(Kisah Tanah Timbul di Desa Pamotan)
Ciamis, (harapanrakyat.com),– Rencana eksplorasi darat tambang pasir besi di salah satu area Desa Pamotan, Kecamatan Kalipucang, ternyata menyimpan sepenggal cerita dari kedigdayaan alam semesta. Betapa tidak, calon lokasi eksplorasi berada di tanah timbul yang notabene merupakan warisan letusan Gunung Galunggung pada tahun 1982 lalu.
Letusan Galunggung pada waktu itu tidak hanya memuntahan jutaan metrik ton Abu Vulkanik. Gunung yang berlokasi di Tasikmalaya ini pun memuntahakan lahar panas keberbagai wilayah sekitar. Salah satunya muntahan lahar panas yang membawa material pasir, mineral dan bebatuan ini memasuki aliran laut pantai Selatan Ciamis dan bermuara di Desa Pamotan dan Desa Bagolo, Kalipucang.
Tak pelak bebatuan, pasir, mineral tersebut kemudian bersedimentasi di harim pantai membentuk daratan baru di dua desa tersebut. Daratan baru inilah yang dinamakan tanah Timbul. Berbekal dari material letusan gunung berapi, tanah timbul inipun disinyalir jadi calon lokasi penambangan pasir besi. Namun lain Bagolo, lain pula Pamotan. Pamotanlah yang santer akan dijadikan calon lokasi eksplorasi.
âJauh sebelum letusan gunung Galunggung tahun 1982 pun sudah terjadi tanah timbul gelombang pertama sejauh 1,4 kilometer dari harim pantai. Tanah timbul kedua terjadi pasca letusan menyisakan hamparan tanah di Pamotan seluas 32 Ha dan di Bagolo seluas 60 Ha. Tak aneh Nusa Were yang dulu berlokasi di tengah laut kini berada di daratan. Dampak letusan tersebut sangat fenomenal membentuk tanah timbul,â ungkap Kasi Pemerintahan Kecamatan Kalipucang Tjomi Suryadi pada HR, Kamis (01/03).
Tjomi menambahkan saat ini tanah timbul di bibir pantai Desa Pamotan setiap tahunpun bertambah. âApalagi kini, setiap tahun luas daratan di Pamotan bertambah sepanjang 27 meter, akibat curah hujan tinggi mengakibatkan sedimentasi di bibir pantai tinggi juga. Ujungnya luas tanah timbul bertambah,â ujarnya.
Di tanah Timbul tersebut, imbuh Tjomi kini didiami sekitar 70 KK yang terbagi menjadi dua Rukun Tetangga (RT).
âTanah Timbul di Pamotan kini dihuni 70 Kepala Keluarga yang terdiri dari dua RT,â imbuhnya.
Lantas bagaimana dengan status tanah timbul yang ditengarai jadi batu sandungan para investor mengantongi izin eksplorasi dan eksploitasinya?.
âTanah Timbul berstatus tanah negara, kalau ingin di eksplorasi bahkan dieksploitasi harus di redist terlebih dahulu. Biar jelas kepemilikannya. Dari status tanah negara menjadi hak milik perorangan. Namun proses redist biasanya menempuh waktu selama 20 tahun. Saat ini kami baru menerima SK garapan atas lahan tersebut dari Bupati. Disusul penerbitan SPPT tanahnya. Warga boleh menggarap tanahnya tapi harus membayar kewajiban pajaknya,â ungkap Camat Kalipucang saat itu, Kiswaya.
Lepas dari masalah status tanah yang harus di redist, Kiswaya menuturkan bahwa pihak investorpun harus membayar kompensasi berupa pembangunan tambak untuk nelayan dan menjaga habitat magrove.
âSelain status tanah, investorpun harus mau memberikan kompensasi pembangunan tamabak dan menjaga habitat mangrove.â Ungkapnya.
Kepala Desa Pamotan, Endi, yang dihubungi terpisah, kepada HR, Rabu, (1/03) di Pamarican, mengungkapkan bahwa pihaknya akan menyerahkan urusan eksplorasi dan eksploitasi kepada Pemkab Ciamis.
âBagaimana Pemkab Ciamis dan warga saja, karena khusus untuk di Pamotan agak sulit di pecahkan karena berkaitan dengan status tanah, kalau saya hanya fasilitator saja,â pungkasnya. (Dk/Dn)