harapanrakyat,- Bangunan stasiun KA di jalur Banjar-Pangandaran-Cijulang sebagian besar sudah lenyap sejak kereta api tersebut berhenti beroperasi sekitar tahun 1982, atau setelah Gunung Galunggung di Tasikmalaya, Jawa Barat, meletus.
Saat masih beroperasi, kereta api berangkatan Banjar sampai Cijulang dengan lokomotif diesel dan gerbong yang terbuat dari kayu itu melintasi 17 stasiun.
Menurut Komersial Non Angkutan (KNA) PT KAI wilayah Banjar-Cijulang, Bambang Turisno, terhitung ada sekitar 17 stasiun yang pernah dilewati kereta api jurusan Banjar-Cijulang.
Baca Juga: Kerinduan Warga Pangandaran Naik Kereta Banjar-Cijulang, Berharap Reaktivasi Tak Sekedar Slogan
Mulai dari stasiun pemberangkatan di Banjar, kemudian Batulawang, Banjarsari, Cangkring, Cicapar, Padaherang, Ciganjeng, Tunggilis, Kalipucang. Selanjutnya Stasiun Sumber, Ciputrapinggan, Pangandaran, Cikembulan, Ciokong, Cibenda, Parigi, dan berakhir di Stasiun Cijulang.
Kondisi 4 Stasiun KA di Jalur Banjar-Pangandaran-Cijulang
Bambang menyebutkan, dari belasan stasiun kereta tersebut, kini hanya menyisakan 4 stasiun, itu pun dengan kondisi tinggal puing-puing bangunannya saja.
“Sekarang bangunan stasiun kereta api itu hampir semuanya sudah tidak ada. Adapun yang masih berdiri tinggal sisa-sisanya saja,” kata Bambang, Rabu (30/4/2025).
Keempat stasiun KA di jalur Banjar-Pangandaran-Cijulang yang masih bisa dilihat puing-puing bangunannya adalah Stasiun Banjarsari, Kalipucang, Pangandaran dan Stasiun Cijulang.
Lanjut Bambang, saat ini di jalur Banjar sampai Cijulang terdapat bangunan dan rumah yang berada di jarak tidak aman dari bantaran rel kereta api.
Ia menjelaskan, yang disebut jarak tidak aman adalah bangunan yang ada dalam radius 7 meter dari bantaran rel. Sedangkan bangunan jarak aman adalah yang lokasinya lebih dari 7 meter dari rel kereta api.
Baca Juga: Tiga Terowongan Kereta Api Peninggalan Belanda di Pangandaran Jadi Cagar Budaya
“Karena ada tanah yang jarak lokasinya hingga 90 meter dari rel, tapi itu masih milik PT KAI,” terangnya.
Bambang juga mengatakan, ada sebuah buku kontrak perjanjian antara PT KAI dan penyewa tanah. Isi dalam perjanjian mengharuskan adanya pembayaran uang sewa.
“Besaran harga sewanya disesuaikan dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) masing-masing lokasi. Untuk yang digunakan hunian sebesar Rp 5 ribu per meter, sedangkan yang digunakan untuk kebun, sawah dan kolam sebesar Rp 1.500 per meter,” pungkasnya. (Jujang/R3/HR-Online/Editor: Eva)