Lahan sawah yang tertimbun longsoran sampah TPSA Cibeureum, Kota Banjar . Photo: Eva Latifah/HR
Banjar, (harapanrakyat.com),-
Musyawarah antara pihak Dinas Ciptakarya Kebersihan Tata Ruang dan Lingkungan Hidup (DCKTLH) kota Banjar, dengan yang “konon” disebutkan pemilik lahan, telah dikabarkan tak kunjung berkesimpulan.
Hal itu tentu saja tak akan menemui titik temu, sebab, penelusuran HR, warga yang diundang pertemuan itu ternyata tidak semuanya dihadiri pemilik lahan, melainkan kebanyakan para penggarap lahan.
Selain ganti rugi lahan yang terkena longsoran material sampah beberapa waktu lalu, pihak DCKTLH kota Banjar pun berniat untuk membeli sejumlah lahan yang terkena dampak longsoran tersebut. Namun, kejanggalan pun terjadi kembali. Pemilik yang mempunyai lahan terluas hingga kini tak pernah diundang dalam musyawarah tersebut.
Penelusuran HR pun menemukan kealotan musyawarah ditenggarai atas niatan pihak DCKTLH yang akan membeli lahan terdampak. Pembelian areal terdampak itu ditujukan agar dikemudian hari bila terjadi longsoran lagi, masyarakat tidak akan dirugikan.
Selain itu, TPA Cibeurem telah direncanakan oleh pihak DCKTLH untuk dilakukan perluasan. Sebab, areal penimbunan sampah yang menggunakan metode Sanitary Landfield, saat in memerlukan perluasan lahan.
Perluasan lahan TPA Cibeurem akan diarahkan kepada sejumlah lahan yang acapkali terkena dampak longsoran sampah, yaitu areal yang kini dikabarkan alot, baik dalam ganti rugi maupun rencana pembelian.
Narasumber HR, pemilik lahan terluas mengaku, hingga kini dirinya maupun ibunya tak merasa pernah mendapatkan undangan dari pihak Pemerintahan Desa Cibeurem yang menjadi fasilitator dengan pihak DCKTLH.
“Saya dan keluarga tak mempermasalahkan besaran ganti rugi akibat longsoran beberapa waktu lalu. Akan tetapi, meminta pihak DCKTLH atau Pemkot Banjar untuk mempertimbangkan pembelian tanah keluarga kami,” ungkap sumber HR (05/5), yang enggan namanya dipublikasikan.
Menurutnya, permintaan pembelian lahan milik keluarganya itu, mengingat pula keterbutuhan lahan bagi pengembangan areal penimbunan sampah di TPA Cibeurem. Selain itu, dirinya dan keluarga sangat mengapresiasi pihak Pemkot Banjar melalui DCKTLH yang akan membeli lahan demi kepentingan umum, yaitu untuk pengelolaan sampah.
“Sebenarnya saya telah bertemu dengan pihak DCKTLH melalui Kabid Kebersihan, baik membicarakan ganti rugi dan rencana pembelian lahan. Dan harga pengajuan dari keluarga kami telah diutarakan,” jelas sumber HR.
Ditanya mengenai pengajuan harga penjualan, yang konon disebutkan para pemilik lahan hingga mencapai Rp. 2,5 juta- Rp 5 juta per-bata, sumber HR mengaku tak pernah mengajukan penawaran harga setinggi itu.
“Bisa dikonfirmasi ke pihak DCKTLH apakah benar keluarga kami pernah mengajukan harga sebesar itu. Dan saya pastikan itu tak pernah diajukan,” tegasnya.
Sumber HR pun terheran-heran saat disebutkan bahwa pengajuan harga tersebut, diajukan oleh pihak keluarganya dalam musyawarah beberapa waktu lalu.
“Bagaimana kami bisa mengajukan harga setinggi itu. Diundang saja tidak, setahu saya katanya penggarap tanah yang datang, dan tak pernah mengkonfirmasi mengenai besaran ajuan harga kepada kami,” ungkapnya.
Didesak berapa besaran ajuan harga ke pihak DCKTLH, sumber HR enggan menjawabnya. “Hal itu bisa ditanyakan saja ke Pak Kabid,” ucapnya singkat.
Adanya perbedaan harga ajuan pihaknya, dengan hasil musyawarah beberapa waktu lalu itu menjadi tanda tanya besar, ada apa dibalik tidak seiramanya pengajuan harga. Menjawab hal itu, sumber HR pun mengaku sempat ditelepon orang yang mengaku dari Pemdes Cibeurem yang menyebutkan ada orang yang berani membeli lahannya per-bata sebesar Rp. 500 ribu.
“Jadi kalau dimusyawarah pengajuan harga ke pihak kebersihan menjadi 2,5 juta hingga 5 juta rupiah, anda bisa menafsirkannya sendirikan,” katanya balik bertanya kepada HR.
Sementara itu, Kabid Kebersihan DCKTLH kota Banjar, Asno Sutarno SP.MP., saat dikonfirmasi bahwa sumber HR telah dua kali bertemu pihaknya, Asno membenarkan pertemuan tersebut.
“Pertama saat membahas ganti rugi dan rencana pembelian tanah, dan pertemuan kedua hari ini (senin, 5/05), keluarga pemilik menyerahkan fotocopy SPPT tanah. Hal itu untuk mengetahui luasan tanah miliknya, dan ternyata memang terluas di areal tersebut,” jelasnya.
Saat ditanya apakah benar pemilik lahan tak mengajukan harga seperti terlontar di musyawarah beberapa waktu lalu, Asno membenarkan hal itu. “Pemilik hanya mengajukan harga satu juta rupiah per-batanya. Namun, harga itu disamakan baik untuk areal pesawahan atau pun tanah darat. Istilahnya mereka minta harga digebud, tidak ada perbedaan,” ucapnya.
Pihaknya sebenarnya telah berkomunikasi dengan tiga pemilik lahan, bukan dengan para penggarap yang hadir di musyawarah dan mengajukan harga pembelian yang fantastis. Menurut Asno, ketiga pemilik lahan tersebut ternyata tidak mengajukan harga penjualan tanah semahal seperti yang pernah terlontar di media dan pertemuan beberapa waktu lalu.
“Yang jelas kami akan segera memperoses harga penjualan rasional, dengan begitu pihak Pemkot melalui DCKTLH tidak akan dipersalahkan dikemudian hari. Dan nanti yang memproses itu pihak panitia pembebasan, bukan pihak kami, karena aturannya seperti itu,” tukasnya. (SBH/Koran-HR)