Oleh : Bachtiar Hamara
Ada Visi (mimpi-red), Jum’at bersih, Sabtu hijau, dan Minggu sehat, berarti kita telah berjuang, untuk menghentikan perubahan iklim global yang kita bersama rasakan. Visi itu tentu tidak hanya di omongin mulu, tapi harus melakukan dengan misi-misi (gerakan) untuk melakukannya, demi kelangsungan hidup anak-cucu kita di masa datang.
Ide bersih, hijau, dan sehat, sesuatu yang terpuji, 10 November di negeri kita, diperingati sebagai hari Pahlawan. Dimasa penjajahan Belanda, dan Jepang, untuk merebut kemerdekaan dengan bersemboyan “Merdeka atau Mati “ tak sedikit anak negeri ini berjuang dengan jiwa raga sampai titik darah penghabisan untuk hidup menjadi bangsa yang merdeka. Bagi para pejuang itu disebut pahlawan.
Negeri ini sudah merdeka, meskipun banyak tapinya. Ada cerita orang Jepang yang datang ke Jakarta, dia senang tinggal di Jakarta ibu kota Republik Indonesia. Pertama datang ke Jakarta dia kaget sekali karena banyak sampah. Padahal Jakarta itu sebenarnya (yang dia maksud seluruh tanah air negeri kita) banyak pepohonan. Sayang sekali kotor oleh sampah dimana-mana. Termasuk di kota kita tinggal, seperti di Ciamis, Banjar, dan Pangandaran.
Malu. Begitulah rasa yang terbesit di hati ketika melihat sekumpulan warga Jepang rela memunguti sampah yang dibuang sembarangan oleh warga Jakarta khususnya dan umumnya bangsa kita. Suatu waktu saya ke Jakarta, dan menginap di Cantry Wood adalah tempat tinggal ekspatrian orang asing yang tinggal di Jakarta. Suasananya bersih, hijau, dan sehat tak ada sampah terbuang sembarangan. Dan saya berpikir ini dimana yaa, seperti bukan di negeri kita. Kaluar dari tempat itu, pemandangan macet, bising dan sampah dimana-mana orang membuangnya. Oh ini Jakarta ibu negaraku.
Saya tinggal di Cantry Wood tiga hari, hari minggu saya diajak teman untuk olahraga ke Gelora Bung Karno (GBK) Senayan. Sekelompok warga Jepang, mereka tergabung dalam Jakarta Osoji Club komunitas yang digagas ekspatriat Jepang di Jakarta, untuk mengampanyekan membuang sampah yang beradab.
Gelora Bung Karno pada minggu pagi senantiasa ramai oleh berbagai kegiatan olah raga. Keramaian yang juga senantiasa menghasilkan sampah berserakan. Di antara keriuhan itu, tampak beberapa orang berkaus hijau terang tengah memunguti sampah berserakan dengan alat penjepit di tangan kanan dan kantung pengepul di tangan kiri. Di punggung kaus hijau mereka tertulis “malu membuang sampah sembarangan”.
Terlihat dari penampilannya mereka bukan pemulung. Mereka adalah warga Jepang yang bermukim di Jakarta. Tak jarang diantara mereka adalah presiden direktur di perusahaan-perusahaan Jepang yang terkenal. Apa yang membuat mereka tergerak memunguti sampah sedemikian tekun ?.
Karena orang Jepang, bersih, hijau, dan sehat, telah menjadi sikap hidup. Komunitas JOC baru terbentuk April 2012. Apa salahnya, bila di kota kita mencontoh JOC (Jakarta Osoji Club) dalam setahun usianya banyak warga Jakarta yang bergabung JOC. Komunitas ini tidak bergerak di satu titik, tapi dibanyak titik dan mereka berkumpul di taman RTH (Ruang Terbuka Hijau). Kebersihan kota Jakarta tidak hanya ditangani oleh pasapon (petugas kebersihan) Prov Jakarta, tapi melibatkan banyak warga Jakarta dan ekspatriat (warga asing).
Target yang di inginkan JOC, kalau memunguti sampah yang sudah terbuang tidak akan habis-habisnya. Kami ingin berusaha mencegah sampah jangan sampai terbuang sembarangan. Ini harus mulai dari sejak anak, kata Miyako.
Membandingkan dengan Jepang, anak sekolah bertanggung jawab atas kebersihan lingkungan sekolahnya. Dengan sengaja, tidak dipekerjakan tukang sapu untuk melayani kebersihan. Pendidikan kebersihan ditanamkan sejak dini kepada anak-anak di mulai dari rumah dan menjadi kebiasaan sampai dewasa.
Menurut Hoshita dan Ashida, 50 tahun lalu kondisi Jepang juga masih kotor dan banyak sampah, lalu pemerintah membuat himbauan terus menerus dan mengkampanyekan kebersihan terintregrasi dengan sistim pendidikan. “Memang yang kami perbuat sangat kecil (soal sampah) untuk membangunan masalah besar berdisiplin untuk seluruh warga bangsa, agar menjadi bangsa yang besar dan kuat. Meskipun sulit bagaimanapun kita harus memulai,” ujar Ashida, betul juga.
Bagaimana keadaan di kita, bila tempat bekas hiburan, atau pidato-pidato politik oleh sang pemimpin, atau bekas demonstrasi untuk memperjuangkan mimpi-mimpinya pasti sampah berserakan. Tak pernah pemimpin-pemimpin itu, mengingatkan jangan buang sampah sembarangan. Yang masalah sampah saja lupa, apa lagi janji-janji politiknya. Malu doong sama orang Jepang.
Perilaku baik, bisa mencontoh pada kota Surabaya. Menjadi kota terbersih di ASEAN, soal kebersihan kota Singapura lewat sama Kota Surabaya yang dijuluki kota pahlawan. Nah sekarang juga bisa menjadi pahlawan tanpa harus memanggul bedil di medan perang, menjadilah pahlawan kebersihan dengan membawa jepitan sampah dan kantong, untuk memunguti sampah menciptakan kota bersih, hijau dan sehat.
Salah satu keberhasilan yang diraih kota Surabaya, pemerintah ibu kota Prov. Jawa Timur ini mendapat FutureGov Awards Asia-Pacific 2013. Surabaya mendapat dua penghargaan sekaligus di kategori Data Center dan Data Inclusion. Penghargaan di terima Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di Angsana Laguna Phuket, Thailand September lalu.
Surabaya dianggap layak mendapat FutureGov Awards katagori Data Center karena pemerintah kota Surabaya memiliki media center, yang lebih unggul dan efesien di banding kota lain di Asia-Pacific. Sedangkan penghargaan kata gori Data Inclusion disematkan, karena Surabaya memiliki Broadband Learing Center (BLC), fasilitas gratis pembelajaran teknologi informasi bagi masyarakat. Dengan layanan data tersebut, pemerintah Surabaya mampu memberikan layanan informasi data yang tranparan serta akuntabel.
Malu buang sampah sembarang di kota Surabaya, sudah mendarah daging disana sampah dibuang langsung ke tong sampah ada sampah tergeletak di jalanan pasti dipungut warga untuk di buang ke tong sampah. Laah trotoar saja saban pagi dipel di kota pahlawan itu. Yuu kita jadi pahlawan kebersihan di kota kita. 10 November 2013, Koran ini berusia 10 tahun berkiprah di masyarakat untuk memberikan kritik sosial. Malu ah, Buang sampah Sembarangan.***