Kegiatan Studi Banding PHRI Pangandaran di Jimbaran, Kabupaten Badung, Propinsi Bali. Photo: Madlani/ HR
Laporan Wartawan HR, Madlani dari Bali
Bali, (harapanrakyat.com),-
Sekretaris Dinas Pariwisata Kabupaten Badung, Provinsi Bali, Helinawati, SH, mengatakan, masyarakat menghormati keberagaman hubungan manusia dengan tuhannya, manusia dengan sesama, manusia dengan lingkungan, dengan kata lain Tri Gita Karana.
“APBD kita pro rakyat, arah dan tujuannya mensejahterakan rakyat sesuai dengan 5 prinsip dasar, yaitu pro Growth (pertumbuhan), pro job (pekerjaan), pro poor (kemiskinan), pro culture (budaya), pro environment (lingkungan),” jelas Helina, saat PHRI dan Pemkab Pangandaran, melakukan kunjungan ke Dinas Parawisata Kabupaten Badung, Provinsi Bali, Selasa (25/11/2014).
Helina menjelaskan, Kabupaten Badung memiliki luas wilayah 418,52 kilometer atau 7,43 persen luas Pulau Bali. Sesuai dengan karakter Keris, melambangkan (keperkasaan, jiwa ksatria, semangat pantang menyerah), mempunyai konsep harmonisasi yaitu melestarikan lingkungan hidup.
Lebih lanjut, Helina mengutarakan, dari 36 daerah obyek wisata yang ada di Kabupten Badung, hanya 4 tempat objek wisata yang ditarik retribusinya oleh Dispenda. Target pendapatan dari tiket masuk Rp. 21 milyar pertahun, dan apabila ditambah dari pajak hotel, restaurant serta sektor wisata lainnya sebesar Rp. 2,7 trilyun pertahun atau sekitar 64 persen dari total PAD di Provinsi Bali.
“Kebijakan di Pulau Bali 90 persennya ada di Badung. Dari hasil PAD pajak hotel dan restaurant Badung menyumbang sebanyak 15-20 persen untuk daerah lain yang kurang PAD nya,” katanya.
Selanjutnya, daya tarik desa wisata dari 11 desa wisata yang dikembangkan di daerah utara Badung, semuanya tidak merubah lingkungan. Lingkungan tetap dengan keasriannya. Karena disana ada kelompok sadar wisata (kadarwis) yang melakukan pembinaan sapta pesona dan pendidikan.
“Pemda tidak mengelola obyek wisata ataupun event-event. Tetapi lebih pada promosi, monitoring, pembinaan dan pengarahan program saja, pengelolaannya sepenuhnya oleh Desa adat. Bagi hasil dari sharing PAD yaitu 75 persen untuk desa adat dan 25 persen masuk ke khas daerah. Desa adat diberikan kewenangan penuh untuk pengelolaannya. Dinas hanya memeriksa dan tidak menyentuh keuangannya karena langsung ke Dispenda. Hal itu untuk meminimalisir kebocoran,” tandasnya. (Mad/Koran-HR)
Berita Terkait
PHRI Pangandaran Adopsi Pengelolaan dan Kebijakan Pariwisata Bali
Inilah Alasan PHRI dan Pemkab Pangandaran Studi Banding ke Bali
Begini Cara BP-KP2K Bali Mengelola Kawasan Kuliner Sea Food