Di Kota Banjar, siapa yang tidak pernah mendengar nama KH. Ahmad Sobrowi atau Syekh Sobrowi, salah satu ulama terkenal bukan hanya sebagai tokoh pemuka agama di sejumlah wilayah di Kabupaten Ciamis dan sekitarnya, namun juga sebagai salah satu sosok yang masyhur karena kewaliannya.
Syekh Sobrowi atau menurut orang Sunda menyebutnya Mama Sobrowi, berasal dari Bulus Pesantren, Kebumen, Jawa Tengah yang lahir di tahun 1917 dari pasangan Kyai Mohammad Dzurriyat dan Nyai Saikem.
Syekh Sobrowi yang memiliki nama kecil Sanusi ini, merupakan anak ke 4 dari enam bersaudara. Tinggal di wilayah Desa Sukajadi, Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis, Syekh Sobrowi dengan istri pertamanya, Khomsiyah, memiliki 7 orang anak. Namun, di pernikahannya yang kedua dengan Nurdiyah tidak memiliki anak.
Sosok Syekh Sobrowi yang Rajin Belajar
Berdasarkan informasi dari berbagai sumber, Syekh Sobrowi merupakan sebagai murid yang rajin dan tekun dalam belajar. Hal ini terbukti setelah ia berhasil menamatkan Sekolah Rakyat (SR) di Cilacap, Jawa Tengah. Pasca tamat sekolah, ia melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren selama 14 tahun.
Pada tahun 1950, sepulang dari pesantren, ia mendirikan pondok pesantren yang mana santrinya banyak berasal dari Jawa Tengah. Namun, sayangnya pesantren yang ia dirikan harus terhenti karena gangguan keamanan pada waktu itu.
Sebagaimana ilmu selama di pesantren, yakni ilmu tasawuf, Syekh Sobrowi sekitar tahun 1967 mulai menekuni Thoriqoh Qodiriyah Wa Naqsabandiyah dari Syekh Sanusi Langensari, Banjar. Bahkan, ia juga terkenal sebagai murid yang taat kepada Syekh Sanusi Langensari.
Diding Supriyadi, anak angkat Syekh Sobrowi, menuturkan, selain menjadi murid dari Syekh Sanusi, Syekh Sobrowi juga saat itu datang ke wilayah Banjar yang terletak di Randegan, Desa Raharja, Kecamatan Purwaharja karena adanya pembangunan masjid di sana.
Seperti kebiasaannya, setiap membangun masjid, Syekh Sobrowi selalu bermukim di mana masjid itu hingga selesai.
Oding, sapaan akrabnya menceritakan, pada dini hari sekitar pukul 24.00 WIB, Syekh Sobrowi berbincang-berbincang dengan Ajengan Solihin di teras masjid. Sekira perbincangan selesai, mereka berdua kembali ke masing-masing tempat istirahatnya.
Namun, saat Ajengan Solihin usai melaksanakan sholat subuh, ia melihat paving blok di depan masjid tampak sudah dibetulkan oleh Syekh Sobrowi dan dilihatnya Syekh Sobrowi akan mengambil air wudlu. Setelah selesai, Syekh Sobrowi justru terkulai lemas setibanya di pondokan.
“Nah tepat pukul 06.15 WIB pada hari Selasa Pahing atau tepatnya 14 Dzulhijjah 1418 H yang bertepatan dengan 22 April 1997, Syekh Sobrowi tutup usia di halaman Masjid Randegan yang juga dibangunnya. Sebagaimana amanatnya, beliau dimakamkan di sekitar masjid,” terangnya.
Jarang Berbicara dengan Orang Lain, Kecuali…
Terkait sosok Syekh Sobrowi, Oding menjelaskan bahwa dia merupakan orang yang jarang berbicara dengan orang lain, terkecuali hal-hal yang penting saja.
Bahkan, ketika ia duduk bersama orang yang tengah membicarakan orang lain (ghibah), tanpa basa-basi ia langsung pergi begitu saja. “Beliau sangat sederhana orangnya, dan juga sangat santun kepada orang lain,” imbuhnya.
Setelah berguru kepada Syekh Sanusi, terang Oding, Syekh Sobrowi sering melakukan suluk safar atau dzikir dengan bepergian. Selama perjalanan suluknya, dzikirnya itu tak pernah putus, seperti yang dinasihatkan Sobrowi kepada Oding selaku putra angkatnya.
Dalam kurun waktu 11 tahun, lanjut Oding, Syekh Sobrowi sering mengalami hal-hal yang di luar kebiasaan, atau dalam bahasa pesantrennya khowariqul ‘adat.
Bahkan, sepeninggal Syekh Sanusi sekitar tahun 1982, Syekh Sobrowi kembali lagi ke rumahnya di Pamarican, dan pada waktu itu banyak sekali tamu yang menemuinya.
Kejadian Aneh dari Syekh Sobrowi
Asep Saepudin, Pimpinan Ponpes Amanatul Huda, menceritakan bahwa ia pernah melihat keanehan dari sosok Syekh Sobrowi.
Ketika ia tidur sekitar pukul 24.00 WIB, Asep mendengar suara Sobrowi tengah berdzikir. Sontak saja ia langsung bangun untuk melihatnya. Namun, saat membuka pintu kamarnya, ia pun tidak melihat sosok Syekh Sobrowi sebagaimana pendengarannya.
“Saya langsung tidur lagi saat itu, dan anehnya kejadian itu berulangkali. Sampai ketiga kalinya, ternyata benar Syekh Sobrowi terlihat sedang berdizikir. Lalu, beliau minta izin untuk tidur bersama saya dan tentu saya izinkan. Setelah 15 menit kemudian, saat saya akan benar-benar tidur, beliau malah pergi lagi. Bagi saya ini cukup aneh,” ungkapnya.
Tak hanya itu, kata Asep, ia juga sempat mendengar cerita bahwa Syekh Sobrowi menyalakan lampu patromak di siang bolong. Menurut penilaiannya, tanda-tanda tersebut sebagai simbol pada waktu itu banyaknya kedzoliman.
“Adapun hal-hal aneh itu tidak bisa menjadi tuntunan, tetapi hanya sebatas tafakkur. Sebab, ini ranah iman tingkat tinggi,” tandasnya.
Ia menambahkan, cerita keanehan lainnya dari Syekh Sobrowi, yakni suatu saat masyarakat di Desa Sukamaju sedang menebang pohon kelapa di malam hari.
Saat pohonnya hampir putus, justru pohon tersebut tidak kunjung tumbang. Kemudian warga melaporkan kejadian ini ke Syekh Sobrowi yang saat itu tengah berada di Cikaso.
Dengan singkat, Syekh Sobrowi hanya mengucapkan “Ini suruh Mama Sobrowi,” tegasnya. Tidak lama kemudian, kata-kata itu juga ia ucapkan di dekat pohon dan tumbanglah pohon itu berkat izin Alloh.
“Nah saat pohon sudah tumbang, keluarlah ular. Karena kaget dan takut, warga sempat akan membunuhnya, namun itu Syekh Sobrowi melarangnya. Keesokan harinya, ular tersebut sudah ada di sebuah pohon sawo di depan rumah Syekh Sobrowi, dan pohonnya sampai sekarang masih ada,” terangnya.
Dari informasi yang terhimpun, semasa hidupnya Syekh Sobrowi telah menyelesaikan pembangunan masjid sebanyak 39 masjid yang tersebar di wilayah Jawa Barat.
Tak hanya itu, fasilitas umum seperti halnya pembangunan jembatan yang menghubungkan Desa Sukajadi juga tidak luput dari kerja keras Syekh Sobrowi.
Sementara itu, sebagai wujud penghargaan dari Pemerintah Kota Banjar, Syekh Sobrowi mendapat gelar Al Banjary yang mana merupakan tokoh ulama di Banjar. Sehingga, nama tersebut menjadi Syekh Sobrowi Al Banjary. (Muhafid/Koran HR)