sumedang Walkers" ini, mulai dari kawasan Lapangan Pusat Pemerintahan...
Bukan Kirim ke Barak TNI, Ini Cara Bupati Pangandaran Atasi Siswa Bermasalah

Bukan Kirim ke Barak TNI, Ini Cara Bupati Pangandaran Atasi Siswa Bermasalah

harapanrakyat.com,- Bupati Pangandaran, Jawa Barat, Citra Pitriyami, memiliki pendekatan tersendiri untuk mengatasi siswa yang bermasalah. Bukan mengirim ke barak militer atau TNI, namun pihaknya...
Duta Besar Belanda

Duta Besar Belanda Berharap Timnas Indonesia Lolos Piala Dunia 2026

Dukungan untuk Timnas Indonesia lolos ke Piala Dunia 2026 tak hanya datang dari masyarakat Indonesia saja, tapi juga dari Duta Besar Belanda, Marc Gerritsen....