Pada hari Sabtu tanggal 18 Oktober 1893 berbagai surat kabar Belanda memberitakan penangkapan Si Pitung, jawara asli Betawi yang kontroversial.
Menurut surat kabar zaman Hindia Belanda, sebelum Si Pitung tertangkap oleh opas-opas kolonial, perilaku setiap hari sang Jawara tersebut meresahkan pemimpin opas bernama Tuan Hinne.
Keamanan daerah “Batavia Dalam” (Weltevreden) terancam oleh berbagai tindakan kriminal yang dilakukan Si Pitung dan komplotannya. Mereka merampok Belanda dan orang-orang Timur Asing untuk nantinya membagi seluruh harta mereka pada orang tak mampu.
Sebelum meninggal dunia, kisah tewasnya Si Pitung di tangan Belanda tak seperti kebanyakan orang tahu. Si Pitung tak mati karena peluru emas/perak melainkan akibat jebakan dari pengikutnya yang berkhianat.
Baca Juga: Sejarah Pabrik Gula Modjopanggung, Dipimpin Tokoh Emansipasi Wanita Belanda
Si Pitung tewas tertembak revolver opas Belanda setelah mata-mata yang dahulu jadi pengikutnya memberitahukan keberadaan lengah sang Jawara legendaris tersebut.
Uniknya meskipun Si Pitung tertembak ada dada sebelah kanan, nyawa jagoan Betawi itu lama berakhirnya. Kurang lebih sampai meninggal menunggu waktu 5 jam. Dan menariknya sebelum meninggal, Si Pitung meminta minum Es Tuak.
Sejarah Penangkapan Si Pitung di Kota Bambu
Menurut surat kabar Hindia Olanda yang terbit pada 18, Oktober 1893 bertajuk, “Pitoeng Tertangkap”, kekalahan jawara Betawi yang melegenda ini tertangkap oleh opas kolonial di daerah Kota Bambu, sekitar Weltevreden Batavia.
Penangkapan Si Pitung dipimpin oleh komandan opas bernama Tuan Schout Hinne. Sebelumnya Hinne memperoleh informasi keberadaan Si Pitung dari mata-mata bayaran, yaitu teman sekaligus pengikut Si Pitung.
Mereka berkhianat pada Si Pitung, uang banyak imbalan penangkapan Pitung membuat mereka buta akan kebersamaan dengan sang Jawara. Oleh sebab itu mereka membocorkan keberadaan dimana Si Pitung berada sedang lengah dan jauh dari siap untuk bertarung.
Ketika para Opas Belanda menemukan Si Pitung sedang berjalan ditengah hutan, letusan peluru dari revolver mereka bertubi-tubi mengarahkannya ke titik sang legenda.
Pitung berlari berusaha menghindari peluru tersebut, namun para Opas Belanda terus mengejar. Menurut berita Hindia Olanda (1893) sempat ada kejar-kejaran antara Si Pitung dengan komplotan Tuan Hinne.
Baca Juga: Sejarah Pajak Peneng, Pajak Sepeda Warisan Kolonial Belanda
Akhirnya Si Pitung tertangkap di sebuah kuburan keramat. Konon berlindungnya di tempat itu untuk meminta pertolongan keselamatan –terutama membuat dirinya dikarunia ilmu kekebalan.
Namun semua itu gagal, tidak seperti cerita rakyat pada umumnya menggambarkan Si Pitung itu kebal sebab pada kenyataannya ia tewas tertembak oleh senapan opas berpeluru biasa yang tembus ke dada sebelah kanan.
Menggotong Si Pitung ke Stadsverband
Meskipun luka Si Pitung parah, mantan Jawara di Weltevreden ini tak lantas menyerah dan meninggal dunia. Konon Si Pitung baru dapat dikatakan meninggal dunia setelah 5 jam berlalu komplotan Opas Tuan Hinne mengangkutnya ke Stadsverband (pusat kota) di Weltevreden Batavia.
Adapun tujuan tuan Hinne membawa Si Pitung ke pusat kota antara lain untuk menunjukan bahwa siapapun yang coba-coba berani melawan pemerintah kolonial, maka kurang lebih akan bernasib sama seperti ini.
Selain itu langkah mempertontonkan kelemahan Si Pitung di depan masyarakat Batavia juga merupakan penanda (simbol) bahwa pemerintah kolonial pemegang kekuasaan mutlak. Tak ada seorangpun yang bisa melawan kekuasaan Belanda.
Tak lama setelah dipertontonkan ke muka umum, Si Pitung dikabarkan telah meninggal dunia tepat pada pukul 7 malam waktu Batavia.
Semua orang yang pernah dibela Si Pitung menangis, suasana sedih dan haru menyelimuti perasaan orang Betawi. Mereka tak lagi mempunyai jagoan pelindung dari tekanan orang Belanda. Si Pitung benar-benar telah tiada.
Baca Juga: Ordonnantie Andjing Gila, Kebijakan Kolonial Berantas Rabies Tahun 1927
Sebelum Meninggal, Si Pitung Sempat Minta Minum Es Tuak
Menurut surat kabar Hindia Olanda (1893), sebelum meninggalnya Si Pitung di Stadsverband, dalam keadaan yang penuh luka dan lemas Si Pitung meminta minum es tuak. Ini ia katakan sebagai permintaan terakhir sebelum pergi menuju keabadian.
Peristiwa ini sebagaimana mengutip surat kabar tersebut berikut ini: “koetika ia maoe mati, tjoema ia biasa minta pada pendjaganja satoe glas toewak manis dan ijs (es). Tetapi tida sampe dikasi”.
Namun tragisnya permintaan terakhir Si Pitung ditolak oleh Opas penjaganya. Ini yang membuat Pitung semakin lemah dan pupus harapan. Semua pengorbanannya pada rakyat kecil dibayar sifat-sifat keji kolonial yang semakin hari merajai kasta kehidupan di tanah Betawi.
Setelah penangkapan Si Pitung, Tuan Hinne mendapatkan bintang penghargaan dari Ratu Belanda bergelar, Broeder van den Nederlandsche Leeuw. Peristiwa ini sebagaimana mengutip Hindia Olanda (1893) berikut:
“Toean Hinne soedah dapet koernia-an bintang “Broeder van den Nederlandsche Leeuw dari sebab banjak kerdjaan besar jang ija telah perboewat”. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)