Pret! Pret! Pret! Pret!. Nyaring trompet terdengar dari setiap penjuru pusat keramaian mulai rumah, jalanan, alun-alun yang ada di Kota Banjar. Dan bunyi bising itulah yang selama ini menghidupkan suasana malam tahun baru.
Bunyi sama pula yang menghidupi Iwan (36), dan puluhan Pedagang Trompet asal Cirebon, yang pada malam tahun baru 2012 kemarin, mangkal di sekitar Alun-alun Langensari dan Kota Banjar.
Kota asal dimana Iwan dan pedagang trompet lainnya lahir, merupakan kampung pembuat trompet. Geliat penghidupan dari trompet, yang disebut sompret oleh warga Tegalan Cirebon, begitu terasa setiap menelusuri pusat keramaian, pada malam tahun baru.
Pada kesempatan itu, HR berhasil mendengar cerita Iwan, soal kampung halamannya. Di kampung yang berjararak 15 kilometer arah barat pusat Kota Cirebon itu, rumah-rumah penduduk dipenuhi aneka warna dan ukuran trompet.
Aktifitas membuat trompet bisa didapati di setiap rumah. Laki-laki dan perempuan berbagai usia sibuk menghias trompet, mengelem kertas kado bekas untuk selubung trompet, memotong hiasan rumbai-rumbai dan mengecek satu-persatu suara trompet dengan meniupnya. Pret! Pret! Pret!
“Kalau Bunyinya tak enak, ya harus diganti. Pasti ada yang kurang pas,” ucap Iwan, pembuat dan pedagang trompet. Menjelang tahun baru ini, ia menjual dan menerima pesanan sampai 30 kodi atau 600 trompet dari sejumlah daerah.
Menurut Iwan, setiap tahun, geliat membuat trompet dimulai sejak 3-4 bulan sebelum pergantian tahun. Bahkan, ada warga yang mulai membuat trompet sejak Juni. Pada akhir tahun seperti sekarang, kampungnya menjelma menjadi pabrik raksasa trompet.
Tak hanya menerima pesanan dari Pulau Jawa, seperti Jakarta, Bandung, Brebes, dan Purwokerto, pembuat sompret Tegalan juga menerima pesanan dari Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, Sumatra Utara, Kalimantan Tengah, hingga Sulawesi Selatan.
Untuk tahun baru kali ini, lanjut Iwan, jumlah produksi trompet meningkat dibandingkan dengan tahun lalu. Kebahagiaan Iwan dan warga Tegalan lainnya berkat trompet tak bisa dipisahkan dari tradisi membuat mainan yang jadi roh kehidupan warga sejak 1960-an.
Bahkan, menurut sumber HR lainnya, separuh dari total 600 keluarga di Tegalan adalah pembuat dan pedagang mainan tradisional, termasuk sompret. Karena itu, keahlian membuat trompet mengakar sejak lama.
Iwan (36), pembuat dan pedagang trompet asal Cirebon, betul-betul paham darimana asal-muasal kekuatan kreatifitas warga di kampungnya. Lebih-lebih dalam membuat kreasi terompet. Yang pasti, warga awam di kampung Tegalan juga sulit menggambarkan bagaimana kreatifitas itu kemudian menjadi andalan bagi kehidupan sehari-hari mereka.
Menurut Iwan, warga di kampung Tegalan memiliki kemampuan kreasi dalam membuat mainan anak-anak, berbahan kertas, tanah liat, kaleng, spons, karet dan bahan lain yang umumnya dari barang bekas/ sisa.
Kemudian, dengan berbagai cara, kemampuan/ kreatifitas membuat mainan merasuki warga, menularkan karya dan kreasi dalam memanfaatkan barang-barang yang seringkali dianggap tidak berguna oleh orang lain. Energi kreatif itu juga yang tertanam dalam diri Iwan dan warga kampung trompet lainnya.
Permintaan Terompet Terus Meningat
Setiap tahun permintaan terompet dirasakan warga tegalan terus meningkat. Apalagi, jenis terompet yang dihasilkan ampung itu selalu disesuaian dengan selera pasar yang terus berubah. Kreatifitas untuk menciptakan bentuk-bentuk baru seakan tak pernah surut.
Jika dulu hanya dikenal satu jenis terompet berbentuk erucut panjang, kini modelnya sudah jauh berkembang dan variatif. Selain model-model yang dijajakan Iwan, ada pula yang bentuk seperti ayam, burung, saxophone, hingga tokoh kartun Spongebob Squarepants. Bahan pembuatnya pun ta hanya dari kertas dan arton, melainkan sudah mengombinasikan plastik dan karet spons.
Karena model-midelnya terus mengikuti perkembangan zaman, wilayah pemasaran terompet asal Tegalan telah meluas. Bukan lagi hanya di sekitar Cirebon, DKI Jakarta, Bandung dan Banjar, melainkan sudah ke luar Jawa, seperti Sumatra, Kalimantam dan Sulawesi.
Akibatnya, setiap akhri tahun, kampung kecil dimana Iwan dilahirkan, disesaki berbagai kendaraan dari luar kota, mulai dari sepeda motor, mobil bak terbuka, minivan dan truk yang memborong terompet di setiap rumah warga. Biasanya, kata Iwan, para pedagang mulai ramai memborong sejak awal Desember hingga sepekan sebelum tahun baru.
Dari usaha musiman itu, produksi kerajinan terompet bisa memberikan keuntungan bagi Iwan dan pengrajin terompet lainnya, mencapai antara Rp. 5 hingga 6 juta.