harapanrakyat.com,- Polisi menahan FMI alias F, tersangka kasus pemalsuan dokumen IUP atau Izin Usaha Pertambangan PT Bintang Delapan Wahana (BDW) di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Penahanan tersangka FMI oleh Polda Sulteng tersebut pada Rabu (3/7/2024). AKBP Sugeng Lestari, Kasubbid Penmas Polda Sulteng mengatakan, penyidik akan menahan tersangka sejak 3 Juli sampai 22 Juli 2024.
“Kita panggil dan periksa FMI hari Rabu (3/7/2024), setelah itu langsung ditahan,” katanya dalam keterangan tertulis, Sabtu (6/7/2024).
Lanjutnya menambahkan, bahwa tersangka diduga melanggar KUHP tentang pemalsuan atau penggunaan surat palsu pasal 263 ayat (1) dan (2) Jo. pasal 55 dan 56.
Baca Juga: Terkait Kasus Pemalsuan Izin Tambang, PT ABM Berharap Mahkamah Agung Tegas
Sementara itu, kuasa hukum PT ABM selaku pelapor, Happy Hayati mengatakan, penahanan tersebut membuktikan keseriusan penyidik Polda Sulteng.
“Polisi sudah melaksanakan tugas dan fungsinya, atas laporan pidana yang kami sampaikan di Polda Sulteng pada 13 Juli 2023 silam,” katanya dalam keterangan tertulisnya ke media, Minggu (7/7/2024).
Tersangka Pemalsuan Dokumen IUP Ditahan, PT ABM Harap MA Akhiri Sengkarut Tumpang Tindih Izin Usaha Pertambangan di Morowali
Adanya penahanan tersangka tersebut, Happy menjelaskan, seharusnya menjadi pertimbangan hakim Mahkamah Agung (MA), yang menangani sengketa tumpang tindih antara IUP PT ABM dengan PT BDW. Pasalnya, MA merupakan pilar utama atas keadilan.
“Selain itu juga sebagai titik akhir sengketa hukum terkait tumpang tindih IUP, yang berlangsung sejak tahun 2016,” jelasnya.
Happy menerangkan, yurisprudensi MA dalam kaidah hukum Putusan MA RI Nomor 3 PK/TUN/2021 yang menyatakan, bahwa sikap Pejabat Tata Usaha Negara yang konsisten melaksanakan perintah Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang sudah berkekuatan hukum tetap, adalah sikap yang Badan Peradilan Tata Usaha Negara harus hormati.
Baca Juga: Polda Sulteng Tetapkan Tersangka Pemalsuan Dokumen Tambang, Beri Harapan untuk PT ABM
Menurutnya, dalam kondisi hukum yang demikian, hakim PTUN tidak boleh duduk di kursi pemerintahan.
“Hal itu dengan tujuan menilai sikap konsistensi. Mengingat sikap itu lahir dari perintah badan peradilan tertinggi, yaitu MA,” ujarnya.
Awal Mula Kasus Dugaan Pemalsuan Dokumen Izin Usaha Pertambangan
Lebih lanjut Happy mengatakan, permasalahan tumpang tindih Wilayah IUP antara PT ABM dengan PT BDW terjadi sejak 2014. Yaitu sejak terbitnya Surat Keputusan (SK) Bupati Morowali Nomor: 540.3/SK.001/DESDM/I/2014 tanggal 7 Januari 2014.
“Surat yang Bupati Morowali tujukan ini, terkait Penyesuaian IUP-OP PT Bintang Delapan Wahana tertanggal 3 Oktober 2013,” katanya.
Happy menjelaskan, sebelumnya IUP PT BDW berada di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara. Hal ini dikuatkan dengan adanya SK Bupati Konawe Nomor 29/2010 tanggal 5 Januari 2010, tentang Persetujuan IUP-OP kepada PT BDW.
Lokasi IUP berada di di Kecamatan Routa, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Namun pada 2014, lokasi IUP berpindah ke wilayah Morowali, berdasarkan SK Nomor 1489/30/DBM/2013.
“Dan kemudian dimuat dalam SK Bupati Morowali Nomor: 540.3/SK.001/DESDM/I/2014 tanggal 7 Januari 2014,” jelasnya.
Menurutnya, terbitnya IUP PT BDW di wilayah Morowali, telah diakui sebagai kesalahan oleh Bupati Morowali. Ini terbukti dengan Bupati Morowali mencabut IUP tersebut melalui SK Bupati Morowali Nomor 188.4.45.KEP.0243/DESDM/2014 tanggal 18 November 2014.
“Seharusnya dengan adanya pencabutan tersebut, permasalahan tumpang tindih lokasi IUP antara PT ABM dan PT BDW selesai,” ujarnya.
Namun, lanjutnya, pada 2015, Gubernur Sulteng mencabut SK Bupati Morowali melalui SK Gubernur Sulteng Nomor: 540/723/DESDM-GST/2015, tanggal 2 Desember 2015. Kemudian menerbitkan Penciutan Wilayah IUP PT ABM dengan PT BDW pada Tahun 2016.
“Padahal terhadap IUP PT ABM adalah Izin Usaha Pertambangan sah dan terverifikasi saat rekonsiliasi IUP. Sementara IUP PT BDW tidak pernah masuk dalam proses rekonsiliasi. Selain itu, tidak pernah diserahkan kepada Gubernur pada saat rekonsiliasi IUP,” ujar Happy.
Sengketa terhadap penciutan wilayah IUP PT ABM tahun 2016, dimenangkan oleh pihaknya, yakni Putusan Nomor 98 PK/TUN/2018.
“Sementara, terhadap penciutan wilayah IUP PT BDW, sebelumnya sempat dimenangkan oleh PT ABM berdasarkan Putusan Nomor 122 PK/TUN/2021. Namun terhadap Putusan tersebut dibatalkan oleh Putusan Nomor 6 PK/TUN/2023,” terang Happy.
Harapkan Putusan Seadil-adilnya
Atas penangkapan tersangka kasus pemalsuan dokumen Izin Usaha Pertambangan, sebagai upaya preventif, pihaknya selalu berupaya mengingatkan MA agar memberikan putusan yang seadil-adilnya. Hal tersebut menurutnya, guna mengakhiri sengketa yang tidak berkesudahan, termasuk perkembangan-perkembangan pidana.
“Terakhir kami menyampaikan keberatan atas formasi Majelis Hakim yang menangani Kasasi. Karena beberapa di antaranya, adalah majelis Hakim yang sama dalam perkara nomor 6 PK/TUN/2023 pada 1 Juli 2024,” ujar Happy.
Baca Juga: Terlapor Dugaan Pemalsuan Dokumen IUP di Sulteng Diperiksa Polisi, Ini Harapan PT ABM
Melihat semua fakta di atas, sambung Happy, akankah MA mengingkari yurisprudensi Putusan MA nomor 3 PK/TUN/2021, yang merupakan pilar utama atas keadilan. Selain itu, sebagai titik akhir penyelesaian sengketa tumpang tindih wilayah IUP antara PT ABM dengan PT BDW.
“Padahal telah diketahui, bahwa IUP PT Bintang Delapan Wahana diduga terbit berdasarkan atas dokumen palsu. Apalagi terhadap kasus dugaan pemalsuan dokumen Izin Usaha Pertambangan, sudah dilakukan penahanan terhadap FMI, tersangka dalam kasus ini,” pungkas Happy. (Adi/R5/HR-Online)