Sriwati (52), sedang membuat tikar dari bahan limbah plastik bungkus kopi. Photo: Hermanto/HR.
Berita Banjar, (harapanrakyat.com),-
Limbah bungkus kopi biasanya oleh sebagian orang hanya dianggap sampah biasa. Setelah diambil kopinya, kemudian bungkusnya dibuang begitu saja. Namun, tidak demikian bagi Sriwati (52), warga Lingkungan Tanjungsukur, RT/RW. 4/16, Kelurahan Hegarsari, Kecamatan Pataruman, Kota Banjar.
Baginya, limbah bekas bungkus kopi sangat berharga dan malah bisa dijadikan sebuah kerajinan tangan. Tidak hanya itu, hasil dari kerajinan berbahan limbah tersebut juga dapat menghasilkan rupiah.
Saat Koran HR menemui Sriwati yang tengah berada di kios miliknya di Komplek Terminal Bus Banjar, Minggu (13/11/2016) lalu, dia sedang sibuk dengan rutinitasnya. Salah satu bentuk kreatifitasnya yakni membuat tikar dari limbah bungkus kopi.
Dirinya mengaku, awalnya merasa sangat prihatin melihat limbah bekas bungkus kopi yang berserakan dan hanya menumpuk sebagai sampah. Setelah itu, akhirnya dia pun tergerak untuk memanfaatkan sampah plastik tersebut, kemudian dikumpulkan dan menciptakan beberapa kreasi kerajinan tangan.
“Sangat sayang jika limbah atau sampah yang sekiranya bisa dimanfaatkan malah dibuang begitu saja, padahal di balik itu saya yakin ada manfaat yang besar,” kata Sriwati.
Dia juga mengaku, setelah satu tahun kreatif membuat kerajinan dari bungkus kopi, kini dirinya pun banyak menerima pesanan. Menurut Sriwati, membuat kerajinan dari bungkus kopi ini atas kreasinya sendiri, dan hasil yang diciptakan ternyata bisa menghasilkan karya yang cukup lumayan.
“Alhamdulillah, setelah satu tahun hasilnya kini banyak yang memesan, bahkan seorang pejabat di lingkup Pemkot Banjar pun sudah membeli tikar dan tas sebanyak tiga buah,” ungkap wanita yang kerap dipanggil Ceu Enok ini.
Selain tikar dan tas, dia juga membuat taplak meja, tempat tisue dan lain-lain. Untuk tikar dibandrol dengan harga Rp.100 ribu hingga Rp.150 ribu, tergantung ukuran besar kecilnya barang. Kemudian untuk tas dibandrol dengan harga Rp.150 ribu, dan tempat tisue atau barang-barang kerajinan yang kecil-kecil dia bandrol Rp.50 ribu.
Proses pengerjaan pembuatan tikar biasanya memakan waktu satu hingga dua minggu. Sedangkan, untuk pembuatan tas bisa sampai satu bulan, itu pun tergantung ketersedian bahan dan kreasi yang akan dibuat.
“Pengerjaannya dilakukan oleh saya sendiri, jadi untuk membuat satu barang itu bisa seminggu bahkan lebih, tergantung bahan,” ucapnya.
Selain dijadikan usaha, apa yang dilakukan Sriwati ini pun sebagai salah satu upaya menangani masalah persampahan di Kota Banjar. Dalam hal ini sampah yang dapat didaur ulang, sehingga patut ditiru serta diaplikasikan. (Hermanto/Koran HR)