Berita Banjar, (harapanrakyat),-
Sejatinya pendidikan adalah proses upaya penyadaran yang terencana, sistematis dan berkelanjutan. Tidak hanya itu, pendidikan juga sebagai ruang untuk mentransformasikan pengetahuan, nilai dan kreatifitas kepada peserta didik. Dalam pendidikan pun sangat beragam sifat pribadi para peserta didik, tidak semuanya baik, ada pula yang nakal dan bandel.
Fenomena siswa dikeluarkan dari sekolah karena nakal seringkali terjadi. Mulai dari maslah narkoba, tawuran, hamil di luar nikah, dan kenakalan lainnya, semua itu merupakan pemicu seorang siswa di drop out oleh pihak sekolah.
Seperti terjadi di SMK 1 Pasundan Banjar, dimana ada dua siswa yang akan dikeluarkan dari sekolah dengan alasan nakal dan sering pacaran. Siswa tersebut berinisial BR (17), dan FA (16), keduanya merupakan siswa/siswi kelas 10 jurusan TKJ.
Ketika ditemui HR di rumahnya, Selasa (20/10/2015), FA menuturkan bahwa dirinya pada hari Selasa, tanggal 13 Oktober 2015, dipanggil guru BP bernama Epon Juarsih. Di ruang BP, guru tersebut mendesak FA untuk mengundurkan diri karena FA telah melakukan kesalahan, yakni sering pacaran dengan BR.
“Bu Epon bilang bahwa saya harus mengundurkan diri dengan alasan saya sering dekat dengan BR. Padahal saya masih mau sekolah, apalagi saya ini baru masuk,” tutur FA.
Hal serupa juga diungkapkan BR (17), warga Lingkungan Jadimulya, Kel. Hegarsari, Kec. Pataruman. Dia pun mengaku disuruh mengundurkan diri dari sekolah oleh seorang guru yang bernama Yani, dengan alasan demi kebaikan BR.
“Alasannya saya sering pacaran di kelas dengan FA. Padahal saya sudah tidak dekat lagi dengan dia, tapi saya selalu ditekan pihak sekolah untuk mengundurkan diri,” tutur BR.
Karena banyaknya tekanan dari pihak sekolah, BR pun akhirnya memutuskan mengundurkan diri, meski sebenarnya dia masih ingin sekolah. Namun apa daya, dirinya hanya bisa pasrah dan akan melanjutkan sekolahnya melalui kejar Paket C.
BR mengaku, keputusan tersebut diambil karena dirinya sudah tidak ingin sekolah lagi di SMK 1 Pasundan Banjar. Menurut dia, guru-guru di sekolahnya itu kerap menyindir dirinya, sehingga BR merasa tidak nyaman. “Buat apa sekolah juga kalau terus disindir guru,” ungkapnya.
Ita (45), selaku ibu BR, mengatakan, pihak sekolah pernah mendatanginya sambil membawa selembar surat pengunduran diri, dan diminta untuk ditandatangani. Namun, dirinya menolak, dan tidak menulis apapun di selembaran surat pengunduran diri tersebut.
Engkus (48), ayah BR, ketika ditemui HR, Rabu (21/10/2015), mengaku, setelah adanya tekanan dari pihak sekolah untuk mengundurkan diri, secara psikologi anaknya merasa terganggu.
“Terkadang dia kini lebih sering murung dan tidak mau beraktifitas seperti biasanya. Saya juga kaget, malam tadi anak saya ini mengeluh dan tidak mau melanjutkan sekolah, karena guru-guru di sana selalu menyindir,” tuturnya.
Engkus juga menyesalkan sikap pihak sekolah yang terlalu menyudutkan anaknya. Padahal seharusnya pihak sekolah melakukan pendekatan secara perlahan, bukan malah menyuruh untuk mengundurkan diri. “Biarlah ini terjadi kepada anak saya, dia nantinya akan sekolah melalui kejar Paket C saja,” kata Engkus. (Hermanto/R3/HR-Online)