Atim serta warga lainnya saat menyaring gambut atau embel di Dusun Margaluyu Desa Mulyasari Kecamatan Pataruman Kota Banjar. Foto: Muhafid/HR
Berita Banjar, (harapanrakyat.com),-
Jika melintasi jalan Banjar-Langensari tiba di wilayah Dusun Margaluyu, Desa Mulyasari, Kecamatan Pataruman, Kota Banjar, akan terlihat sejumlah warga tengah berjibaku dengan tanah berwarna hitam pekat. Tak hanya dikeringkan, tanah yang dikenal embel atau gambut itu juga disaring oleh sejumlah orang sebelum didistribusikan ke berbagai daerah di pulau Jawa.
Atim (60), warga sekitar, mengungkapkan, dirinya sejak puluhan tahun lalu sudah menggeluti tanah gambut yang akan digunakan untuk campuran pupuk organik ataupun untuk media penanaman jamur.
Meskipun sebagai buruh yang bekerja pada warga setempat yang memiliki modal, Atim bersama istrinya Muntasiroh, tak bisa lepas dari profesinya sebagai pengayak dan pengering gambut. Menurutnya, gambut yang didatangkan dari wilayah Bojongrangkok, Lakbok itu dijadikan sebagai mata pencaharian utama untuk menghidupi keluarganya.
“Dari satu karung yang berisi sekitar 50 hingga 60 kilogram gambut kering ini saya bisa mendapatkan Rp. 10 ribu. Jika ditotal dalam satu bulan, kira-kira bisa mencapai 10 ton gambut kering. Itu juga kalau cuacanya panas. Namun kalau hujan terus yang tidak mendapatkan apa-apa karena saya tidak bisa beraktifitas,” jelasnya kepada Koran HR, Selasa (18/07/2017) lalu.
Gambut kering sebagai mata pencaharian utama Atim dan sejumlah warga lainnya itu, dikirim ke wilayah Bandung, Bogor, Jakarta, Bumiayu Jawa Tengah, Malang dan Surabaya. Menurutnya, gambut itu sudah puluhan tahun tak habis-habis meskipun sudah diambil untuk dikirim ke bergai daerah.
“Iya tanahnya itu tidak pernah habis. Apalagi yang bagian menggali itu kadang menemukan kayu yang diprediksi sudah ratusan atau ribuan tahun. Bahkan, tengkorak kepala manusia juga pernah ditemukan. Pada intinya saya hanya mengandalkan hidup dari bekerja seperti ini,” katanya.
Hal senada juga diungkapkan Cucum, buruh lainnya. Sebagai ibu rumah tangga, dirinya tak ingin hanya berdiam diri di rumah dan menanti pendapatan dari suaminya. Maka dari itu, kata ia, dari pada diam, ia menghabiskan waktu untuk menjalani profesi seperti halnya Atim.
“Dari pada diam di rumah, lebih baik bekerja di sini dan lumayan buat tambah-tambah kebutuhan dapur,” singkatnya. (Muhafid/Koran HR)
Berita Terkait
Soal Gambut di Lakbok Ciamis, Begini Kata Para Peneliti