Kampus Sekolah Tinggi Agama Islam Miftahul Huda Al Azhar (STAIMA) Citangkolo Kota Banjar. Photo: Muhafid/HR
Berita Banjar, (harapanrakyat.com),-
Bagi sebagian kalangan lulusan kuliah yang berbasis agama Islam mengharapkan gelar yang dimilikinya mendapatkan sambutan baik dari masyarakat secara umum. Akan tetapi mereka harus menerima gelar dengan “Islam” yang menempel pada gelarnya. Hal itu berbeda dengan kampus umum yang tidak mencantumkan nama Islam dalam gelar sarjana.
Melihat kondisi demikian, Kementrian Agama (Kemenag) mencari solusi tepat untuk menjawab perihal tersebut agar tidak terjadinya dikotomi gelar sarjana antara yang menggunkan titel Islam, dan yang tidak mencantumkannya karena perbedaan latar belakang kampus.
Melalui Peraturan Menteri Agama Nomor 33 Tahun 2016 tentang Gelar Akademik Perguruan Tinggi Keagamaan, yang dikeluarkan pada hari Senin (09/08/2016), dimana secara resmi Kementrian Agama menghapus kata “Islam” pada mahasiswa lulusan sarjana, magister dan doktor yang menempuh pendidikan Islam di perguruan tinggi Islam.
Menanggapi regulasi baru tersebut, Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Miftahul Huda Al Azhar (STAIMA) Kota Banjar, KH. Muslih Abdurrohim, M.Pd.I., menyambut baik kabar gembira itu.
“Alhamdulillah, kabar tersebut membawa angin segar untuk pendidikan perguruan tinggi Islam saat ini,” ucapnya, ketika ditemui HR, Selasa (23/08/2016) lalu.
Dia menilai, kebijakan baru itu merupakan upaya yang dilakukan pemerintah untuk memberikan nilai positif bagi sarjana Islam. Pasalnya, gelar akademik Islam yang menempel pada lulusan kampus Islam kerap menjadi sebuah pembeda yang sangat jelas.
Dengan adanya regulasi tersebut, maka sekarang sudah tidak ada lagi yang perlu dirisaukan soal gelar akademik Islam, karena nanti sama gelarnya seperti sarjana lain yang bukan berlatarbelakang lulusan kampus Islam.
Menurut Muslih, regulasi baru itu berlaku untuk lulusan sarjana yang kini mahasiswanya baru masuk kampus. Sedangkan, bagi mahasiswa yang sudah lebih dahulu masuk, belum ada regulasi yang mengaturnya.
“Kita tunggu saja peraturannya dari Kementrian Agama Pusat. Dengan aturan baru ini, tidak serta mulus untuk semua mahasiswa yang hendak mendapatkan gelar tersebut. Pasalnya, mereka harus melalui beberapa persyaratan guna menguji kompetensi mereka secara nasional,” kata Muslih, yang juga pengasuh Ponpes Miftahul Huda Al Azhar Citangkolo, Kota Banjar. (Muhafid/Koran HR)