[Wawancara : DR. dr. H. Herman Sutrisno, MM. Mantan Presidium FPSKB (Forum Peningkatan Status Kotif Banjar) Menuju Daerah Otonom]
Catatan Redaksi :
Dalam edisi HR ke 311, HR mengirimkan dua redaktur pelaksana untuk menemui DR. dr. H. Herman Sutrisno, MM., yaitu Eva Latafiha dan Deni Supendi meluncur ke Kantor DPD Partai Golkar Kota Banjar. Mantan Presidium FPSKB ini adalah orang nomor satu Partai Golkar Kota Banjar, sekaligus juga B1 di Pemerintah Kota Banjar (Walikota). Selamat membaca.
***
HR : Anda termasuk tokoh FPSKB, pasti anda punya pengalaman dalam mendirikan Kota Banjar 10 tahun lalu. Bisa anda ceritakan pengalaman waktu itu, baik suka maupun dukanya!
DR. H. Herman Sutrisno : Pengalaman dalam mendirikan Kota Banjar, Banjar ini kan bukan, perubahan statusnya dulu. Banjar berubah status oleh karena Undang Undang No 22 tahun 1999. Jadi Banjar ini perubahan status dari daerah otonom ke daerah kota administratif menjadi daerah otonom. Jadi bukan pemekaran kalau Banjar, beda dengan Pangandaran. Itu satu. Kemudian, pada saat mendirikan Banjar yang diperjuangkan sejak tahun 2001, itu kita berdasarkan dari Undang Undang tahun 2002. Lika-likunya banyak lahâ¦banyak yang menentang, banyak orang yang setuju. Yang menentang mungkin tidak yakin Banjar ini bisa maju. Itu yang pertama. Dan mereka tidak yakin bahwa Banjar bisa hidup. Itu yang saya lihat dari orang-orang yang tidak senang bila Banjar menjadi Kota, walaupun kenyataannya sekarang setelah Banjar jadi maju, orang-orang yang tidak setuju itu justru sekarang ingin jadi kepala daerah. Tetapi itu mah hak mereka juga lah ya.. Nah, selama Banjar 10 tahun, dalam periode pertama Banjar itu tidak punya apa-apa. Dari segi geografi, dan lingkungan Banjar dan segi resources (sumber daya alam) tidak punya apa-apa. Dari segi jumlah luasnya administratif pemerintahan juga kecil. Tapi setelah saya melihat, menganalisis, ternyata Banjar ini punya peluang untuk maju. Dari analisis itu, dimana kebetulan saya seorang akademisi di dalam bidang kebijakan publik, saya mencoba membuat empat kebijakan. Empat kebijakan itu adalah pembangunan infrastruktur kota, pembangunan infrastruktur pemerintah, penguatan desa, kelurahan, dan keberpihakan kepada masyarakat. Dari program ini lah yang menyebabkan saya bisa lari, saya bisa take off dan bisa terarah, frame-nya lebih jelas, sehingga Banjar ini Alhamdulillah bisa maju. Waktu saya jadi walikota pertama APBD Kota Banjar hanya 3 miliar rupiah, penyerapan asli daerah Kota Banjar. Sekarang sudah 52 miliar hanya dalam jangka 9 tahun. Itu kan satu hal yang luar biasa dibandingkan dengan kabupaten induknya, kita hanya empat kecamatan.
HR : Apakah anda puas dengan kemajuan Kota Banjar sekarang? Dan bila tidak puas, kenapa?
DR. H. Herman Sutrisno : Sebetulnya kemajuan Kota Banjar sekarang belum maksimal 100 persen. Kalau di bidang infrastruktur oke lah.. Infrastruktur pemerintah sudah mendekati angka 95 persen, infrastruktur kota, jalan kota, itu sudah hampir 95 persen selesai. Kemudian, kebutuhan pendidikan, kesehatan masyarakat itu sudah running lah. Nah yang belum itu dalam bidang peningkatan daya beli masyarakat. Sebab, untuk peningkatan daya beli masyarakat tidak bisa saya dobrak sendiri, tapi harus ada keinginan dari masyarakat itu sendiri, ada keinginan juga dari stakeholder yang lainnya, khususnya juga pemerintah sebagai motivator. Saya melihat bahwa untuk meningkatkan daya beli masyarakat, ini sangat berhubungan dengan mindset (pola pikir) masyarakat itu sendiri. Sebab, kalau saya lihat, saya baca masalah kemiskinan. Kemiskinan kan ada tiga, ada kemiskinan natural, kemiskinan kultural, dan kemiskinan struktural. Nah, kemiskinan natural adalah keadaan orang miskin dari sananya, tapi dia rajin. Tetapi kemiskinan kultural, dia orang pintar namun dia tidak bisa inovatif, sehingga ini lah yang harus dirubah. Kita sudah banyak memberikan bantuan-bantuan yang sifatnya untuk meningkatkan kesejahteraan. Kita bantu di bidang peternakan, kita bantu di bidang perikanan, kita bantu alat-alat untuk industri. Tapi itu hanya bertahan setahun dua tahun, sapi tidak adaâ¦segala macam tidak adaâ¦dan itu sebetulnya tergantung mindset masyarakatnya itu sendiri. Kalau masyarakatnya mau maju, saya kasih sapi misalnya 10, dia kelola sampai penggemukkan, sudah gemuk dia jual, sudah jadi uang harusnya dibelikan sapi lagi, tapi kebanyakan kan tidak, sudah jadi uang mereka nikmati uangnya. Nah ini lah salah satu masalah yang dihadapi, jadi saya kira masih banyak yang harus dibenahi. Dan, saya merasa saya belum puas. Oleh karena itu, dengan masa jabatan saya yang hanya tinggal satu tahun lagi, mudah-mudah walikota yang akan datang hal ini bisa digenjot dan dijadikan skala prioritas. Tapi sebetulnya pemerintah itu sudah maksimal memberdayakan masyarakat, dari mulai kalangan masyarakat paling bawah sampai atas. Namun, saya lihat yang larinya itu di bidang pendidikan, dari sekolah tingkat paling bawah itu semua sudah berjalan. Tapi kalau daya beli, sekarang kita harus mulai dari bagaimana merubah mindset di bawah. Bagaimana saya memberikan kucuran penguatan ekonomi pedesaan, satu desa Rp. 1 miliar lebih, bagaimana saya menggulirkan koperasi jamaah mesjid, bagaimana saya gulirkan UP2K. Hanya majunya baru secara kelompok, tapi secara riil itu belum bisa menyentuh 183 ribu jumlah penduduk Kota Banjar.
HR : Anda dalam dua periode telah memimpin Kota Banjar dengan kemajuan dan prestasi yang sangat baik. Bisa anda ceritakan pengalaman itu?
DR. H. Herman Sutrisno : Saya kira kalau prestasi banyak lah⦠Yang paling dekat spektakuler kita, Banjar, saya selaku walikota menjadi 7 bupati/walikota terbaik di Indonesia, dan tanggal 12 Februari ini saya akan mendapatkan penghargaan dari Wakil Presiden sebagai bupati/walikota terbaik, itu yang jadi kebanggaan saya. Kedua, saya dapat Inovatif Government II, satu-satunya kabupaten/kota yang mewakili Jawa Barat, penghargaan ini diberikan atas inovasi dari pemerintah kabupaten/kota untuk memajukan daerah, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kemudian penghargaan-penghargaan dari bidang ketahanan pangan, penyaluran raskin, dan segala macam, banyak ya⦠Tapi yang paling spektakuler adalah saya masuk ke dalam kategori 7 walikota terbaik Indonesia versi Tempo. Tempo kan bukan majalah yang diragukan ya.. penghargaannya dari Wapres tanggal 12 Februari ini. Saya kira prestasi ini bisa dilaksanakan oleh karena kebersamaan antara kepala daerah dengan staf. Saya selaku kepala daerah tidak otoriter, tapi saya lebih banyak program planning, dan lebih banyak di share. Dan sering kepala daerah harus melindungi anak buah, sehingga anak buah ada ketenangan dalam bekerja. Yang ngerecokin pasti banyak dari luar, tapi kerecokan ini jangan menyurutkan semangat anak buah kita justru jadi menurun. Itu saya kira yang saya rasakan.
HR : Selama anda dua periode menjadi Walikota, bagaimana upaya untuk menjadikan birokrasi yang kuat di Kota Banjar?
DR. H. Herman Sutrisno : Yang pertama, saya melihat bahwa Banjar pada saat menjadi Kota, itu diberikan birokrasi yang secara kompetensi tidak memenuhi syarat. Karena banyak birokrat-birokrat Banjar, banyak pejabat-pejabat Banjar secara komptensi tidak memenuhi syarat. Tapi dengan kita brain stroming, sering diberikan pengarahan, dan mereka mau belajar, Alhamdulillah kompetensi dan kemampuan mereka jadi meningkat, itu yang pertama. Kedua, saya juga mencoba bahwa bagaimana supaya beban daerah tidak terlalu banyak, kita sudah tidak membuka penerimaan CPNS sejak 2008. Jadi kalau kita lihat reformasi birokrasi, bahwa birokrasi itu suatu saat kita harus tegas. Kapan kita tegas, kapan kita baik, kapan kita juga memberikan pencerahan. Makanya saya sering keliling memberikan pengarahan kepada seluruh birokrasi yang ada di Kota Banjar, baik dari segi keilmuan pelayanan publik maupun dari segi komptensinya. Sebab, tugas kepala daerah adalah harus menguasai semua masalah-masalah yang ada di birokrasi, kemudian juga masalah-masalah teknis yang di birokrasi, sehingga kita bisa membimbing birokrasi ke arah yang lebih baik. Kemudian kita selalu mengingatkan kepada birokrasi bahwa dengan Undang Undang Nomor 15 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Undang Undang Nomor 17 tentang Penyelenggaraan Negara, PP 58 tentang pertanggung jawaban pengelolaan keuangan daerah, dan juga Permen 13 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, bahwa kepala dinas itu harus sangatâ¦sangat hati-hati. Sebab, kalau terjadi persoalan korupsi, persoalan masyarakat, yang kena adalah kepala dinas, bukan kepala daerah. Jadi kalau kepala daerah intervensi kepada kepala dinas, itu yang belum diketahui oleh seluruh masyarakat. Tapi kepala dinas juga selalu saya bimbing. Makanya di dalam pengelolaan pemerintahan kita mendapat opini wajar tanpa pengecualian.
HR : Apa kesulitan anda menjadi Walikota Banjar?
DR. H. Herman Sutrisno : Yang saya rasakan, sebetulnya kalau disebut sulit juga tidak terlalu sulit. Tapi seorang walikota, dia seorang manajer yang harus mempunyai strategi. Saya punya empat program itu kan. Mana program yang bisa dibiayai oleh APBD II, mana program yang bisa dibiayai APBN, dan mana yang bisa dibiayai APBD. Maka saya selaku walikota, ya yang saya rasa sulit mencari sumber dana. Tapi Alhamdulillah, saya selalu mendapat dana lumayan cukup besar, dana yang turun ke Banjar dirasiokan dengan jumlah kecamatan ya. Untuk pembangunan saja di Kota Banjar satu tahun itu bisa mencapai 70 sampai 80 miliar untuk PU saja, belum untuk yang lain. Makanya APBD Kota Banjar 500 miliar itu sekarang hanya untuk empat kecamatan, yang asalnya pada saat Banjar jadi Kota hanya 80 miliar, sekarang sudah 500 miliar, oleh karena apa? Ya pertama oleh karena pengelolaan keuangan yang baik. Kedua, tepat sasaran. Apalagi sekarang daya serap anggaran apabila silpa terlalu tinggi akan berdampak terhadap pemotongan DAU. Saya kira itu lah yang saya rasa sulit menjadi walikota, walaupun saya kunker tiap malam, tiap hari, sebulan delapan kali, tetap bagaimana mengubah mindset masyarakat. Jadi masyarakat itu harus mau inovatif, mau kreatif, sehingga nantinya bisa meningkatkan kesejahteraannya. Dan tidak bisa pemerintah itu harus menampung semua masyarakat bekerja di pemerintah. Kemudian, yang saya rasakan sulit juga mencari investor, tapi Alhamdulillah selama saya jadi walikota dapat investor besar yang masuk Banjar. Kita juga tidak pernah mempersulit perijinan karena sudah memberikan pelayanan satu atap.***