Kepala Seksi Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinkes Kota Banjar, Rusyono, saat memberikan materi kepada para peserta pelatihan pangan industri rumah tangga di Aula Puskesmas Pataruman I. Photo: Muhafid/HR.
Berita Banjar, (harapanrakyat.com),-
Demi menjaga kualitas serta kesehatan produksi makanan olahan industri rumahan warga, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Banjar, mengadakan palatihan keamanan pangan bagi industri rumah tangga pangan Kota Banjar, bertempat di Aula Puskesmas Pataruman I, Selasa (20/09/2016).
Sebanyak 20 warga pemilik industri rumahan di Kota Banjar mengikuti kegiatan tersebut. Padahal, berdasarkan undangan dari pihak penyelenggara, seharusnya pelatihan itu diikuti oleh 28 orang.
Berdasarkan informasi yang diterima Koran HR dari pihak panitia, sebelum mengikuti pelatihan, peserta diwajibkan mengikuti pre test dengan puluhan pertanyaan berupa pilihan ganda. Hal itu untuk menguji pengetahuan umum, terkait makanan.
Kemudian, usai pelatihan, para peserta juga diwajibkan melakukan pro test lagi guna mengetahui hasil pengetahuan mereka setelah mengikuti pelatihan. “Kalau nilai pre test dan pro test minimal 60, itu bisa menjadi bekal peserta untuk mendapatkan label Pangan Industri Rumah Tangga atau PIRT yang kami keluarkan. Namun, jika belum mencapai 60, maka mereka harus mengulang kembali,” terang Yadi Setiadi, S.Km., selaku panitia penyelanggara.
Yadi menegaskan, bahwa semua industri rumahan yang ingin melebarkan sayap dalam usahanya, perlu memiliki PIRT. Karena, dengan dikeluarkannya PIRT, berarti kualitias dan keamanan produsen terjamin, sehingga konsumen menjadi lebih yakin akan keamanan makanan tersebut.
“Usaha makanan yang bertahan hingga 7 hari lebih yang kita latih saat ini. Setelah mendapatkan pemahaman dari pemateri yang sudah bersertifikat dari Balai POM, mereka akan leluasa menjual produknya ke luar daerah Banjar,” kata Yadi.
Kepala Seksi Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), Rusyono, menambahkan, bahwa pihaknya mencatat ada sekitar 200 industri rumah tangga yang ada di Banjar. Namun, hingga saat ini masih banyak yang tidak melakukan pendaftaran ulang untuk mendapatkan PIRT.
“Bukti kecilnya, kita undang 28 justru 20 yang hadir. Hal ini menunjukan pengusaha olahan makanan belum mau serius menjaga kualitas mereka. Tapi kami selalu siap kapan saja untuk mereka mendapatkan PIRT,” tukasnya.
Kepemilikan sertifikat PIRT selain berguna untuk membuktikan kualitas produk makanan kepada konsumen, juga bermanfaat untuk melangkah lebih lanjut mendapatkan label halal dari MUI.
Menurut Rusyono, semua proses untuk mendapatkan sertifikat PIRT harus ditempuh dan pihaknya selalu mengevaluasi setiap tahun guna pembaharuan. Bila mereka mau komitmen mendapatkannya, tentu mereka akan meminta pihaknya untuk melakukan survey, yang mana menjadi salah satu syaratnya.
Sedangkan mengenai makanan yang beredar di pasaran, Rusyono menghimbau secara praktis kepada masyarakat, bahwa untuk mengetahui makanan berkualitas maupun aman hanya cukup melihat labelnya saja. Jika ada PIRT-nya, dipastikan makanan tersebut aman dikonsumsi.
“Kami menghimbau masyarakat cermat dalam memilih produk makanan yang beredar guna menjaga kesehatan bagi tubuh kita,” tandas Rusyono.
Sementara itu, salah satu peserta pelatihan, Alfin Andrian (22), warga Kelurahan Mekarsari, Kota Banjar, mengatakan, makanan olahan yang diproduksinya berupa Selondok adalah makanan khas Wonosobo, dan akan dipasarkan ke luar daerah. Namun, karena belum memiliki PIRT, dirinya merasa perlu mengikuti semua proses yang dianjurkan Dinkes.
“Bahan mentahnya saya beli dari Wonosobo, tapi diolah di Banjar. Setelah dijajal di Bandung dan luar daerah lainya, ternyata respon konsumen bagus sehingga saya harus meningkatkan kepercayaan pembeli dengan sertifikat PIRT,” kata Alfin, yang juga salah satu mahasiswa perguruan tinggi di Tasikmalaya. (Muhafid/Koran-HR)