Di tengah panasnya gurun pasir dan semangat jihad yang membara, lahirlah seorang tokoh muda luar biasa. Namanya Usamah bin Zaid. Tampak dari catatan sejarah Islam, ia bukan sekadar anak muda biasa, tapi pemimpin perang yang disegani.
Kisahnya tidak hanya tentang keberanian di medan perang, tapi juga tentang kepercayaan Rasulullah SAW padanya. Meski usianya masih belia, tanggung jawab besar justru Rasulullah berikan kepadanya. Itu bukan tanpa alasan.
Usamah bin Zaid RA merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang terkenal sebagai panglima perang termuda dalam sejarah Islam. Di usia yang baru menginjak 18 tahun, ia dipercaya memimpin pasukan kaum Muslimin.
Baca Juga: Kisah Baiat Ridwan di Bawah Pohon, Bukti Kesetiaan Sahabat kepada Rasulullah
Dalam buku Jika Sungguh-sungguh Pasti Berhasil karya Amirullah Syarbini dan rekan-rekan, disebutkan bahwa Usamah lahir sekitar tujuh tahun sebelum peristiwa Hijrah. Ia adalah putra dari Zaid bin Haritsah, yang juga merupakan sahabat dekat Rasulullah SAW.
Kisah tentang Usamah ini memang selalu menarik untuk kita bahas. Sosok ini menggabungkan semangat muda, kecintaan pada agama, dan kepemimpinan yang matang. Semuanya tertanam dalam kisah heroik yang patut kita kenang sepanjang masa.
Awal Mula Perjalanan Usamah bin Zaid
Usamah bukan orang asing di lingkungan Nabi Muhammad SAW. Ia anak dari Zaid bin Haritsah, anak angkat Rasulullah yang juga sangat beliau cintai. Sedangkan ibunya, Ummu Aiman, adalah pengasuh Nabi sejak kecil.
Sejak kecil, Usamah tumbuh dalam lingkungan yang penuh kasih dan ilmu. Rasulullah sangat menyayanginya. Usamah selalu mengikuti perjalanan dakwah dan perjuangan Rasulullah dari dekat.
Rasa cinta Rasulullah kepadanya begitu kuat. Karena itu, saat usianya menginjak 18 tahun, Rasulullah mengangkatnya menjadi panglima pasukan Islam. Banyak sahabat kaget. Mereka ragu apakah anak muda ini bisa memimpin para sahabat senior.
Namun, Rasulullah tidak goyah. Beliau teguh dengan keputusannya. Bahkan ketika ada yang membisikkan keraguan itu ke Umar bin Khattab, Rasulullah menegurnya secara langsung. Beliau percaya penuh pada Usamah.
Biografi Singkat
Usamah bin Zaid (Arab: أُسَامَة ٱبْن زَيْد بن حارثة…) adalah salah satu tokoh awal dalam sejarah Islam yang memeluk agama Islam dan menjadi sahabat sekaligus pembantu dekat Nabi Muhammad SAW. Ia terkenal dengan gelar kehormatan Hibbu Rasulillah, yang berarti “orang yang dicintai Rasulullah”.
Usamah adalah putra dari Zaid bin Haritsah, sahabat yang pernah menjadi anak angkat Nabi Muhammad. Dari garis keturunan ayahnya, Usamah termasuk dalam suku Bani Kalb. Ibunya, Ummu Aiman, merupakan sosok penting dalam kehidupan Nabi karena pernah merawat beliau saat masih kecil.
Oleh karena itu, Usamah juga mendapat julukan khusus: al-Hibbu ibnu al-Hibbi, yang berarti “yang dicintai, putra dari yang dicintai”. Usamah wafat di Madinah pada tahun 54 Hijriah.
Misi Besar Melawan Romawi
Tugas besar pertama langsung menantang nyali siapa pun yang mendengarnya. Usamah bin Zaid harus memimpin pasukan ke wilayah Romawi. Saat itu, kekuatan Romawi bukan main-main. Tapi Rasulullah tetap memerintahkannya maju.
Bayangkan, di bawah komando Usamah, ada tokoh besar seperti Abu Bakar, Umar, dan Sa’ad bin Abi Waqqash. Meski begitu, semua tetap tunduk pada perintah Rasulullah. Pasukan bergerak menuju Balqa’ dan Qal’atut Darum, dekat wilayah Gazzah.
Perjalanan ini bukan tanpa hambatan. Pasukan menghadapi medan berat dan ancaman dari musuh yang besar. Tapi Usamah menunjukkan kepemimpinan luar biasa. Ia tidak gentar dan terus memotivasi pasukannya.
Baca Juga: Zaid bin Haritsah, Sahabat Nabi yang Menemani ke Thaif
Setelah 40 hari, pasukan kembali ke Madinah membawa kabar menggembirakan. Tidak ada satu pun korban jiwa di pihak muslim. Mereka juga membawa harta rampasan yang banyak. Kemenangan ini membungkam semua keraguan atasnya.
Kedekatannya dengan Rasulullah SAW
Usamah bin Zaid bukan hanya terkenal karena pedangnya. Ia juga punya hubungan sangat erat dengan Rasulullah. Sejak kecil, ia tumbuh di sisi Nabi. Mereka memiliki ikatan yang lebih dari sekadar pemimpin dan pengikut.
Bahkan, ketika masih anak-anak, Usamah pernah memohon untuk ikut dalam Perang Uhud. Tapi Rasulullah menolak dengan lembut karena usianya belum cukup. Ia pun menangis, merasa sedih karena belum bisa ikut berjuang.
Kesempatan akhirnya datang saat Perang Khandaq. Usamah yang berusia 15 tahun mendapat izin untuk bergabung. Momen itu menjadi titik awal perjalanannya dalam dunia militer Islam. Semangatnya tak pernah padam sejak saat itu.
Sosok Saleh di Balik Baju Perang
Di balik perannya sebagai panglima, Usamah bin Zaid terkenal sebagai pribadi yang saleh. Ia tidak pernah lalai dalam beribadah. Bahkan di tengah kesibukan perang, ia tetap menyempatkan diri untuk mendekatkan diri pada Allah.
Ia bukan tipe pejuang yang hanya fokus pada kemenangan dunia. Ia sadar bahwa semua keberhasilan berasal dari pertolongan Allah. Maka dari itu, ibadahnya pun sangat disiplin. Ia rajin shalat, berdoa, dan membaca Al Quran.
Selain itu, Usamah juga terkenal rendah hati. Ia tidak pernah membanggakan diri meski pernah memimpin pasukan besar. Ia tetap menghormati sahabat-sahabat senior dan selalu menjaga adab dalam pergaulan.
Usia Muda Bukan Halangan
Kisah Usamah bin Zaid bukan hanya tentang kemenangan di medan perang. Ini juga kisah tentang keberanian, kepercayaan, dan kesetiaan pada ajaran Rasulullah. Ia membuktikan bahwa usia muda bukan halangan untuk berprestasi.
Keputusannya untuk terus berjuang demi agama tidak hanya menunjukkan semangat, tapi juga tekad yang kokoh. Ia menjadi bukti nyata bahwa anak muda pun bisa jadi pemimpin yang terhormat.
Baca Juga: Amr bin Luhay, Tokoh di Balik Masuknya Penyembahan Berhala ke Mekkah
Hingga akhir hayat, Usamah bin Zaid tetap menjadi bagian penting dari sejarah Islam. Namanya terus umat Muslim kenang, tidak hanya karena keberaniannya, tapi juga karena kepribadiannya yang menginspirasi. (R10/HR-Online)