Diskusi revisi UU MD3 yang dilakukan PMII Kota Banjar. Photo: Istimewa.
Berita Banjar, (harapanrakyat.com),-
Penolakan terhadap revisi Undang Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), terus bergelora di sejumlah daerah di Indonesia, tak terkecuali di Kota Banjar dari para aktivis mahasiswa.
Seperti yang disampaikan Pinky Dwi Saraswati, Bidang Kaderisasi dan Ideologi DPC GMNI Kota Banjar, bahwa revisi UU MD3 dinilai dapat mempertebal proteksi terhadap legislatif supaya tidak terusik. Pasalnya, aturan yang disahkan DPR tersebut dinilai menyalahi prinsip rule of law serta merusak sisten check and balance.
“Seperti pada pasal 245, kita mengkritik karena pasal tersebut seakan menjadi temeng atau benteng bagi para anggota dewan agar tidak mudah dijerat proses hukum, ketika suatu saat nanti terjerat kasus atau pidana,” tegasnya, kepada Koran HR, Selasa (27/02/2018).
Lanjut Pinky, dalam isi pasal 245 berbunyi, DPR dan pemerintah sepakat bahwa pemeriksaan anggota DPR harus dipertimbangkan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terlebih dahulu, sebelum dilimpahkan ke Presiden untuk pemberian izin bagi aparat penegak hukum.
Kemudian, pihaknya juga menyoroti pasal 73 yang berbunyi, DPR berhak memanggil paksa orang yang mangkir tiga kali berturut-turut dari panggilan anggota dewan, yang mewajibkan polisi membantu memanggil paksa pihak yang diperiksa DPR, namun enggan izin.
Sebab, DPR dinilai sewenang-wenang dalam ruang hukum, yang mana dapat melindungi perilaku koruptif dan penyalahgunaan kewenangan yang tak sehat dari para anggota DPR agar terhindar dari proses hukum.
“Selain itu, pada pasal 122 huruf K yang berisi tentang kewenangan DPR untuk mempidanakan para pengkritiknya, juga dinilai sangat otoriter dan semakin menjauhkan dengan masyarakat. Ini sangat tidak sesuai dengan demokrasi di negara ini. Padahal, setiap warga negara memiliki hak yang sama di mata hukum dan memiliki kebebasan berpendapat,” tandas Pinky.
Senada diungkapkan Sekretaris DPC GMNI Kota Banjar, Fahri Aditya. Ia menilai revisi UU MD3 tersebut sangat membahayakan lantaran tidak sesuai prinsip kesamaan di mata hukum, bahkan untuk Presiden sekalipun.
“Kami mahasiswa berperan sebagai intermediary actor tentunya sangat resah dengan adanya ini, apalagi ini erat kaitannya dengan keberadaan masyarakat. Menyikapi hal tersebut, kami bersama elemen mahasiswa lainnya bakal turun ke jalan untuk menyuarakan penolakan revisi UU MD3 ini,” kata Fahri.
Di tempat terpisah, Ary Anggraini, Ketua Korps PMII Puteri (Kopri) Kota Banjar, menegaskan, berbagai kritikan yang disampaikan ke legislatif jangan sampai dinilai merendahkan lembaga legislatif itu sendiri, apalagi bila dikaitkan dengan hukum.
“Kita ingin lembaga legislatif di Banjar memberikan sikapnya, apakah berpihak ke masyarakat atau tidak dengan persoalan ini. Tak hanya itu, kita juga mendorong Walikota Banjar menyikapinya,” tegas Ary, saat ditemui usai rapat diskusi persiapan aksi bersama GMNI.
Selain itu, pihaknya juga berharap Presiden bisa segera mengeluarkan Perppu sebagai pengganti pasal-pasal kontroversial dalam UU MD3 tersebut. Ia menegaskan, para mahasiswa senantiasa tetap akan memperjuangkan hak demokrasi dari ancaman revisi UU MD3 ini.
Ary menegaskan, bila hal ini tetap diberlakukan, maka mahasiswa sudah komitmen untuk menjadi garda terdepan dalam membela masyarakat yang menjadi korban revisi UU MD3 tersebut.
Dari informasi yang dihimpun Koran HR, kedua organisasi kemahasiswaan itu bakal melangsungkan aksi ke Gedung DPRD dan Kantor Walikota Banjar, pada hari Kamis (01/03/2018) nanti, untuk menolak revisi UU MD3. (Muhafid/Koran HR)