Deklarsi penolakan paham radikal yang dilakukan IPNU dan IPPNU Kota Banjar di Gedung Dakwah Masjid Agung Langensari Kota Banjar. Foto: Muhafid/HR.
Berita Banjar, (harapanrakyat.com),-
Ratusan pelajar yang tergabung dalam Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Kota Banjar, menggelar deklarasi penolakan terhadap paham radikal di Gedung Dakwah Masjid Agung Langensari, Kota Banjar, Selasa (13/06/2017).
Ketua IPNU Kota Banjar, Azi Muhammad Iqbal, mengatakan, keprihatinan organisasi pelajar NU terhadap paham-paham radikal, membuat pihaknya merasa perlu untuk mengantisipasinya agar benih-benih paham tersebut tidak masuk kepada para pelajar yang ada di Kota Banjar.
“Melalui deklarasi ini, tentu memberikan pesan kepada para pelajar yang hadir untuk senantiasa selektif dalam memahami berbagai persoalan, baik agama, budaya, maupun informasi lainnya. Sebab, bila tidak demikian maka para pelajar akan menjadi benih-benih yang mengarah pada aksi teror yang terjadi seperti saat ini,” kata Azi, saat ditemui Koran HR, disela-sela kegiatan.
Sementara itu, Pimpinan Pusat IPNU, Rizal, menegaskan, untuk menangkal pemahaman radikal yang gencar saat ini, perlu adanya komitmen bersama bangsa Indonesia untuk mencintai tanah air, dengan menjaga keutuhan NKRI serta menjadikan Pancasila sebagai dasar Negara.
“Tentu tidak dibenarkan apabila dalam suatu Negara ada sekelompok yang menginginkan agar system Negara Indonesia ini dirubah dengan system lain. Padahal, dasar Negara, yakni Pancasila, sudah merupakan keputusan final yang diambil oleh para pendahulu kita,” tegas Rizal.
Di lokasi yang sama, Ketua Aswaja Center Tasikmalaya, Yayan Bunyamin, juga menegaskan, langkah sederhana dalam menangkal pemahaman radikal yakni masyarakat seharusnya mendengarkan dan mendekati para kyai atau ulama di sekitar rumahnya. Dengan begitu, maka masyarakat akan tahu sendiri asal usul serta keilmuan yang dimiliki ulama tersebut.
“Jangan sampai rujukan yang diambil dari sumber-sumber yang kurang bisa dipertanggungjawabkan, seperti halnya dari internet. Jadi, harus langsung dengan orangnya,” tandasnya.
Selain itu, lanjut Yayan, dalam memahami Al-Qur’an juga dianjurkan tidak hanya mengandalkan terjemahan semata. Sebab, ketika ditelan mentah-mentah, maka akan rentan sekali menggunakan ayat-ayat untuk hal yang kadang tidak sesuai tanpa melalui guru yang kompeten di bidang tersebut.
Dia menambahkan, agar terhindar dari pemahaman radikal, masyarakat dianjurkan untuk tidak membaca maupun menjadikan rujukan website yang kerap menggunakan kata-kata kotor, provokatif, maupun web penebar kebencian.
“Makanya kita harus selektif dalam menggunakan media sosial, dan kita juga harus menghadang konten-konten yang berpotensi menghancurkan hubungan sesama bangsa ini dengan kata-kata yang santun, dan menjawab berbagai persoalan dengan literatur yang jelas,” kata Yayan. (Muhafid/Koran HR)