Filosofi surjan Jogja sebenarnya cukup mendalam sehingga bukan menjadikannya sebagai pakaian biasa tanpa makna. Surjan sendiri merupakan sebuah pakaian adat di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah yang digunakan oleh pria. Berikut akan kita bahas lebih lanjut mengenai filosofi pakaian adat ini serta sejarahnya yang panjang.
Baca Juga: Sejarah Baju Bodo, Pakaian Adat Tertua di Dunia
Filosofi Surjan Jogja dan Maknanya yang Dalam
Surjan adalah baju adat khas Jawa yang umumnya terbuat dari kain lurik bermotif garis-garis horizontal. Model bajunya menyerupai kemeja berlengan panjang, dengan kerah tegak dan kancing di bagian depan. Surjan biasanya dikenakan bersama blangkon (penutup kepala khas Jawa) dan jarik (kain panjang bermotif batik yang dililit di pinggang), terutama saat menghadiri berbagai acara, baik yang bersifat resmi maupun nonresmi.
Meskipun secara tampilan surjan tampak seperti pakaian adat pada umumnya dengan kesan etnik yang kuat, ternyata di balik desainnya yang khas, pakaian ini menyimpan filosofi mendalam. Nilai-nilai kehidupan dan ajaran luhur tersirat melalui bentuk, pola, hingga jumlah kancing pada baju ini. Berikut beberapa filosofi yang terkandung dalam surjan beserta maknanya:
Motif Lurik Berarti Pemisah
Seperti penjelasan sebelumnya, pakaian adat ini menggunakan kain bermotif lurik, yaitu motif garis-garis lurus sejajar. Dalam filosofi Surjan Jogja, motif lurik ini melambangkan kata furqan, yang dalam Bahasa Arab berarti “pembeda” atau “pemisah.”
Makna tersebut mengandung pesan simbolis bahwa Surjan tidak hanya berfungsi sebagai busana, tetapi juga sebagai pengingat moral. Garis-garis lurus pada kain lurik mencerminkan batas yang jelas antara kebaikan dan keburukan. Dengan demikian, Surjan mengajarkan pemakainya untuk selalu bersikap bijaksana, mampu membedakan mana yang benar dan salah, serta menjalani hidup dengan nilai-nilai luhur.
6 Kancing di Kerah Leher Melambangkan Rukun Iman
Filosofi selanjutnya dari pakaian Surjan terletak pada enam pasang kancing yang terdapat di bagian kerah leher. Keenam pasang kancing ini melambangkan rukun iman dalam ajaran agama Islam.
Rukun iman tersebut mencakup:
- Iman kepada Allah
- Iman kepada malaikat
- Iman kepada kitab-kitab suci
- Iman kepada nabi dan rasul
- Iman kepada hari akhir
- Iman kepada qada dan qadar
Dengan simbol enam pasang kancing ini, Surjan tidak hanya menampilkan nilai estetika, tetapi juga menyiratkan ajaran keimanan yang menjadi pegangan hidup. Pakaian ini mencerminkan bagaimana budaya dan spiritualitas saling terjalin erat dalam kehidupan masyarakat Jawa.
2 Kancing di Dada Kiri dan Kanan Simbol Syahadat
Filosofi Surjan Jogja selanjutnya terletak pada dua kancing yang berada di bagian dada kiri dan kanan. Kedua kancing ini melambangkan dua kalimat syahadat, yang merupakan dasar utama bagi seseorang untuk memeluk agama Islam.
Baca Juga: Baju Adat Tanah Bumbu, Busana Khas Kalsel dengan Beragam Filosofi
Dua kalimat syahadat tersebut berisi:
- Syahadat Tauhid – “Asyhadu alla ilaha illallah” (Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah)
- Syahadat Rasul – “Wa asyhadu anna Muhammadan rasulullah” (Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah)
Makna simbolis ini menunjukkan bahwa Surjan bukan sekadar pakaian tradisional, melainkan juga sarat dengan nilai-nilai keimanan dan spiritual. Dua kancing tersebut menjadi pengingat pentingnya fondasi keislaman dalam kehidupan sehari-hari, khususnya bagi masyarakat Jawa yang memadukan adat dan agama dalam kesehariannya.
3 Kancing di Bagian Dada dekat Perut Melambangkan Simbol 3 Nafsu
Selain 2 kancing pada bagian dada kanan dan kiri, 3 kancing yang pada bagian dada dekat perut juga memiliki filosofi. Ketiga kancing tersembunyi ini melambangkan tiga macam nafsu manusia yang harus dapat diredam atau dikendalikan. Ketiganya adalah nafsu hewani atau nafsu bahimiyah, nafsu makan dan minum atau lawwamah, dan nafsu setan atau syaitonah.
5 Kancing di Lengan Melambangkan Rukun Islam
Filosofi surjan Jogja terakhir yaitu pada 5 kancing yang berada di bagian lengan baik bagian kanan maupun kiri. Serupa dengan 6 kancing pada kerah leher, kelima kancing ini dugaannya juga melambangkan rukun Islam. Rukun Islam sendiri terdiri atas yaitu dua kalimat syahadat, sholat, zakat, puasa, dan haji bagi yang mampu.
Sejarahnya
Menurut cerita dalam catatan sejarah Indonesia, surjan pertama kali dibuat oleh Sunan Kalijaga, salah satu dari Wali Songo. Oleh karena itu tidak heran jika pakaian ini memiliki filosofi yang erat dengan agama Islam. Pakaian ini pun disebut sebagai pakaian takwa yang harapannya membuat pengguna tetap mengingat Allah SWT.
Di Kraton Yogyakarta, filosofi surjan Jogja motif garis lurik-lurik melambangkan tingkatan jabatan seseorang atau penggunanya. Semakin besar motif garis luriknya maka menunjukkan semakin tinggi pula jabatan dari penggunanya. Seiring berjalannya waktu, motif surjan pun mengalami perubahan baik itu dari bentuk maupun warnanya.
Motif lainnya yaitu motif kotak-kotak yang merupakan hasil perpaduan antara garis vertikal serta horizontal. Kemudian terdapat motif ontrokusuma yang menampilkan kain sutra dengan gambar berbagai macam bunga dengan warna-warna mencolok. Ada pula motif jaguard yang juga menampilkan bunga namun tidak terlalu tegas dan warnanya lebih lembut.
Baca Juga: Baju Melayu Pria, Nyaman Dikenakan dengan Desain yang Lebih Keren
Filosofi surjan Jogja dan sejarah pakaian adat satu ini memang sangat menarik dan juga bermakna dalam. Hal tersebut menjadikan surjan bukan hanya sekedar pakaian tradisional biasa untuk menghadiri berbagai macam acara. Akan tetapi juga menjadikannya sebagai pakaian religius yang mengingatkan kepada Allah SWT bagi setiap penggunanya. (R10/HR-Online)