Warga sempat menolak kedatangan jenazah Eri alias Kholil di Padaherang
Padaherang, (harapanrakyat.com),- Pengiriman mayat atau jenazah terduga teroris Eri Rianto, alias Kholil, alias Abu Kholid, alias Ganang yang ditembak mati oleh Densus 88 di teras Masjid Al Nur Afiah RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, masih simpang siur.
Rencananya jenazah terduga teroris itu akan tiba di Kec. Padaherang sekitar hari Kamis (10/1). Namun hingga berita ini diturunkan, jenazah Eri Rianto belum juga tiba di rumah keluarganya.
Ketika HR berada di lapangan, pada malam Kamis lalu, kabar kedatangan jenajah terduga teroris ke Dusun Pangolahan Desa Karangmulya sudah ditunggu oleh pihak keluarga. Bahkan, sejumlah awak media baik cetak ataupun elektronik juga menunggu di lokasi.
Kades Karangmulya, Nartha Sugiarta, ketika dimintai tanggapan, Selasa (15/1), mengatakan, beberapa hari ini warga santer memperbincangkan tentang penolakan jenazah Eri untuk dimakamkan di TPU Desa Karangmulya.
Namun, setelah digelar dialog akhirnya warga menerima rencana penguburan jenazah Eri di area wilayah Desa Karangmulya, itupun di tanah milik keluarga. Dia juga menyebutkan, nama Eri Rianto tidak terdaftar dalam buku induk penduduk Pemdes Karangmulya.
âSoalnya, sejak usia SMP Eri sudah merantau ke luar daerah,â ungkapnya.
Terduga Teroris Kholil Berasal dari Padaherang
Seperti diberitakan HR pada Edisi Online, Keluarga Eri Rianto mengaku kaget anak mereka terlibat jaringan teroris di Indonesia. Terduga teroris bernama Eri Rianto alias Kholil alias Abu Kolid alias Ganang merupakan kelahiran Kecamatan Padaherang Kab. Ciamis.
Ketika ditemui HR, Saâdiyah (Ibunda Eri), mengaku sedih mendengar anaknya tewas ditembak. Dia mengatakan, sejak kecil Ganang dikenal sebagai anak yang sholeh. âDari kecil itu baik, rajin ibadah. Anak saya sekolah di SD Cibogo IV, SMP Padaherang, dan STM Walang Jaya, Jakarta,â katanya, beberapa waktu lalu.
Endang, (istri Kholil), yang kini sedang mengandung anak kelima dari almarhum Kholil, mengatakan, Kholil adalah suami yang baik di mata keluarga. Kholil ternyata juga memiliki keinginan besar untuk mati syahid.
âDia itu suami yang baik di mata saya. Orangnya gigih, semangatnya tinggi, keinginannya untuk syahid memang besar sekali,â tuturnya.
Menjelang tewas di tangan Densus 88, Endang melihat suaminya begitu ceria. âAnak-anak diajak shalat, digendong-gendong, sama saya juga begitu, dia ceria terus,â ucapnya.
Semasa hidup, kata Endang, suaminya begitu merindukan mati syahid. Bahkan ketika mendengar ada temannya yang syahid ia pun menangis. Bahkan, kata Endang, Kholil sering menangis ketika mendengar sahabat-sahabatnya mati syahid.
Menurut Endang, Kholil sempat mewasiatkan agar anak-anaknya kelak bisa menjadi huffazh (penghafal Al-Qurâan) dan menjadi mujahid. âJangan sampai anak-anak di sekolahkan di sekolah-sekolah negeri. Dia ingin anak-anaknya menjadi seorang hafizh (penghapal Al-Qurâan), menjadi mujahid pelanjut perjuangan abahnya,â ujarnya. (ntang)