Masa-masa futur merupakan situasi yang harus disadari dan diwaspadai. Ada sejumlah hadits yang berkaitan dengan ini. Oleh sebab itu, sebagai umat Islam harus mengetahui dan mengenal isi dari hadits tentang futur.
Manusia merupakan salah satu makhluk yang lemah, meskipun memiliki keistimewaan yang sudah melekat di dirinya. Terkadang, setiap manusia mengalami naik atau turunnya keimanan, pasang surut dalam ibadah dan belajar. Apalagi mempelajari Islam.
Rasa bosan di setiap amalan orang yang tengah berusaha mempelajari suatu ilmu merupakan naluri yang sering dijumpai. Meski begitu, manusia tetap tidak boleh jauh dari belajar dan menuntut ilmu.
Hadits Tentang Futur dan Maknanya
Futur merupakan istilah yang asalnya dari bahasa Arab “Fatara – Yafturu – Futurun”, yang berarti menjadi lemah dan menjadi lunak, atau diam usai giat dan lemah usai semangat. Secara bahasa sendiri, futur adalah malas, jenuh, menunda, lamban, tidak bergairah, ataupun kendur setelah rajin bekerja.
Istilah lainnya, futur merupakan penyakit yang bisa menimpa manusia saat sedang berada di jalan Allah SWT. Orang futur mengalami penurunan kualitas dan kuantitas amal serta ibadah. Memiliki sikap malas atau merosotnya keimanan.
Baca Juga: Hadits tentang Hutang, Ketahui Azab dan Dosanya
Terdapat hadits tentang futur yang menjelaskan jika futur mulai melanda manusia. “Setiap amalan ada masa bersemangat dalam melakukannya dan setiap masa bersemangat ada waktunya melemah.” (HR. Ahmad disahihkan Albani).
Setiap Manusia Bisa Mengalami Futur
Orang yang sungguh-sungguh dalam beribadah, membaca Al-Qur’an, qiyamul lail, bersedekah, berdakwah, dan ibadah yang lainnya suatu saat akan mengalami fase jenuh (futur). Maka dari itu, hendaklah kita mengatur kejenuhan tersebut dengan baik supaya tetap mendatangkan kebaikan.
Terdapat beberapa hadits tentang futur. Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Sesungguhnya, setiap amalan ada waktu dan semangatnya, dan di setiap masa ada semangat, ada masa jenuhnya. Maka, barangsiapa semangatnya cenderung kepada sunnahku, dia akan beruntung, dan barangsiapa masa jenuhnya cenderung kepada selain itu, maka ia celaka.” (HR. Ahmad, 6473).
Sebagai manusia yang beragama Islam, kita tidak boleh membiarkan futur terus menguasai keimanan. Jadi, jangan hanya menunggu hidayah datang, tetapi harus menjemput hidayah itu. Allah SWT berfirman dalam hadits qudsi:
“Wahai hamba Ku, kalian semua adalah tersesat, kecuali yang telah aku beri petunjuk. Maka mintalah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku akan memberikanmu petunjuk.” (HR. Muslim no. 2577, dari Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu).
Belajar dari Orang Terdahulu
Sebagian besar dari orang terdahulu ketika mereka tak ada niat dan ikhtiar untuk menggapai hidayah, maka hidayah tersebut tak akan kunjung datang hingga ajal menjemput. Meskipun orang di sekitarnya sudah berusaha semaksimal mungkin mengarahkan mereka pada keimanan dan bangkit dari kefuturan.
Wahai saudaraku, lihatlah! Betapa dekat hubungan antara anak dan ayah, seperti Habil bin Adam AS. Kan’an bin Nuh AS, Ibrahim AS bin Azar. Atau antara suami dan istri, seperti halnya pada Walilah istri Nabi Luth AS. Juga kedekatan antara seorang keponakan dan pamannya, bagai Nabi Muhammad SAW dengan Sang Paman, Abu Talib.
Begitu dekat mereka dengan para rasul Allah SWT. Meski demikian, hidayah tersebut tak juga kunjung kunjung datang bagi sebagian besar orang di saat itu. Bahkan, Nabi Muhammad SAW. tidak punya kuasa perihal memberi hidayah kepada paman yang dicintainya.
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak dapat memberikan petunjuk kepada orang yang telah engkau kasihi, tetapi Allah SWT. memberi petunjuk kepada orang yang telah Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al-Qasas : 56).
Baca Juga: Hadits Tentang Makanan Halal, Sesuai dengan Syariat Islam
Seiring berkembangnya zaman, tidak jarang pula kita menemukan orang-orang yang kesalehannya dulu dikenal, tetapi kemudian berubah dan kini menjadi orang yang terbiasa melakukan kemaksiatan dan kemungkaran.
Kekufuran yang Berawal dari Kefuturan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa:
“Demi Allah, Zat yang tidak ada sesembahan yang hak, selain Dia. Sesungguhnya, salah seorang dari kalian benar-benar beramal dengan amalan penduduk jannah (surga), sehingga jarak antara dia dan jannah tinggal sehasta. Namun, dia didahului oleh al-kitab (catatan takdir) sehingga dia beramal dengan amalan penduduk neraka, maka dia masuk ke dalamnya. Dan sungguh, salah seorang dari kalian beramal dengan amalan penduduk neraka hingga jarak antara dia dengan neraka tinggal satu hasta. Namun, apabila dia didahului oleh al-kitab (catatan takdir), sehingga dia beramal dengan amalan penduduk jannah, maka dia masuk ke dalamnya.” (HR. Tirmidzi no. 2137, dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu).
Dari hadits tentang futur tersebut, kita semakin yakin kalau tidak ada seorang hamba yang tahu dan bisa menjamin amalannya, serta tempatnya di akhirat kelak.
Berusaha Bangkit dari Futur
Sebagaimana doa dzikir pagi hari yang telah diajarkan Nabi Muhammad SAW kepada Fatimah mengenai hadits tentang futur:
“Wahai Rabb Yang Maha Hidup, wahai Rabb Yang Berdiri Sendiri. Dengan rahmat-Mu, aku meminta pertolongan, perbaikilah segala urusanku dan jangan serahkan kepadaku sekalipun sekejap mata (tanpa mendapat pertolongan dari-Mu).” (HR. Ibnu As-Sunni no. 46).
“Bertakwalah kepada Allah SWT. di mana pun engkau berada. Iringilah semua kejelekan itu dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapusnya (kejelekan). Dan pergaulilah manusia dengan pergaulan yang baik.” (HR. Tirmidzi no. 1987 dari Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu).
Hadits tentang futur lainnya:
“Di antara dua kalimat yang ringan di lisan, tetapi berat dalam timbangan (amalan) dan dicintai oleh Ar-Rahman, yaitu ‘subhanallahi wa bihamdihi, subhanallahil ‘azhim’ (Mahasuci Allah, segala pujian untuk-Nya. Mahasuci Allah Yang Mahamulia).” (HR. Bukhari no. 6682 dan Muslim no. 2694).
Tips Mengatasi Futur
Setiap orang mengalami pasang surut dalam ibadah. Untuk mencegah terperosok ke dalam keburukan, ikuti tips dari buku Seni Menjaga Kewarasan Hidup oleh Sebastian Wahyu (2020). Pertama, ikhlaskan niat dalam beramal untuk meraih ridha Allah, bukan pujian manusia.
Kedua, tetap bersama orang saleh agar dapat segera bangkit ketika iman menurun. Ketiga, lakukan muhasabah atau introspeksi diri dengan Al-Qur’an dan hadits sebagai acuan. Terakhir, berdoalah kepada Allah agar diberikan keteguhan hati dan tetap istiqamah di jalan-Nya.
Baca Juga: Hadits Puasa Muharram dan Keutamaannya, Muslim Wajib Tahu
Saat futur melanda, tak ada yang kita butuhkan selain pertolongan Allah SWT. Oleh karena itu, dengan adanya artikel mengenai hadits tentang futur bermaksud agar kita semua dijauhkan dari rasa malas untuk beribadah. Semoga bermanfaat! (R10/HR-Online)