Pasukan Siliwangi menumpas PKI menjadi sejarah berdarah bagi bangsa Indonesia. Sejarah ini terjadi pada tahun 1948, setelah kemerdekaan Indonesia. Meski sudah merdeka, perjuangan para pahlawan belum berhenti di situ saja.
Baca Juga: Pertempuran Laut Cirebon, Penyerangan Kapal Angkatan Laut
Pada bulan September 1948, Indonesia mengalami salah satu peristiwa paling berdarah dalam sejarah perjuangan kemerdekaannya, yaitu Pemberontakan Madiun. Konflik ini menempatkan pemerintah Indonesia dalam konfrontasi langsung dengan kelompok oposisi sayap kiri yang Partai Komunis Indonesia (PKI) pimpin.
Pada saat yang krusial ini, Pasukan Siliwangi memainkan peran penting dalam menumpas pemberontakan tersebut. Hal ini menunjukkan keberanian dan keteguhan mereka dalam mempertahankan negara.
Pasukan Siliwangi Menumpas PKI, Menuju Pemberontakan
Para pemimpin FDR melakukan perjalanan propaganda ke Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk menyebarkan ide-ide Musso. Musso adalah pemimpin PKI yang baru kembali dari Uni Soviet. FDR sendiri merupakan sebuah aliansi dari kelompok sayap kiri termasuk PKI.
Sementara itu, di Jogjakarta, pemimpin PKI lainnya berusaha berunding dengan PNI dan Masyumi untuk membentuk kabinet baru yang mencakup perwakilan FDR. Namun, situasi internal FDR tetap kacau, dengan banyak anggota tidak setuju dengan keputusan yang diambil.
Ketegangan meningkat ketika terjadi bentrokan kecil antara kelompok militer pro-Hatta dan kelompok bersenjata pro-FDR. Pembunuhan Kolonel Sutarto semakin memperkeruh suasana. Terutama di Solo, yang menjadi basis kekuatan Divisi Senopati yang pro-kiri.
Kekuatan FDR mulai melemah setelah beberapa kasus pembunuhan dan penculikan perwira kiri.
Pada 1 September, dua anggota PKI Solo diculik dan diinterogasi mengenai kegiatan PKI di Solo. Lalu penculikan pemimpin pro-pemerintah oleh anggota Pesindo. Konflik di Solo menandai eskalasi ketegangan yang akhirnya memuncak di Madiun.
Pemberontakan di Madiun
Pemberontakan ini merupakan awal sejarah pasukan Siliwangi menumpas PKI. Khawatir dengan situasi di Solo, para pemimpin FDR di Madiun melaporkan kekhawatiran mereka kepada para pemimpin FDR di Kediri.
FDR pun mulai merebut sentral telepon, pemerintah daerah, serta markas tentara pukul 3 dini hari, 18 September 1948. Soemarsono serta Djoko Sujono sebagai pemimpin operasi ini.
Baca Juga: Sejarah Pertempuran Puputan Margarana, Perjuangan Hingga Ajal
Dalam hitungan jam, Madiun sudah FDR kuasai. Setiadjit dan Wikana, sebagai dua anggota FDR, mengambil alih pemerintahan sipil. Mereka kemudian mendirikan Front Pemerintah Nasional Daerah Madiun.
Presiden Soekarno telah menyatakan jika pemberontakan Madiun merupakan upaya menggulingkan Pemerintah RI usai mengetahui berita ini. Dia menegaskan bahwa rakyat Indonesia harus memilih antara Musso dan partai komunisnya atau ia dan Hatta.
Sultan Hamengkubuwono IX mengikuti pernyataan ini. Beliau kemudian meminta rakyat untuk mendukung Soekarno dan Hatta dalam menumpas gerakan komunis.
Keberhasilan Pasukan Siliwangi Menumpas PKI
Pasukan Siliwangi, yang setia kepada pemerintah dan anti-kiri, memainkan peran sentral dalam menumpas pemberontakan. Pada 30 September 1948, pemerintah mengirim Letkol Sadikin dari Brigade Divisi Siliwangi untuk menguasai Madiun.
Pasukan Siliwangi I dan II menyerang Madiun dari arah timur dan barat. Dalam waktu dua pekan, Madiun berhasil pemerintah kuasai kembali. Kolonel Sungkono dan Kolonel Subroto lah yang memimpin serangan ini.
Keberhasilan Pasukan Siliwangi menumpas PKI tidak hanya terbatas pada operasi militer di Madiun. Mereka juga melakukan pembersihan anti komunis di Jogjakarta dan Solo.
Pemerintah menangkap 1.500 orang dari unit militer pemberontak terakhir pada 28 Oktober. Musso, pemimpin PKI, ditembak mati pada 31 Oktober ketika mencoba melarikan diri. Jenazah Musso dibawa ke Ponorogo untuk dipamerkan ke publik sebelum akhirnya dibakar.
Akhir Pemberontakan dan Eksekusi Pemimpin FDR
Pemerintah Indonesia melanjutkan operasi militer untuk membersihkan sisa-sisa pemberontakan. Djoko Sujono dan Maruto Darusman tertangkap pada 29 November. Amir Sjarifoeddin, mantan Perdana Menteri yang terlibat dalam pemberontakan, juga tertangkap pada 4 Desember.
Pada tanggal 7 Desember 1948, Markas Besar TNI mengumumkan akan rencana pemusnahan terakhir terhadap pemberontakan serta menyatakan jika sekitar 35.000 orang sudah tertangkap. Pada 19 Desember, para pemimpin FDR, termasuk Sjarifoeddin, mendapat eksekusi mati.
Baca Juga: Sejarah Pangeran Santri Sumedang, Membawa Perdamaian Islam
Pemberontakan Madiun 1948 merupakan titik balik penting dalam sejarah Indonesia. Keberhasilan Pasukan Siliwangi menumpas PKI menunjukkan ketegasan pemerintah dalam menghadapi ancaman internal. Operasi ini tidak hanya mengamankan wilayah yang pemberontak kuasai, tetapi juga memperkuat posisi pemerintah dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. (R10/HR-Online)