Pasar Banjar sudah berdiri megah. Pasar tradisional dengan bangunan modern, hidup kembali sebagai pusat perdagangan dengan menghabiskan biaya Rp. 20 miliar lebih. âWelfareâ dengan sendirinya kesejahteraan akan meningkat asal para pedagang pasar Banjar harus mau merubah pola pikir (mindset). Pemkot Banjar telah membangun dengan biaya besar untuk menghidupkan sebuah kota yang sejajar dengan kota lain di negeri ini.
Oleh: Dede Tito Ismanto
Pasar Banjar yang dulunya terkesan kumuh, kini mulai berdiri megah bagaikan pasar modern. Pasar yang akan menjadi salah satu kebanggaan masyarakat Kota Banjar ini diharapkan akan memberikan daya tarik tersendiri untuk kemajuan perekonomian di Kota Banjar.
Harus kita akui bersama, Kota Banjar telah melewati fase âsomethingâ, atau ada sesuatu di Kota Banjar, dari yang tadinya tidak ada sekarang menjadi ada. Periode pertama Walikota Banjar adalah periode dimana sedang gencar-gencarnya membangun infrastruktur kota. Gedung-gedung pemerintahan kini sudah selesai dibangun, kantor-kantor pelayanan publik kini sudah tersedia, jalan dan jembatan kini sudah lebih baik dan lain sebagainya. Memasuki kepemimpinan walikota periode kedua adalah fase âinterestingâ, adalah fase atau tahapan bagaimana menjadikan Kota Banjar mempunyai daya tarik untuk tujuan investasi, bisnis dan wisata. Revitalisasi pasar adalah salah satu upaya untuk itu.
Sebagaimana kota-kota lainnya yang lebih dulu maju dalam hal penataan pasar tradisional dan PKL, tengok saja Kota Surakarta atau lebih dikenal dengan sebutan Kota Solo. Tampak nyata perubahan di kota Solo yang berkembang menjadi kota modern namun tetap mempertahankan tradisi Jawa-nya. Bukan hanya keramahan warganya, Kota Solo adalah bukti nyata keberpihakan Pemerintah Kota pada ekonomi kecil dan sebaliknya bukan kepada para kapitalis. Tercatat ada sembilan pasar tradisional dengan konsep modern. Padahal luas wilayahnya 2,5 kali lebih kecil dari Kota Banjar.
Bila di kota-kota lain banyak pasar tradisional jadi mall, di Solo justru pasar tradisional makin eksis menggerakkan ekonomi rakyat. Bukan hanya pasar Klewer yang melegenda, pasar-pasar tua dan tradisional lainnya tetap eksis. Di Solo misalnya ada Pasar Klithikan, pasar khusus PKL yang menjual barang bekas, ada juga Pasar Gedhe Hardjonegoro yang lebih modern yang menjadi ikon kota, dll.
Di kota Solo, kita akan melihat penataan PKL dan pedagang kecil lainnya dengan rapi dan tidak menambah kesemrawutan kota. PKL di Solo tidak hanya dipandang sebagai penghambat jalan atau membuat kotor kota, tetapi juga diperdayakan sebagai penggerak ekonomi rakyat. PKL dan pedagang lainnya direlokasi serta ditata dengan menyiapkan sarana dan prasarana dengan pendekatan budaya lokal.
Fase selanjutnya untuk Kota Banjar adalah âsatisfactionâ, adalah tahap bagaimana kita bisa membuat nyaman dan memberikan kepuasan kepada para wisatawan/tamu yang datang ke Kota Banjar. Dalam hal pasar tradisional, bercermin pada kesuksesan Kota Solo diatas, mau tidak mau para pedagang pasar Banjar termasuk PKL didalamnya harus bisa merubah kebiasaan/budaya yang buruk menjadi lebih baik. Bagaimana caranya para pedagang bisa menjaga kebersihan pasar, ketertiban, keamanan dan kenyamanan pasar, itu adalah tugas kita bersama untuk mewujudkan Pasar Banjar sebagai tempat berbelanja yang nyaman sebagaimana kita sedang berbelanja di pasar-pasar modern. Untuk itu keberadaan Pasar Banjar khususnya dan pasar-pasar tradisional pada umumnya harus sudah siap untuk berkompetisi dengan keberadaan pasar-pasar modern. Meskipun saat ini di Kota Banjar keberadaan pasar modern sudah dibatasi dengan adanya Peraturan Walikota (Perwal) No.511.24/Kpts.51-BPMPPT/2010 tentang Penghentian Sementara Pemberian Izin Toko Modern di Kota Banjar. Bukan tidak mungkin, jika kondisi pasar-pasar tradisional sudah memungkinkan untuk siap bersaing, Perwal tersebut akan dicabut.
Untuk bisa bersaing dengan pasar-pasar modern, tentunya kita harus melaksanakan apa-apa yang sudah menjadi keunggulan pasar-pasar modern. Pertama, masalah kebersihan, keamanan dan kenyamanan. Dengan kondisi bangunan yang baru sekarang dengan nuansa modern, tentunya masalah kebersihan dan kenyamanan harus menjadi perhatian utama, kesan pasar kumuh harus tidak ada lagi. Pengunjung yang datang ke pasar Banjar harus mendapatkan kesan yang memuaskan, merasa aman dan nyaman. Testimoni-testimoni yang positif tentang pasar Banjar dari mereka yang sudah berkunjung tentunya akan menjadi sarana promosi gratis untuk menarik pengunjung yang lebih banyak lagi.
Kedua, masalah harga. Dalam pasar modern, konsumen tidak perlu diperhadapkan dengan kebingungan berapa harga dari setiap produk yang ingin dia beli karena harga telah dicantumkan dalam setiap produk yang mereka tawarkan tapi di pasar tradisional harus menjadi daya tarik karena harga yang bisa âsedikit lebih murahâ dan juga masih memungkinkan untuk tawar-menawar dalam menjual dan membeli suatu produk untuk mencapai kesepakatan harga yang diinginkan kedua belah pihak. Atau antara lain antara pihak penjual dan pembeli sama-sama tidak dirugikan.
Kalau kondisinya sudah seperti itu, pasar yang bersih, aman dan nyaman, harganya murah, komoditinya beraneka ragam, kita sama-sama yakin pasar banjar akan menjadi salah satu tujuan wisata belanja di Kota Banjar. ***