Berita Banjar, (harapanrakyat.com),- Di era serba modern saat ini, keberadaan pondok pesantren klasik atau salaf dihadapkan pada sistem sosial, teknologi informasi yang begitu cepat.
Pesantren juga dituntut bisa mengimbangi zaman supaya bisa menjadi corong dakwah agama Islam.
Seperti halnya Pondok Pesantren (Ponpes) Al Hilal yang berada di Dusun Sampih, Desa Rejasari, Kecamatan Langensari, Kota Banjar, terus berupaya mengembangkan berbagai bidang untuk membekali para santri ketika terjun di tengah-tengah masyarakat, salah satunya bidang multimedia.
Direktur Pengembangan Ponpes Al Hilal, Muhammad Ihsan Hanafi, mengatakan, pesantren yang didirikan oleh Kyai Muholid Bawakir sejak tahun 1985 silam, terus mengalami banyak perubahan.
Sejak awal berdiri hingga tahun 2000, pesantrennya tersebut masih menggunakan pola klasik dalam pengajarannya, yakni sorogan dan bandungan.
Seiring berjalannya waktu, kata pria yang akrab disapa Gus Ihsan ini, pada tahun 2013 pesantrennya mulai menjalankan metode pengajaran Madrasah Diniyah. Nama madrasahnya Irsyadul Mubtadiin.
“Kenapa ada perubahan? Salah satu dari madrasah ini adalah meringankan pembelajaran kepada santri yang dulunya dilakukan oleh satu orang, yakni pengasuh. Kalau konsep madrasah kan menjadi lebih banyak pengajarnya,” terang Gus Ihsan, yang juga lulusan Madrasah Liboyo Kediri ini, kepada Koran HR, saat ditemui Selasa pekan lalu.
Setelah terbentuknya madrasah, pesantrennya juga mulai mengembangkan lembaga pendidikan formal, seperti SMP dan Madrasah Aliyah (MA).
Menurut Ihsan, tantangan saat ini selain harus mempertahankan tradisi yang sudah berjalan, pesantren juga harus mampu mengimbangi zaman.
Pihaknya mendorong santrinya untuk memanfaatkan teknologi informasi sebagai media berdakwah melalui konten di Youtube, media sosial, serta mengembangkan bisnis di bidang videografi dan fotografi.
“Bagi kami, literasi digital sangat penting di era saat ini. Sebab, kondisi zaman dulu dan sekarang sudah beda. Sehingga penangannya pun harus berbeda. Salah satu yang menurut kami penting dikembangkan adalah di bidang multimedia ini, dan Alhamdulillah, respon masyarakat terhadap karya santri kami sangat luar biasa di tengah keterbatasan yang ada,” katanya.
Lebih lanjut Ihsan menjelaskan, pengembangan bisnis yang dijalankan santri ini sebagai bentuk dinamisasi pesantren yang tidak hanya fokus pada bidang agama saja, namun mengurus juga masalah bisnis, sosial, budaya maupun kesejahteraan masyarakat.
Meski begitu, pihaknya tetap mempertahankan ciri khas pesantren di bidang pertanian dan Nahwu Shorof. Pada prinsipnya, pihak pesantren memfasilitasi santri yang memiliki kemauan dan kemampuan. Tujuan utamanya adalah pesantren harus berdaya dalam segala hal.
Sedangkan, kaitannya dengan pemerintah, kata Ihsan, ia berharap pesantren dapat diperhatikan dari sisi peningkatan dan penguatan SDM. Sebab, kemampuan yang dimiliki santri sangat berarti di kemudian hari, saat mereka sudah bermasyarakat.
“Santri ketika lulusa setidaknya bisa dalam segala hal, bukan malah menjadi beban. Harapan kami pesantren dapat diberdayakan santrinya melalui penguatan SDM,” pungkas Ihsan. (Muhafid/Koran HR)