harapanrakyat.com,- Ratusan sopir truk di Garut, Jawa Barat, melakukan aksi sweeping terhadap sejumlah bus yang kedapatan mengangkut hasil bumi, Senin (14/7/2025). Aksi ini merupakan bagian dari protes nasional para sopir truk, terhadap penerapan kebijakan Over Dimensi Over Load (ODOL) yang dianggap memberatkan.
Baca Juga: Ratusan Sopir Truk dan Angkutan Barang di Garut Kembali Mogok Operasional, Tuntut UU ODOL Dicabut
Aksi sweeping para sopir lakukan di simpang 4 Sigobing. Mereka menghentikan bus-bus dari terminal Garut yang menuju Jakarta dan Bandung, lalu memaksa kondektur dan sopir membuka bagasi.
Beberapa bus kedapatan membawa hasil bumi seperti sayuran dan cabai. Barang-barang ini kemudian diturunkan paksa oleh para sopir truk, yang marah akan kebijakan ODOL.
Kata Polisi Terkait Aksi Sopir Truk Sweeping Bus yang Angkut Hasil Bumi
Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Garut, Iptu Aang Gandhi mengaku, agar bus atau angkutan umum lainnya tak mengubah tujuan atau membawa barang yang bukan peruntukan armada angkutan umum. Seperti membawa hasil bumi berupa sayuran yang banyak, cabai dan lainnya, karena tentu melanggar ketentuan.
“Kami sangat mengimbau untuk ketertiban, keamanan, dan keselamatan, agar tidak membawa barang bukan peruntukannya. Tadi kami sampaikan di bus atau elf, untuk tidak untuk membawa barang itu tentu pelanggaran. Karena itu tidak sesuai untuk peruntukan kendaraan,” kata Aang, Senin (14/7/2025).
Lanjutnya menambahkan, bahwa para sopir truk tak perlu khawatir ketika membawa barang di jalan. Karena sejauh ini pihaknya masih menerapkan sistem sosialisasi tanpa ada penindakan, apabila ada truk ODOL yang terlihat melintas di jalan raya.
“Tidak ada penindakan, justru kita melakukan pendekatan untuk sosialisasi, mengajak ngopi mereka,” tambahnya.
Baca Juga: Protes Aturan ODOL di Garut Berdampak ke Petani, Sopir Truk Mogok Beroperasi Hasil Panen Membusuk
Hingga Senin sore, aksi mogok operasional nasional salah satunya sweeping bus atau oleh para sopir truk masih berlangsung. Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap pemerintah yang dianggap tidak mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial dari aturan ODOL. (Pikpik/R5/HR-Online/Editor: Adi Karyanto)