Berita Banjar (harapanrakyat.com).- Di tengah pandemi Covid-19, salah satu pengrajin angklung di Kota Banjar, masih mampu bertahan hingga saat ini.
Pengrajin tersebut bernama Kusmana (56), warga RT. 1, RW. 5, Lingkungan Cibulan, Kelurahan/Kecamatan Banjar.
Ia mengaku, sejak pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia, usaha produksi angklungnya sempat terhenti karena banyak tempat wisata di Tanah Air yang ditutup.
“Pasar saya kan kebanyakan pariwisata. Jadi, pas Covid-19 masuk sempat terhenti beberapa bulan saja. Setelah itu jalan lagi melayani pesanan online,” kata Kusmana, kepada Koran HR, Senin (01/02/2021).
Dari hasil kreativitasnya membuat angklung bersama warga lingkungan Cibulan Kota Banjar, ia sudah mampu menjualnya ke berbagai daerah di Indonesia, mulai dari Aceh hingga Papua.
Bahkan, angklung produksinya itu sudah tembus ke luar negeri, seperti Malaysia dan Taiwan.
Bagi Kusmana yang sudah membuat angklung sejak 30 tahun silam, dalam pembuatan 1 unit yang terdiri dari 149 nada bisa dikerjakan selama 1 hari saja.
Pasalnya, dari 25 orang yang mengerjakan pembuatan angklung, mereka memiliki tugas masing-masing.
“Kalau mandiri atau produksi sendiri sudah sekitar 15 tahun. Dulu awal-awal saya bekerja ke Pak Aceng. Alhamdulillah, sekarang ada sekitar 25 orang yang membantu saya mengerjakan pembuatan angklung. Makanya bisa cepat pengerjaannya,” terang Kusmana.
Selain dijual secara online, ia juga kerap mendapatkan pesanan dari berbagai sekolah untuk pembelajaran seni musik, baik dari sekolah tingkat TK, SD, SMP, SMA, dan lainnya.
Kampung Angklung Kota Banjar
Ia juga menuturkan, dahulu wilayah Lingkungan Cibulan Kota Banjar dikenal sebagai Kampung Angklung, karena hampir kebanyakan warga bisa membuat alat musik tradisional khas Jawa Barat ini.
Adapun bahan baku angklung terbuat dari bambu hitam yang berasal dari Tasikmalaya. Karena menggunakan bahan bambu khusus dan pilihan, sehingga sangat berpengaruh terhadap harga yang dijualnya.
“Kalau bahannya biasa ada yang saya jual 75 ribu rupiah. Sementara itu, yang dari bahan bambu hitam saya jual mulai dari harga 200 ribu rupiah, 1,5 juta rupiah, hingga 6 juta rupiah untuk 1 unitnya, seperti ini yang akan saya kirim ke Sulawesi,” terangnya.
Kusmana menambahkan, untuk ketahanan angklung buatannya bisa mencapai 5 tahun lamanya.
Namun, hal itu pun tergantung dalam perawatannya. Jika angklungnya lembab dan basah, maka suaranya bisa berubah menjadi fals. Karena itu, perawatan sangat perlu agar nadanya tetap normal.
“Soal kualitas, tentu saja kita bisa bersaing. Apalagi banyak grosiran yang memang sudah lama ambil dari kita,” pungkasnya. (Muhafid/Koran HR)