Jumat, Mei 2, 2025
BerandaBerita TerbaruKisah Buruh Batik Jadi Priyayi Cilik di Surakarta Tahun 1919-1922

Kisah Buruh Batik Jadi Priyayi Cilik di Surakarta Tahun 1919-1922

Pada zaman kolonial Belanda, buruh batik di Surakarta memiliki gaya hidup yang glamor layaknya seorang ningrat. Dalam catatan sejarah Indonesia, para buruh batik ini mendadak jadi priyayi cilik setelah mengalami boom ekonomi pada tahun 1919-1922.

Upah atau dalam bahasa Jawa glidig buruh pabrik naik dua kali lipat dari sebelumnya. Hal ini membuat keadaan ekonomi mereka lebih dari kata stabil alias berlebihan. Para buruh merayakan euphoria kenaikan glidig dengan plesiran ke beberapa tempat wisata.

Buruh batik di Surakarta mempunyai prestise yang tinggi setelah keadaan peristiwa boom ekonomi ini terjadi. Banyak gadis yang suka dengan pekerja kasar batik “asal dari Surakarta”. Mereka rela menjadi istri buruh batik karena gaji pekerjaannya menjanjikan.

Baca Juga: Sejarah Islam Abangan di Surakarta, Ajaran Mistik Syekh Siti Djenar

Peneliti kebudayaan Jawa dari Belanda bernama de Kat Angelino menyebut istilah buruh kaya ini dengan julukan “Priyayi Cilik”. Karena fenomena ini lahir adagium “untuk jadi priyayi tak harus jadi keturunan Raja”.

Peristiwa boom ekonomi tersebut telah memprakarsai optimisme buruh untuk mendominasi golongan feodal. Dari peristiwa ini pula lahir kader-kader buruh yang menentang titah kerajaan dan identik dengan golongan kiri (komunisme).

Kisah Buruh Batik Jadi Priyayi, Berawal dari Peristiwa Boom Ekonomi 1919-1922

Menurut Takashi Shiraishi dalam buku berjudul, “Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926” (1997), lahirnya priyayi cilik dari golongan buruh batik di Surakarta, merupakan akibat dari peristiwa Boom Ekonomi pada tahun 1919-1922.

Boom Ekonomi merupakan sebuah keadaan perputaran uang negara sedang stabil. Hal ini membuat struktur buruh menjadi perhatian pemerintah. Mereka (buruh) mengalami kenaikan upah yang lebih tinggi dua kali lipat dari sebelumnya.

Akibatnya seperti seekor kuda yang lepas dari kandangnya, para priyayi cilik tersebut mendadak kaya dan bisa membeli segala keinginan mereka waktu itu. Bahkan de Kat Angelino pernah mengatakan buruh batik mengalami kenaikan kasta.

Mereka yang dahulu hobinya menghisap candu, berjudi sabung ayam, dan bermain perempuan mendadak berubah membawa penampilan baru.

Baca Juga: Soesilo Toer, Pemulung Lulusan Doktor Ekonomi di Uni Soviet

Bak elit sosial waktu itu, mereka berkemeja dan bercelana putih, mengendarai sepeda dan pergi ke tempat plesiran Sriwedari-gedung pertunjukan untuk menonton film, wayang orang, dan ketoprak.

Banyak buruh batik yang jadi Priyayi Cilik memesan makanan-minuman dan hiburan malam layaknya orang Eropa. Bahkan sempat terjadi perkelahian di salah satu kedai khusus orang Eropa karena si Priyayi Cilik tersinggung tidak boleh masuk dan makan di tempat tersebut.

Mereka lupa diri kalau ternyata tempat itu khusus untuk orang berkulit putih. Meskipun Priyayi Cilik punya banyak duit, bukan berarti bisa membeli aturan yang rasis tersebut. Sebab Belanda tetap Eropa dan Jawa tetap Inlanders.

Resesi Ekonomi di Pertengahan Tahun 1922

Resesi ekonomi pada pertengahan tahun 1922 membuat keadaan sosial masyarakat Surakarta kembali hancur. Buruh batik yang jadi priyayi cilik tersebut kembali miskin dan serba berkekurangan. Mereka tidak menyimpan tabungan ketika kekayaan pada zaman Boom Ekonomi berjalan.

Semua pabrik-pabrik batik di Surakarta tutup, tidak berproduksi, dan bangkrut. Akibatnya sebagian besar pegawai buruh batik kena PHK. Namun masih ada sebagian perusahaan yang tidak memberhentikan pekerja senior.

Para bos pengrajin batik di Surakarta mempertahankan pegawai senior untuk menjaga-jaga apabila harga batik mengalami kenaikan harga di pasaran. Namun sampai dengan tahun 1924 harga batik tetap belum stabil, akibatnya mereka bernasib sama dengan para buruh juniornya kena PHK.

Resesi ekonomi membuat semua orang menjadi susah di Surakarta. Sebagian buruh batik yang kena PHK bekerja sebagai buruh serabutan.

Pada tahun ini pula mereka mulai kenal dengan dunia pergerakan Nasional dan ikut andil memperjuangkan kesejahteraan bangsa secara bersama-sama.

Baca Juga: Sejarah Weltevreden, Pemukiman Elit Eropa di Batavia

Buruh Batik Bergabung dengan PKI

Buruh batik yang putus asa dan ikut andil dalam pergerakan Nasional lebih condong ikut dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Mereka bergabung dengan PKI melalui organisasi luarnya bernama Sarekat Boeroeh Batik (SBB) pada akhir tahun 1924.

Tujuannya menghimpun kekuatan massa menyudutkan pemerintah kolonial untuk menaikan glidig (upah) kembali seperti dahulu.

Tak sedikit orang-orang SBB ikut masuk dalam aksi kekerasan dalam menyampaikan pendapatnya menuntut kenaikan gaji di kantor kolonial.

PKI melirik keberanian SBB saat demonstrasi, partai kiri berlogo palu dan arit ini kemudian memanfaatkan SBB sebagai Onderbouw partainya yang bertugas jadi massa aksi.

PKI menyulap SBB jadi seorang frontier pemberani tujuannya untuk mempersiapkan massa mengadakan pemberontakan serentak pada tahun 1925.

SBB menjadi sarekat buruh paling besar di Surakarta, selain itu organisasi buruh batik yang dahulu pernah jadi “Priyayi Cilik” ini kuat juga di beberapa daerah sekitarnya seperti, di Sondakan, Lawean, dan Purwosari.

Serikat Buruh Batik “gentayangan” terus di kota-kota besar Surakarta. Mereka tidak punya kepentingan politik seperti PKI yang ingin menguasai Hindia Belanda, SBB hanya memberontak untuk meminta kenaikan upah mereka dikembalikan pemerintah kolonial. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)

Jaminan Kehilangan Pekerjaan

Buruh di Kota Banjar Desak Perusahaan Terapkan Jaminan Kehilangan Pekerjaan

harapanrakyat.com,- Buruh di Kota Banjar, Jawa Barat, mendesak pengusaha untuk menerapkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2023 tentang Ketenagakerjaan. Pengusaha juga harus menerapkan jaminan kehilangan...
Aksi May Day

Aksi May Day di Garut Menyedihkan, Buruh Korban PHK Perusahaan Pailit Belum Terima Upah Terakhir

harapanrakyat.com,- Ratusan buruh korban PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) PT Danbi Internasional di Garut, Jawa Barat, menggelar aksi May Day atau hari buruh internasional, Kamis...
Batik Hokokai Pekalongan, Sejarah di Balik Motifnya yang Rumit

Batik Hokokai Pekalongan, Sejarah di Balik Motifnya yang Rumit

Batik Hokokai Pekalongan sangat terkenal. Batik Hokokai ini memiliki sejarah di baliknya. Kini batik tersebut menjadi salah satu warisan budaya yang sangat penting. Sebagai...
Hari Buruh Tanpa Unjuk Rasa, Polres Kota Banjar Inisiasi Kegiatan Sosial hingga Jalan Santai

Hari Buruh Tanpa Unjuk Rasa, Polres Kota Banjar Inisiasi Kegiatan Sosial hingga Jalan Santai

harapanrakyat.com,- Peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day di Kota Banjar, Jawa Barat, kali ini berbeda. Biasanya peringatan ini identik dengan aksi unjuk rasa,...
Gerobak PKL di Langensari Kota Banjar Ludes Terbakar, Diduga Akibat Selang Kompor Gas Bocor

Gerobak PKL di Langensari Kota Banjar Ludes Terbakar, Diduga Akibat Selang Kompor Gas Bocor

harapanrakyat.com,- Sebuah gerobak milik pedagang kaki lima di samping Puskesmas Langensari 2, Kecamatan Langensari, Kota Banjar, Jawa Barat, ludes terbakar. Peristiwa itu pun membuat...
People Nearby Telegram Hilang, Ini Alasannya

People Nearby Telegram Hilang, Ini Alasannya

People Nearby Telegram hilang atau telah dihapus oleh pihak aplikasi sendiri untuk meningkatkan moderasi konten. Selain itu, juga untuk melindungi privasi pengguna serta mencegah...