Photo: Ilustrasi net/Ist
Berita Pangandaran, (harapanrakyat.com),-
Salah satu aktifis Serikat Petani Pasundan (SPP), Arif Budiman, menolak keberadaan istilah hutan produksi. Ia menampik istilah tersebut yang belum jelas asal usulnya dan manfaatnya hanya dinikmati oleh sebagian kalangan saja, Perhutani.
“Kalau hutan ya hutan yang didalamnya ada berbagai jenis tanaman. Jika tanaman hanya terdiri 1 atau 2 jenis tanaman, tentu dinamakan kebun, bukan hutan,” tegasnya kepada Koran HR, Selasa (18/10/2016) pekan lalu.
Menurutnya, hutan rakyat yang seharusnya bermanfaat bagi ekologi dan ekonomi masyarakat, justru terbalik dan hanya bermanfaat bagi produksi yang dilakukan Perhutani. Ia meminta keberadaan hutan produksi Perhutani dievaluasi dengan Undang-undang nomor 41 tahun 1999 yang digugat pada Mahkamah Konstitusi dengan putusan MK nomor 45 tahun 2011.
“Dalam isi putusan tersebut membatalkan hak atas Berita Acara Tata Batas (BATB) Perhutani. Artinya, Perhutani harus mendapatkan Surat Keputusan (SK) pengukuhan jika akan mengelola suatu hutan,” jelasnya.
Arif mengajak kepada warga dan Pemkab Pangandaran untuk mengevaluasi keberadaan Perhutani yang ada di Pangandaran.
“Harus jelas dulu mereka (Perhutani), jika mereka tidak memiliki SK pengukuhannya, makan sebaiknya kita dorong untuk dikelola melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Akan tetapi kita juga lihat regulasinya dalam UU Desa,” tutupnya. (Mad/Koran HR)