Bisnis gadai sawah merupakan sebuah aktivitas menjaminkan sawah kepada pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan berupa uang. Adapun sawah yang menjadi jaminan tersebut akan kembali setelah pemiliknya mengembalikan uang tersebut. Dengan demikian, apabila tidak dapat mengembalikan uang pinjaman tersebut, akan beresiko kehilangan tanah.
Baca Juga: Bulan Ramadhan, Piring Lidi Karya Warga Binaan Lapas Banjar Kian Diminati Pasar
Namun, hal ini tergantung akad pada awalnya. Nah, bagi Anda yang berminat untuk memulai bisnis gadai tersebut, simak dahulu aturannya dalam artikel berikut ini!
Bisnis Gadai Sawah dan Dasar Hukumnya
Dasar hukum melakukan gadai sawah salah satunya terdapat pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”) Pasal 53. Adapun ringkasan mengenai isinya ialah bahwa hak gadai merupakan salah satu hak yang sifatnya sementara.
Hal ini sudah diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yang dapat bertentangan dengan UUPA tersebut. Alasan utamanya karena gadai tersebut menjadi bentuk eksploitasi oleh pihak yang ekonominya lebih baik terhadap pihak yang ekonominya lebih lemah.
Oleh karena itu, hanya berlaku dalam waktu singkat dan bersifat sementara. Artinya bahwa setelah perjanjian selesai dan uang jaminan kembali, maka proses gadai pun selesai dan hak tanah kembali semula.
Adapun terkait pembatasan jangka waktu gadai terdapat pada Undang-Undang Perpu Nomor 56 Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Pertanian (“UU Perpu 56/60”). Isinya mengatur tentang pembatasan jangka waktu pemanfaatan sawah dengan hak gadai dan juga pembatasan kewajiban pengembalian uang gadai tersebut.
Berdasarkan pasal 7 undang-undang tersebut menyatakan bahwa batas maksimal penguasaan tanah adalah 7 tahun.
Ketentuan Pelaksanaan Gadai Sawah
Setelah mengetahui dasar hukum bisnis gadai sawah tersebut, maka saatnya pembahasan terkait bagaimana ketentuan pelaksanaannya. Seperti penjelasan di atas bahwa hak gadai hanya bersifat sementara dan akan selesai dalam waktu yang singkat, serta penguasaan yang terbatas.
Setelah jangka waktu 7 tahun, pemegang gadai wajib mengembalikan tanah tersebut kepada pemiliknya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan. Tepatnya setelah tanaman selesai panen dan tanpa hak untuk menuntut pembayaran uang tebusan atau uang gadai sebelumnya.
Ketiadaan ini memiliki maksud bahwa pemanfaatan sawah dalam jangka waktu 7 (tujuh) tahun tersebut dianggap setara dengan jumlah uang gadai awal.
Bagaimana Jika Belum Genap 7 tahun?
Apabila proses bisnis gadai sawah belum genap 7 tahun, maka pemilik tanah wajib membayar uang tebusan dengan perhitungan: (7+1/2) – waktu berlangsungnya hak gadai x uang gadai dibagi 7.
Dengan demikian, berdasarkan pengaturan itu, diketahui bahwa hak gadai merupakan hak yang sifatnya sementara dan segera terhapus dalam waktu yang singkat serta jangka waktu penguasaan tanah yang terbatas.
Baca Juga: Peluang Usaha Warmindo dan Tips Memulainya
Selain itu, selama masa gadai belum mencapai 7 (tujuh) tahun, pemilik tanah bisa meminta tanahnya kembali kapanpun kepada penggarap dengan mengembalikan uang gadai. Namun perlu Anda ingat, tentunya hal ini tidak akan memberikan jaminan kepastian bagi usaha penggarap sawah tersebut.
Bisnis Kerjasama Sawah dengan Mekanisme Bagi Hasil
Dalam melakukan bisnis gadai sawah dengan mekanisme bagi hasil merujuk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil (“UU 2/60”). Pasal 1 huruf c merupakan perjanjian antara pemilik tanah dengan seseorang atau badan hukum.
Mereka telah mendapat izin dari menteri terkait atau pejabat sebagai penggarap yang menyelenggarakan usaha pertanian di tanah milik pemilik tanah. Selain itu telah melalui mekanisme pembagian hasil sesuai dengan besaran yang disepakati.
Adapun hal-hal yang penting dalam menjalankan mekanisme bisnis gadai sawah bagi hasil tersebut antara lain: syarat sah perjanjian, pembuatan perjanjian, jangka waktu perjanjian, dan pengakhiran perjanjian. Selain itu, ada hal-hal lain yang mencakup kewajiban membayar PBB (pajak bumi dan bangunan) bagi pemilik tanah.
Namun, jika penggarap merupakan pemilik tanah, maka beban pajak tersebut untuk mereka. Selain itu, Kepala Kecamatan serta panitia landreform kecamatan akan memberikan laporan kepada panitia daerah tingkat II. Hal ini berkaitan dengan penyelenggaraan perjanjian bagi hasil di kecamatannya.
Demikian ulasan terkait usaha gadai sawah yang mempunyai aturan-aturan penting di dalamnya. Untuk itu, pastikan untuk memahami aturannya terlebih dahulu, sebelum menjalankan bisnis tersebut.
Baca Juga: Peluang Usaha VCO, Bisnis yang Punya Nilai Jual Tinggi
Bisnis gadai sawah ini cukup menjanjikan karena hasil uangnya dapat sebagai modal yang berpotensi menghasilkan keuntungan. Terlebih lagi apabila memiliki lahan sawah luas, tentunya semakin menambah pundi-pundi uang yang Anda miliki. (R10/HR-Online)