Berita Pangandaran, (harapanrakyat.com),- Buku sejarah Kacijulangan atau sejarah purwaning jagat yang ditulis sekitar tahun 1800 M oleh Eyang Jumer menggunakan aksara arab dan berbahasa jawa. Padahal, wilayah Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, dikenal dengan budaya sundanya serta penduduknya pun hingga sekarang mayoritas bersuku sunda.
Lantas, kenapa demikian? Berikut paparan dari Budayawan Pangandaran sekaligus Camat Cigugur, Erik Krisna Yudha.
Menurut Erik, buku sejarah kecijulangan menjadi bahan penelitian seorang ilmuwan yang bernama Prof. dr. Eka Jati pada tahun 1992. Hasil penelitian itu kini berada di Perpustakaan Nasional, Jakarta.
Erik menjelaskan, buku sejarah tersebut ditulis ulang oleh murid Eyang Jumer. Sehingga, berdasarkan bukti-bukti yang ada terdapat 5 tulisan yang terkumpul di lembaga adat. Meskipun ada lima versi, namun secara isi dan bahasanya masih sama.
“Generasi terakhir bernama Aki Mad Tahri yang Alhamdulilah sampai sekarang isi kitab sejarah purwaning jagat selalu dibacakan oleh anak cucunya. Kitab sejarah kacijulangan selalu dibacakan oleh anak cucu Aki Mad Tahri setiap bulan Muharam,” terangnya, Senin (23/9/2019).
Erik menambahkan, selain yang ditulis oleh Aki Mad Tahri, ada juga yang ditulis oleh Aki Ajim warga Dusun Cukang Galeuh, Desa Parakanmanggu, Kecamatan Parigi. Karena Aki Ajim masih ada, buku sejarah tersebut masih dibaca secara rutin setiap bulan Muharam.
Buku Sejarah Kacijulangan Berbahasa Jawa dan Aksara Arab
Sedangkan kitab yang dipegang olehnya, kata Erik, merupakan hasil tulisan Mad Tahri. Dari tulisan di kitab tersebut, diketahui menggunakan getah pohon dan getah buah-buahan. Sehingga buku sejarah kecijulangan diketegorikan buku langka, bahkan bisa disebut pusaka.
“Kitab sejarah kacijulangan ini semuanya memakai tulisan arab pegon, namun bahasanya Jawa. Kenapa pakai Jawa? Sebab, pada waktu itu di sini masuk wilayah Sukapura yang merupakan kekuasaan kerajaan Mataram. Sehingga bahasa Jawalah yang dipakai kesehariannya, termasuk dalam kitab ini,” jelasnya.
Adapun isi dalam kita tersebut, lanjut Erik, dibagi menjadi beberapa bab, yakni bab ageung yang menceritakan tentang proses penciptaan alam sampai kisah Nabi Adam As turun ke bumi, bab alit menceritakan tentang perjalanan hidup Nini Gede sama Aki Gede dan kisah Sembah Agung alias Janglanga.
“Sementara bab terakhir pada sejarah kecijulangan menceritakan tentang sejarah lelembutan ataumahluk halus. Diceritakan di kitab ini bahwa orang-orang zaman dulu bisa berinteraksi dengan mahluk halus, sehinga mereka tahu dan kenal dengan lelembutan yang ada di tiap tempat,” pungkasnya. (Enceng/Koran-HR)