Sejarah Hari Batik Nasional bermula ketika UNESCO menetapkan batik sebagai warisan budaya yang memiliki keunikan dan nilai seni tersendiri. Peringatan penting ini berlangsung setiap tanggal 2 Oktober, sebagai wujud penghormatan terhadap tradisi batik yang kaya dan beragam.
Baca Juga: Sejarah Pekan Paralimpiade Nasional, Ajang Olahraga Disabilitas
Berbagai motif batik yang tersedia, mencerminkan sebuah cerita dan identitas budaya dari berbagai wilayah di Indonesia. Oleh sebab itu, Hari Batik Nasional menjadi sebuah upaya penting untuk melestarikan dan mengembangkan tradisi ini di era modern.
Sejarah Hari Batik Nasional di Indonesia
Perayaan Hari Batik Nasional di Indonesia bertujuan untuk melestarikan budaya yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Adanya peringatan ini semakin memperkuat posisi batik sebagai simbol budaya Nusantara yang sangat berharga.
Sejarah Batik
Batik sebagai warisan budaya Indonesia memiliki sejarah yang kaya dan beragam. Pastinya, setiap desain mencerminkan motif dan corak yang unik.
Oleh sebab itu, batik menjadi simbol identitas budaya Nusantara yang sangat berharga. Mengingat pentingnya peran batik, setiap warga Indonesia memiliki kewajiban untuk melestarikannya.
Presiden Soeharto merupakan sosok yang pertama kali memperkenalkan batik ke dunia internasional. Dalam konferensi PBB saat itu, Presiden Soeharto memperkenalkan batik sebagai warisan budaya yang harus dilestarikan.
Pada 4 September 2008, Indonesia mengupayakan batik untuk memperoleh status intangible cultural heritage (ICH). Menko Kesejahteraan Rakyat mewakili pemerintah dan komunitas batik Indonesia, mendaftarkan warisan budaya tersebut melalui kantor UNESCO di Jakarta.
Pengajuan tersebut berhasil pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Baru pada tanggal 9 Januari 2009, pengajuan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi UNESCO secara resmi diterima.
Pada sidang keempat Komite Antar-Pemerintah tentang Warisan Budaya Nonbendawi, UNESCO mengadakan pertemuan di Abu Dhabi. Sidang tersebut berlangsung pada 2 Oktober 2009.
Dalam sidang ini, batik secara resmi terdaftar sebagai Warisan Kemanusiaan Karya Agung Budaya Lisan dan Nonbendawi. Keputusan ini mengakui nilai-nilai batik sebagai warisan budaya dunia.
Gelar UNESCO untuk Berbagai Warisan Budaya Dunia
Sebelumnya, UNESCO telah mengakui salah satu warisan budaya Nusantara, yaitu keris dan wayang. Keduanya dinobatkan sebagai Warisan Kemanusiaan Karya Agung Budaya Lisan dan Nonbendawi.
Kini, Sejarah Hari Batik Nasional sudah berhasil mendunia. Badan PBB melalui UNESCO mengakui batik sebagai Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity.
Istilah tersebut merupakan gelar dari UNESCO untuk karya-karya agung warisan budaya lisan dan takbenda manusia. Dengan konteks tersebut, batik termasuk kategori yang mengandung makna dan filosofi kehidupan rakyat Indonesia.
Baca Juga: Sejarah Layar Tancap, Hiburan Ala Bioskop
Pemerintah Indonesia telah menerbitkan surat Keputusan Presiden No 33 Tahun 2009 untuk menetapkan Hari Batik Nasional. Hal tersebut guna meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya melindungi batik sebagai warisan budaya Nusantara.
Pada 2 Oktober 2019, Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Hadi Prabowo, menandatangani Surat Edaran Nomor 003.3/10132/SJ. Surat edaran tersebut menghimbau semua pejabat dan pegawai pemerintah untuk mengenakan baju batik.
Peraturan tersebut berlaku bagi pejabat maupun pegawai pemerintah daerah yang bekerja di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Imbauan ini khusus berlaku pada hari Rabu sebagai peringatan sejarah Hari Batik Nasional.
Sengketa Batik
Batik sebagai warisan budaya yang memiliki nilai filosofi tinggi, seringkali menjadi bahan perdebatan hangat. Pertikaian tersebut mencerminkan betapa pentingnya batik sebagai warisan budaya yang perlu kita jaga.
Salah satu negara yang pernah memperebutkan batik dengan Indonesia adalah Malaysia. Negeri Jiran tersebut mengklaim bahwa batik adalah warisan budaya milik mereka.
Hal tersebut menjadi polemik antara kedua negara. Perseteruan ini muncul karena budaya Nusantara dan Malaysia memang tergolong mirip. Kesamaan bahasa juga turut menjadi penyebab konflik mengenai hak kepemilikan batik.
Ketegangan antara Malaysia dan Indonesia sebenarnya tidak hanya terkait dengan batik. Tetapi juga melibatkan isu-isu budaya, sosial, dan politik yang membuat hubungan kedua negara semakin rumit.
Selain batik, perdebatan lain muncul ketika Malaysia menggunakan lagu daerah “Rasa Sayange” dalam iklan promosi pariwisatanya. Hal tersebut akhirnya kembali memicu perdebatan sengit antara kedua negara.
Baca Juga: Sejarah Misi Kebudayaan Lekra ke Tiongkok 26 September 1963
Seluruh lapisan masyarakat Indonesia wajib turut berpartisipasi dalam memperingati sejarah Hari Batik Nasional. Upaya ini penting untuk menjaga dan melestarikan batik sebagai warisan budaya yang begitu berharga. (R10/HR-Online)