Bekasi merupakan salah satu bagian penting dari wilayah metropolitan JABODETABEK. Kota ini terkenal sebagai pusat aktivitas industri yang terus berkembang pesat. Namun, di balik geliat pembangunan masif dan sibuknya rutinitas masyarakat, tersimpan sejarah Bekasi Kota Patriot yang tak lekang oleh waktu.
Baca Juga: Sejarah Kawin Cai di Jabar yang Menjadi Tradisi Turun Temurun
Menariknya, julukan tersebut bukan semata-mata label simbolik. Melainkan hasil rekam jejak historis perjuangan yang begitu panjang. Bahkan, warisan perjuangannya mengakar kuat sejak zaman kerajaan hingga era kemerdekaan. Mari kita bahas lebih detail!
Mengulas Sejarah Bekasi Kota Patriot
Sebelum menjelma sebagai kawasan modern seperti sekarang, Bekasi telah menjadi bagian dalam sejarah peradaban di masa lampau. Menurut beberapa sumber, kawasan ini dulunya populer dengan nama Dayeuh Sundasembawa atau Jayagiri. Ibu kota Kerajaan Tarumanegara atau pemerintahan Hindu tertua di Nusantara yang berdiri sekitar tahun 358 hingga 669 Masehi.
Tarumanegara memiliki wilayah kekuasaan yang sangat luas. Mencakup kawasan yang kini populer sebagai Bekasi, Jakarta (dulu Sunda Kelapa), Depok, Cibinong, Bogor, hingga Sungai Cimanuk di Indramayu.
Dalam prasasti Tugu yang berasal dari masa pemerintahan Raja Purnawarman, tertulis nama sungai Candrabhaga. Ini peneliti yakini merupakan nama kuno dari Sungai Bekasi sekarang. Dari nama sungai itulah, asal-usul namanya dapat peneliti telusuri.
Kata “Bekasi” berasal dari kata “Bhagasasi” atau “Bagasasi” yang merupakan bentuk lokal “Candrabhaga”. Dalam perkembangannya, seiring masuknya pengaruh kolonial Belanda, pelafalannya mengalami perubahan.
Orang Belanda melafalkan “Bhagasasi” menjadi “Bacassie” yang pernah tercantum dalam papan nama di Stasiun Lemahabang pada masanya. Perubahan itu kemudian berkembang menjadi sebutan yang kita kenal sekarang.
Tumbuh di Bawah Penjajahan
Memasuki masa penjajahan, sejarah Bekasi Kota Patriot kian menonjol. Di mana dulunya kawasan ini menjadi bagian dari wilayah administratif bernama Meester Cornelis alias Jatinegara. Kala itu, para tuan tanah Tionghoa mendominasi struktur sosial dan ekonomi masyarakat.
Mereka bekerja sama dengan pemerintahan kolonial Hindia Belanda membuat rakyat pribumi mengalami tekanan. Apalagi kebijakan kolonial yang tidak berpihak pada masyarakat lokal.
Ketika Jepang mengambil alih kekuasaan dari Belanda pada awal 1940-an, kondisi pun tidak menjadi lebih baik. Alih-alih membawa perubahan positif, Jepang menerapkan sistem kerja paksa dan kekejaman militer yang membuat penderitaan semakin berat.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan 17 Agustus 1945, Bekasi kembali mengalami pergolakan administratif. Ibu kota Kabupaten Jatinegara yang semula meliputi wilayah Bekasi, mengalami beberapa kali perpindahan. Mulai dari Tambun, ke Cikarang, hingga ke Bojong (Kedung Gede). Ketidakstabilan itu memunculkan aspirasi rakyat Bekasi untuk memiliki wilayah administratif sendiri.
Baca Juga: Sejarah Parung Bingung, Asal-Usul Nama yang Tidak Biasa
Rakyat pun mengajukan tuntutan agar Jatinegara berubah namanya menjadi Kabupaten Bekasi. Aspirasi tersebut akhirnya terkabul melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950. Inilah salah satu tonggak penting dalam sejarah yang memperkuat identitas masyarakat Bekasi.
Rakyat Menuntut Demi Kedaulatan
Tidak hanya meminta perubahan administratif, rakyat juga menyatakan sikap politik yang tegas terhadap pemerintahan federal bentukan Belanda. Dalam Resolusi Rakyat Bekasi, masyarakat menuntut agar kekuasaan Pemerintah Federal diserahkan sepenuhnya kepada RI.
Mereka menyatakan dengan lantang bahwa tidak ada kekuasaan lain yang sah di wilayah Bekasi selain pemerintahan Republik Indonesia. Lebih dari itu, rakyat sekaligus menuntut agar seluruh wilayah Jawa Barat kembali berada di bawah naungan NKRI.
Keberanian dalam menyuarakan aspirasi ini menjadi bukti nyata dari semangat kebangsaan dan patriotisme. Dari sinilah, awal mula sejarah Bekasi mulai populer dengan julukan “Kota Patriot” yang terkenal ke seluruh penjuru.
Sementara itu, perjalanan administrasi pemerintahan terus berkembang. Pada 1960, kantor pemerintahan resmi berpindah dari Jatinegara ke Jalan H. Juanda di pusat kota Bekasi. Kemudian, demi efisiensi dan perkembangan wilayah, kantor pemerintahan berpindah lagi ke Jalan Ahmad Yani.
Insiden Kali Bekasi
Salah satu sejarah paling menonjol yang menggambarkan semangat patriot rakyat terhadap penjajahan adalah Insiden Kali Bekasi. Pada 19 Oktober 1945, sebanyak 90 tentara Jepang baru saja tiba di Stasiun Bekasi.
Tanpa pikir panjang, rakyat yang marah segera melakukan penyerangan dan pembantaian. Jasad para penjajah kemudian dibuang ke Kali Bekasi hingga air sungai memerah oleh darah. Peristiwa heroik ini bukan sekedar bentuk pembalasan, tetapi cerminan dari ketegasan masyarakat dalam mempertahankan kemerdekaan. Untuk mengenang keberanian para pejuang, kini berdiri Monumen Kali Bekasi yang terletak di dekat jembatan rel Jalan Ir. H. Juanda.
Baca Juga: Mengenal Batik Lokatmala Sukabumi, Setiap Goresan Motif Penuh Filosofi
Sejarah Bekasi Kota Patriot yang panjang telah menjadi bagian dari identitas masyarakatnya. Keberanian, loyalitas, dan semangat pantang menyerah ini harus menjadi inspirasi bagi generasi muda. Sehingga semangat perjuangan itu dapat tetap hidup dalam berbagai bentuk. Baik dari segi pembangunan kota, solidaritas sosial, hingga kecintaan terhadap tanah air. (R10/HR-Online)