Sejumlah peserta mengikuti HIP yang digelar DPD II HTI Kota Banjar, di Gedung Dakwah Islam Banjar. Photo : Dok HTI Banjar
Banjar, (harapanrakyat.com),-
Dewan Pengurus Daerah (DPD) II Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Kota Banjar, Jawa Barat, menggelar Halqah Islam dan Peradaban (HIP), Minggu (2/2/2014), di Gedung Dakwah Islam Kota Banjar. Kegiatan HPI tersebut dihadiri sedikitnya 500 orang undangan, mulai dari kalangan pelajar, mahasiswa, guru, dosen, praktisi kesehatan (dokter dan perawat), tokoh masyarakat dan banyak lagi yang lainnya. Tema yang diusung DPD II HTI Kota Banjar pada acara HPI tersebut yaitu tentang ‘Pro Kontra Kebijakan JKN oleh BPJS’.
Dalam sambutannya, perwakilan DPD HTI Kota Banjar, Ust. Zaenal Arifin, S.Sos, menyatakan, sejak lama HTI menolak kebijakan tersebut, tepatnya sejak bergulirnya Undang-undang Sistem Jamnan Sosial Nasional (SJSN) tahun 2004. Melalui HPI, kata Zaenal, HTI konsisten untuk terus menolak kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang digulirkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Pada kesempatan sama, perwakilan HTI lainnya, Ust. Tasudin, menyampaikan, segala sesuatu harus ditimbang dari sudut pandang Islam. Seorang pemimpin adalah penjaga yang bertanggung jawab dalam menjaga rakyatnya.
Menurut Tasudin, SJSN bersipat asuransi atau bisnis. Maka, yang dijamin adalah mereka yang menjadi anggota. Dan tidak semua dijamin oleh BPJS, diantaranya, wabah dan bencana alam. Dia juga menuturkan, frasa miskin mestinya dikembalikan lagi pada paradigma awal yaitu bahasa arab. Selain itu, bagi warga negara yang ngotot tidak ikut JKN, akan diberikan sangsi, berupa teguran, denda hingga pidana.
Lebih lanjut, Tasudin mengajak, agar masyarakat melakukan perubahan, dengan cara menjelaskan kepada masyarakat yang lain, tentang bagaimana tanggung jawab negara terhadap rakyatnya.
Dia menjelaskan, Undang-undang adalah tata aturan yang dilegislasi oleh pemerintah, sehingga akan menjadi sebuah kebijakan yang akan diterapkan kepada seluruh masyarakat. Namun yang menjadi masalah, kata Tasudin, setiap kebijakan merupakan hasil keputusan yang tanpa didasarkan pada pandangan islam, tapi lebih berdasarkan pada kepentingan.
Tasudin menghimbau, masyarakat perlu melihat semua perkara dengan sudut pandang islam. Apapun itu. Yang harus menjadi prinsipnya adalah halal dan haram. Masyarakat perlu berupaya mengubah lingkungan, dan tidak membiarkan kemungkaran.
Sementara itu, Praktisi Kesehatan, dr. Agus, mengatakan, JKN merupakan bentuk perlindungan kesehatan bagi setiap warga negara. Prosesnya bertahap, mulai dari tahun 2014 sampai tahun 2019.
Menurut Agus, semua warga negara terjamin dari sisi kesehatan. Polanya dengan bentuk kegotong-royongan (iuran), bahasa kerennya asuransi. Dengan sistem ini, kata dia, pemerintah mendorong kemandirian masyarakat.
Karena sifatnya gotong-royong, kata Agus, maka pesertanya harus membayar. Yang dibayar antara lain, pelayanan primer dan pelayanan tingkatlanjut. Peserta juga akan diwajibkan membayar iuran.
Soal klasifikasi peserta JKN dari kalangan menengah ke bawah, menurut Agus, Dinas Kesehatan tidak mempunyai kewenangan untuk melakukannya. Yang berwenang adalah BPJS. Namun begitu, sebagai seorang dokter, Agus juga merasa didzalimi. Alasannya, karena gaji PNS yang diterimanya harus dipotong untuk iuran bulanan oleh BPJS. (Deni/R4/HR-Online)