Bayi dari pasangan Juhana (38) dengan Imas (36), warga Dusun Panyingkiran RT 04/RW 01 Desa Panyingkiran, Kecamatan Ciamis, Kabupaten Ciamis, yang sebelumnya sempat ditahan RSUD lantaran belum mampu membayar biaya rumah sakit. Foto: Tantan Mulyana/HR
Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),-
Direktur RSUD Ciamis, Aceng Solihudin, membantah pihaknya melakukan penahanan bayi dari pasien miskin lantaran tak mampu membayar tagihan perawatan medis. Menurutnya, petugas loket pembayaran RSUD yang meminta kepada pasien untuk membayar minimal setengahnya dari total tagihan merupakan protap (prosedur tetap) yang diberlakukan di manajemen RSUD Ciamis.
Aceng menambahkan, setiap menerima permohonan penangguhan pembayaran dari keluarga pasien, petugas loket tidak boleh begitu saja mengabulkan. Namun, kata dia, sesuai protap yang diberlakukan, petugas loket harus melakukan negoisasi dengan keluarga pasien agar mengupayakan melunasi seluruh tagihan. [Berita Terkait:Miris! Tak Mampu Bayar Biaya Perawatan, RSUD Ciamis Tahan Bayi Pasien Miskin]
“Kalau seandainya ada kasunggupan dari keluarga pasien untuk mengupayakan melunasi tagihan, maka petugas loket harus menunggu dulu. Tetapi setelah melakukan berbagai upaya ternyata keluarga pasien tetap saja tidak berhasil mendapatkan uang, baru kami mengabulkan penangguhan pembayaran,” ujarnya, saat dikonfirmasi Koran HR, di ruang kerjanya, Selasa (06/12/2016).
Untuk kasus keluarga Juhana, kata Aceng, bukan pihaknya menahan bayi, tetapi memberikan waktu kepada keluarganya untuk mengupayakan uang. “Kalau ternyata usaha Pak Juhana dalam mengupayakan uang tidak berhasil, kami pun pasti memberikan kebijaksanaan. Tetapi, ketika itu Pak Juhana tidak kembali lagi ke loket pembayaran. Kami justru mendapat kabar ini setelah menerima telepon dari salah seorang Anggota DPRD Ciamis,” terangnya. [Berita Terkait: Ketua DPRD Ciamis Tebus Biaya Rumah Sakit Bayi yang Ditahan RSUD]
Aceng mengatakan, tanpa harus ada telepon dari salah seorang Anggota DPRD, sebenarnya bayi dari keluarga Juhana bisa diperbolehkan pulang dengan kebijaksanaan penangguhan pembayaran. Asalkan, memberitahukan kepada petugas loket bahwa setelah melakukan upaya tetap saja tidak mendapat uang. “Kami menerapkan aturan itu untuk menekan jumlah piutang pasien yang sebelumnya dari tahun ke tahun terus merangkak naik,” ujarnya.
Aceng menambahkan, dari berbagai pengalaman sebelumnya, sebenarnya pihak keluarga pasien ada yang mampu melunasi tagihan rumah sakit dengan cara menjual salah satu asetnya.
“Seperti dulu pengalaman saya waktu menjabat Puskesmas Rancah, banyak keluarga pasien yang mengajukan penangguhan pembayaran. Ternyata setelah dilakukan negoisasi, keluarga pasien itu memiliki banyak kambing ternak di rumahnya. Akhirnya dia menjual salah satu kambingnya untuk melunasi tagihan perawatan,” terangnya.
Menurut Aceng, pihaknya mengabulkan penangguhan pembayaran bukan kali pertama. Tetapi, sebelumnya pun sudah diberikan kepada ratusan pasien keluarga miskin. “Kepada pasien sebelumnya pun kami memberlakukan negoisasi terlebih dahulu sebelum mengabulkan permohonan penangguhan. Ketika keluarga pasien memang betul tidak memiliki uang, baru permohonannya kami kabulkan,” pungkasnya. (Tantan/Koran-HR)