Berita Ciamis, (harapanrakyat.com),- Ketua Komisi III DPRD Ciamis, Oyat Nur Ayat, memprediksi ada beberapa proyek infrastruktur yang didanai APBD Kabupaten Ciamis tahun 2017 yang tidak akan tuntas tepat waktu atau sesuai masa kalender pekerjaan. Dengan begitu, dia meminta Pemkab Ciamis untuk tidak melakukan pembayaran kepada rekanan yang proyeknya diprediksi tidak akan rampung, meski sudah diberi penambahan waktu selama 55 hari.
Baca juga: Mengejutkan, Ini Jawaban DPRD Ciamis Soal Tudingan Lemahnya Pengawasan
“Menurut aturan perundang-undangan memang diperbolehkan rekanan meminta penambahan waktu selama 55 hari untuk menyelesaikan pekerjaannya, apabila tidak tuntas sampai batas waktu kalender pengerjaan. Namun, dinas terkait pun harus teliti dan jangan gegabah dalam mengabulkan permintaaan penambahan waktu tersebut,” katanya, kepada Koran HR, Senin (11/12/2017).
Pasalnya, lanjut Oyat, apabila sudah diberi penambahan waktu, tetapi pengerjaan proyek tetap saja tidak tuntas, dikhawatirkan akan berakibat persoalan hukum. Dengan begitu, kata dia, dinas terkait harus cermat dalam menghitung, apakah dengan diberi penambahan waktu selama 55 hari akan terkejar atau tidak progres pekerjaan proyeknya.
“Artinya, apabila diprediksi tidak bakal tuntas dengan diberi penambahan waktu selama 55 hari, lebih baik putus kontrak saja. Apalagi proyek tersebut mengerjakan bangunan. Langkah itupun untuk memberikan efek jera kepada rekanan lainnya agar di tahun mendatang tidak ada lagi pengerjaan proyek yang progres pengerjaannya lambat,” tegasnya.
Baca juga: Pengawasan Pembangunan Ciamis Lemah, Fungsi DPRD Dipertanyakan
Disamping itu, kata Oyat, apabila pengerjaan sebuah proyek diprediksi tidak bakal tuntas, namun dipaksakan diberikan penambahan waktu, dikhawatirkan pengerjaannya asal-asalan.
“Ya karena dikejar waktu, sementara progres pengerjaannya baru 55 persen, misalnya, pihak rekanan dipastikan akan terburu-buru dalam mengerjakannya. Walaupun progres pengerjaannya bisa dituntaskan, tetapi hasilnya tidak akan maksimal. Hal itupun harus diperhitungkan,”ujarnya.
Oyat mengatakan dinas terkait harus berani memberikan sanksi tegas berupa blacklist kepada perusahaan yang diputus kontrak kerjanya. “Jadi, tidak hanya putus kontrak saja, tetapi harus juga diblacklist perusahaannya dengan tidak diberi pekerjaan proyek selama beberapa tahun. Hal itu tentunya sebagai efek jera kepada semua rekanan,” tegasnya. (Bgj/Koran HR)