harapanrakyat.com,- Bantuan beras 10 Kg yang menyusut menjadi 6,8 Kg di Garut, Jawa Barat, membuat masyarakat selaku Keluarga Penerima Manfaat (KPM) kecewa. Bagaimana tidak, beras bantuan pangan yang bertuliskan isi 10 Kg, tak utuh diterima warga.
Menyoal temuan ini Masyarakat Pemerhati Kebijakan (MPK) angkat bicara. MPK memandang bahwa berubahnya timbangan beras sampai di masyarakat disinyalir ada tindakan kejahatan yang luar biasa.
Sebelumnya, berat timbangan beras bantuan Pemerintah 10 Kg berubah menjadi 6,8 Kg di Desa Cihuni Garut, Jawa Barat, terbongkar. Susutnya timbangan beras itu diketahui langsung oleh warga selaku penerima manfaat bantuan, sekaligus diketahui Kepala Desa setempat.
“Ketika saya ke desa langsung ditimbang ternyata yang 6 karung itu yang belum diambil warga ternyata terbukti ada kekurangan juga. Jadi kami menerima laporan itu dan kita lihat. Ada yang kurang 5 ons, ada yang kurang 1 Kg bahkan ada yang kurang 2 Kg, dari kemasan itu,” kata Firman Maulana, Kades Cihuni.
Baca Juga: Beras Bantuan 10 Kg Malah Berisi 6,8 Kg Bikin Warga Garut Nyesek, Dicuri atau Disihir?
MPK Garut Komentari Bantuan Beras yang Menyusut di Desa Cihuni
Aktivis Masyarakat Pemerhati Kebijakan (MPK) Garut, menukil bahwa temuan ini diduga ada unsur kejahatan luar biasa. Bantuan yang bersumber dari keuangan Negara, tak sampai seutuhnya di masyarakat.
“Ini kejahatan yang sudah direncanakan, bukan luar biasa lagi, ini kan sudah dirampok, dari 10 Kg jadi 6,8 Kg, jadi kan hampir 3 Kg lebih hilangnya. Ya jelas ini pencurian uang negara yang bentuknya diubah kepada beras. Contoh jika harga 1 Kg Rp 10 ribu saja, dikalikan 3 Kg kan sudah Rp 30 ribu, ini pasti banyak yang terlibat,” kata Asep Muhidin, kordinator MPK, Rabu (29/11/2023) saat dihubungi.
Asep menambahkan, upaya Pemerintah memberikan bantuan beras pada hari ini sebetulnya mirip pada era dulu. Ia pun menanyakan Bulog sebagai penyalur beras rakyat miskin (Raskin) apakah melakukan pengemasan atau hanya penyalur saja.
“Penegak hukum wajib menelusuri, jika Bulognya benar tidak mungkin adanya kekurangan timbangan. Terus sumber berasnya ini apakah Bulog yang mengemas atau memang sudah diterima Bulog? Jika Bulog yang mengemas berarti ada potensi kongkalikong. Tetapi apabila Bulognya menerima beras jadi, contoh dikirim dari Jakarta, apakah dari Jakartanya itu kiloannya kurang atau tidak?” tambahnya.
Menurut Asep, Aparat Penegak Hukum (APH) harus segera mengambil langkah, karena jelas ini temuan yang bisa merugikan Negara dan merugikan masyarakat selaku penerima bantuan.
“Jangan sampai ada pembiaran tindakan kejahatan yang teroganisir untuk mengkorup bantuan beras, sangat harus diusut, ini tidak mungkin terjadi jika tidak ada oknum,”tutupnya.
Kasus bimsalabim timbangan beras bantuan berkurang di Garut memang membuat heboh masyarakat. Bagaimana tidak, apabila kasus ini memang disengaja, maka hak rakyat miskin telah dicuri oleh oknum tertentu. (Pikpik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)