Foto: Ilustrasi/ Istimewa Net
Ciamis, (harapanrakyat.com),-
Belum dikembalikannya 15 mobil dinas (Mobdin) milik Pemkab Ciamis yang kini masih berada ditangan mantan pejabat Ciamis yang sudah pensiun, memunculkan reaksi dari sejumlah kalangan. Mereka menilai jika Pemkab tidak berani menarik sejumlah mobil, sama saja telah membiarkan praktek korupsi terjadi.
Ketua LSM INPAM Kab. Ciamis, Endin Lidinilah, ketika ditemui HR Selasa, (07/01/2014), menegaskan, apabila Pemkab Cimais tidak segera menarik mobil tersebut, maka pihaknya sebagai masyarakat akan melaporkan hal itu ke aparat penagak hukum.
Sebab, menurut Endin, hal itu sudah masuk kedalam kategori tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam pasal 3 Undang-undang Tipikor No. 31 tahun 1999 junto Undang-undang No. 20 tahun 2001.
“Dalam pasal 3 Undang-undang Tipikor tersirat bahwa setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya, maka diancam pidana korupsi,” tegasnya.
Menurut Endin, mantan pejabat tersebut ketika mendapatkan mobil milik negara itu ketika mereka menjabat sebagai pejabat negara. “Artinya, dalam hal ini ada penyalahgunaan kewenangan yang menyebabkan negara dirugikan. Dengan begitu, jika sejumlah mantan pejabat itu tidak segera mengembalikan mobil dinas, maka pasal 3 UU Tipikor bisa menjeratnya,” tegasnya, kepada HR, Selasa (07/01/2014).
Endin melanjutkan, apabila mobil tersebut bisa ditarik sesegara mungkin, Pemkab Ciamis bisa membatalkan rencana pembelian mobil dinas pada tahun anggaran 2014 sebesar Rp. 4. 6 milyar.
“Kendaraan yang sekarang masih ditangan mantan pejabat itu masih layak pakai. Apabila mobil itu ditarik, bisa diserahkan kepada pejabat yang belum memiliki fasilitas mobil, namun dengan konsekuensi Pemkab harus membatalkan rencana pembelian mobil,” tandasnya.
Menurut Endin, anggaran Rp. 4,5 milyar tersebut lebih tepat dialokasikan untuk program yang langsung menyentuh masyarakat. “Untuk bantuan hibah ke Madrasah Diniyah saja cuma Rp 2,7 miliar, malah lebih besar untuk kepentingan mobil pejabat. Artinya, pembelian mobil dinas tidak urgent, kerena masih ada 15 mobil yang saat ini ditangan mantan pejabat,” tandasnya.
Hal senada diungkapkan Tokoh Pemuda Ciamis, Eka Muntaha. Dia menegaskan, pembelian mobil dinas baru bisa ditangguhkan apabila Pemkab bertindak tegas mau mengambil kendaraan dinas yang belum dikembalikan tersebut.
“Dengan demikian, alokasi pembelian kendaraan dinas baru bisa dianggarkan untuk program yang langsung menyentuh masyarakat. Sebab, selama ini program yang menyentuh dan membantu langsung ke masyarakat masih kurang optimal,” kata Eka, Minggu (05/01/2014).
Pemkab, kata Eka, harus berani mengambil mobil dinas yang belum dikembalikan mantan pejabatnya. “Karena mobil itu aset milik Pemkab. Kalau tidak berani mengambil kendaraan dinas tersebut, maka Pemkab sendiri yang memberi peluang mantan pejabatnya korupsi,” ungkapnya.
Menurut Eka, berdasarkan informasi yang diperolehnya, mengenai kendaraan dinas yang masih dikuasai sejumlah mantan pejabat, status kepemilikannya masih atas nama Pemkab Ciamis. Dengan demikian, tanggungan kewajiban, seperti pajak kendaraannya pun masih dibayar oleh pemerintah.
“Enak sekali para mantan pejabat yang belum mengembalikan kendaraan dinas itu. Pajaknya pun masih ditanggung pemerintah. Apabila Pemkab tidak segera bertindak, ini akan menimbulkan ekses yang besar,” tegasnya.
Apalagi, lanjut Eka, saat ini ada sebagian kendaraan dinas yang sudah dipinjam-pakaikan ke Kabupaten Pangandaran.“Tentunya, kendaraan dinas milik Pemkab Ciamis terus berkurang,” katanya.
Dihubungi terpisah, Ketua DPRD Ciamis, H. Asep Roni, menegaskan, jika merujuk kepada aturan yang berlaku, seharusnya kendaraan yang masih berada di mantan pejabat itu harus segera ditarik karena mobil tersebut adalah aset milik Pemkab Ciamis.
“Mantan pejabat tersebut sudah tidak berhak mengunakannya, karena sudah bukan lagi sebagai penyelenggara negara,” katanya, kepada HR, Selasa (07/01/2014).
Menurut Asep, apabila penguasan mobil dinas oleh mantan pejabat itu tidak ada aturannya, kenapa mereka tidak melakukan itikad baik dengan mengembalikannya kepada negara.
“Pertanyaan saya, apakah Pemkab Ciamis sudah menganggap mobil dinas dipakai oleh mantan pejabat sudah menjadi tradisi yang tidak tertulis?. Jika begitu, tentunya sudah menabrak aturan yang berlaku, karena menurut aturan bahwa mobil dinas hanya boleh dipakai oleh penyelenggara negara yang masih aktif,” ungkapnya.
Menurut Asep, kini tinggal menunggu ketegasan dari Pemkab Ciamis, apakah mobil dinas yang masih digunakan mantan pejabat tersebut akan ditarik atau dibiarkan. “Kalau saya nanti sudah tidak lagi menjabat sebagai Ketua DPRD, maka dengan kesadaran akan menyerahkan mobil dinas saya kepada negara. Karena saya berpendapat, mantan pejabat tidak berhak menguasai mobil dinas,” ucapnya.
Sementara itu, berdasarkan informasi yang dihimpun HR, terdapat 15 kendaraan dinas di lingkungan Pemkab Ciamis yang belum dikembalikan sejumlah mantan pejabat. Jenis mobil dinas tersebut, yakni Toyota Kijang tipe LGX dan LSX tahun rakitan 2003.
Sejumlah mobil dinas itu hingga sekarang masih belum dikembalikan para mantan pejabat pemegang kendaraan dinas tersebut. Padahal, saat ini Pemkab Ciamis mengaku masih membutuhkan kendaraan dinas.
Sebab, beberapa pejabat setingkat eselon III masih ada yang belum terfasilitasi kendaraan dinas. Selain itu, ada 22 mobil dinas dan ribuan motor yang saat ini berstatus pinjam pakai di Pemkab Pangandaran, setelah menjadi daerah otonom baru. (es/Koran-HR)