Acim (68), penjual sapu lidi, warga dusun Jajawar, RT. 04/01, Desa Jajawar, Kecamatan Banjar, tampak tengah membuat sapu lidi yang akan dijualnya. Foto: Hermanto/HR
Banjar, (harapanrakyat.com),-
Meskipun kulit sudah keriput, fisiknya sudah renta, serta tubuhnya membungkuk, dan langkahnya pun tidak cekatan lagi seperti dulu, namun semua itu bukan menjadi penghalang bagi Acim (68), warga dusun Jajawar, RT. 04/01, Desa Jajawar, Kecamatan Banjar.
Kondisi seperti itu justru menjadi sebuah lecutan semangat untuk membuktikan bahwa keadaan fisik yang sudah sepuh, tetapi dia mampu bertahan tanpa harus mengandalkan belas kasih dari orang lain.
Setiap hari Acim menghabiskan waktunya dengan rutinitas menjajakan sapu lidi di sudut jalan perkotaan seputar wilayah Kota Banjar. Terkadang tangannya bergetar karena harus menahan beban sebanyak empat atau lima buah sapu lidi yang dijajakannya.
Dari semua keterbatasan itu, kakek Acim tetap tegar dan pantang menyerah dalam mengarungi kehidupan yang sangat keras ini. Menurut dia, pekerjaan yang telah dilakoninya selama kurang lebih lima tahun itu selalu disyukurinya. Dia pun mempunyai prinsip, bahwa hidup jangan tergantung pada orang lain.
“Walaupun serba kekurangan, tapi saya tidak mau merepotkan orang lain, dan saya tidak akan pernah mengemis,” kata Acim, saat ditemui HR di salah satu sudut jalanan Kota Banjar, Senin siang (10/02/2014).
Satu sapu lidi yang dijajakannya dijual dengan harga Rp. 3000. Jika sedang ramai, dia bisa mendapatkan penghasilan Rp. 25.000 dalam sehari. Namun, jika sedang sepi Acim hanya mampu mendapatkan Rp. 6000 saja, atau bahkan tidak laku sama sekali alias zonk.
Pada saat HR tengah berbincang dengannya, datang seorang ibu dengan menggunakan sepeda motor dan membeli dua buah sapu lidi. Acim pun melayani pembelinya itu dengan ramah.
Pembeli tersebut bernama Yani Suryani (39), warga Lingkungan Cimenyan, Kelurahan Mekasari, Kecamatan/Kota Banjar. Yani mengaku sangat salut terhadap kegigihan Acim. Meski usianya sudah tua, namun dia tetap bersemangat menjajakan sapu lidi.
“Saya membeli dua sapu lidi darinya, karena jujur saja saya sangat salut dengan kegigihannya, padahal usianya sudah sepuh, namun dia tetap bertahan jualan sapu lidi,” kata Yani.
Dalam menjalani usahanya itu, terkadang Acim kesulitan saat mengikat lidi satu demi satu hingga akhirnya berbentuk sapuk. Bagi Acim, memang perlu keuletan dan ketelitian saat membuatnya. Maklum saja, selain matanya yang sudah sedikit rabun, juga tangan sudah terasa lemah.
Panasnya terik matahari siang itu tak menyurutkan semangatnya untuk tetap melanjutkan berkeliling menyusuri jalan sambil menjajakan sapu lidi buatannya. Semangat Acim kiranya pantas dijadikan contoh oleh semua pihak, khususnya generasi muda. Sebab, seberat apapun pekerjaan jika dikerjakan dengan ikhlas pasti semuanya akan menjadi mudah. (Hermanto/Koran-HR)