Sahabat nabi yang paling kaya adalah Abdurrahman Bin Auf, salah satu dari Assabiqunal Awwalun yakni orang-orang yang pertama kali mendapatkan hidayah keislaman. Ia sekaligus salah satu dari sepuluh orang (al-asyratul muqashshirin) yang mendapatkan jaminan surga oleh Rasulullah SAW.
Baca juga: Sahabat Nabi yang Dijamin Masuk Surga, Teladan Dalam Kehidupan Kita
Kekayaannya tidak ada yang bisa menandingi, termasuk Bill Gates, orang terkaya zaman Avanza. Akan tetapi, kedermawanannya sangat patut kita jadikan teladan di segala segi kehidupan.
Setiap bisnis yang ia jalankan akan berbalas tiket untuk amalnya di alam baka. Kendati demikian, ia tidak pernah menyombongkan kepemilikan Allah yang ia jaga tersebut.
Selanjutnya, mari kita mengenal sosok Abdurrahman bin Auf, sahabat nabi yang paling kaya ini lebih dekat lagi. Tetap khidmat, sehingga nantinya pelajaran darinya bisa tertanam dalam jiwa dengan lebih lekat.
Profil Abdurrahman Bin Auf, Sahabat Nabi yang Paling Kaya
Nama di masa jahiliyah (masa kebodohan, sebelum mengenal Islam) adalah ‘Abdu ‘Amr. Akan tetapi, setelah ia menerima Islam sebagai jalan hidup barunya, Nabi Muhammad SAW memanggilnya dengan nama ‘Abdurrahman, artinya adalah hamba Tuhan Yang Maha Pemurah.
Lahirnya tepat di 10 tahun setelah Tahun Gajah (580 Masehi), berasal dari Jurai yang merupakan keturunan Bani Zuhrah. Ibundanya bernama Siti As-Syifa, sedangkan ayahnya adalah Auf bin Abdul Auf al-Harith.
Sebagai keturunan Bani Zuhrah yang bergolongan Suku Quraisy, kedua orang tuanya mengharapkan agar Abdurrahman bin Auf tumbuh dan dewasa menjadi berlian Bani Zuhrah. Akan tetapi, Allah SWT berkehendak lain.
Abdurrahman bin Auf menjadi seorang muslim sebelum Nabi Muhammad memasuki rumah Al-Arqam (tempat pertama yang menjadi pusat dakwah nabi).
Bahkan, beberapa ada yang mengatakan bahwasanya Abdurrahman mendapatkan keislaman hanya selang dua hari setelah keislaman Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Baca juga: Kisah Nuaiman Sahabat Nabi yang Super Konyol Menjadi Hiburan
Meski merupakan sosok yang kaya raya, perjalanan yang Abdurrahman lalui tidak instan bahagia seterusnya. Di masa awal memasuki Islam, Abdurrahman tidak luput dari hukuman yang berasal dari kaum Quraisy.
Dengan keadaan demikian, Abdurrahman beserta sahabat yang lainnya tetap teguh dalam syariat Islam. Mereka senantiasa sabar dan tabah untuk menjalani setiap ujian, hingga akhirnya mereka terpaksa meninggalkan Mekkah.
Mulai Hijrah
Abyssinia adalah tujuan para kaum Muslimin yang keluar dari Mekkah akibat penganiayaan yang tidak tertahankan, termasuk sahabat nabi yang paling kaya raya, Abdurrahman bin Auf. Mereka kemudian kembali lagi ke kota Mekkah setelah terdengar berita bahwasanya kondisi umat Islam telah membaik.
Namun kenyataannya berita tersebut adalah rumor yang salah, Abdurrahman dan rombongannya kembali ke Abyssinia untuk melakukan hijrah (emigrasi) yang kedua kali. Setelah kembali lagi ke Mekkah, tidak lama kemudian Abdurrahman melakukan hijrah. Kali ini tujuannya adalah Madinah.
Setibanya di Madinah, sahabat nabi yang paling kaya ini malah tidak memiliki harta benda. Kekayaannya telah ia tinggalkan demi mengikuti jejak kebenaran Allah dan Rasul-Nya.
Sepanjang tahun 622 M, ada sekitar 70 umat muslim bersama dengan keluarga, mereka berangkat menuju Madinah. Di sana mereka tinggal di hunian kaum Anshar (kaum Muslim penolong di Madinah), hingga mereka mampu membangun rumahnya masing-masing.
Termasuk Abdurrahman, ia memulai kehidupannya dari awal. Sementara nabi dengan cara uniknya kembali menyusun strategi untuk mengatasi keadaan kaum Muhajirin (kaum muslim pendatang) serta meningkatkan kohesi sosialnya.
Nabi memasangkan antara kaum Anshar dan Muhajirin, sehingga nantinya terjalin ikatan kuat sebagai persaudaraan sesama muslim. Abdurrahman mendapatkan persaudaraan dengan Sa’ad bin Ar-Rabi’ah yang merupakan salah seorang terkaya di Madinah.
Abdurrahman bin Auf: Terang dalam Gelap Remang
Pada saat itu, dengan kemurahan hati dan kedermawanan kepada saudara baru, Sa’ad bin Ar-Rabi’ah berkata kepada Abdurrahman, yang kita kenal sebagai sosok sahabat nabi paling kaya itu.
“Wahai saudaraku, di antara para penduduk Madinah, Akulah pemilik kekayaan terbanyak. Aku mempunyai dua kebun dan dua istri. Pilihlah kebun mana yang Anda suka, maka saya akan mengosongkannya untuk Anda.
Mengenai dua istri saya, pilihlah salah satu yang menyenangkan menurut Anda, lantas saya akan mencarikannya untuk Anda.”
Ungkapan ini menjadi bukti bahwasannya seorang muslim yang saling mencintai akan menyertakan ridho dalam setiap pemberian. Sa’ad bin Ar-Rabi’ah rela berpisah dengan harta bahkan keluarga untuk menolong saudara seimannya.
Namun, lagi-lagi tanggapan sahabat nabi yang paling kaya ini sukses membuat tercengang. Saat muslim yang lain akan menerima tawaran itu, Abdurrahman bin Auf malah memberikan sebuah penghargaan dengan sebuah tanggapan.
“Semoga Allah senantiasa memberikan keberkahan kepada Anda, keluarga, serta harta benda milik Anda. Akan tetapi, bisa tunjukkan di mana letak pasarnya.” Pasar yang Abdurrahman maksud bernama Pasar Qainuqa.
Tentunya, dalam hal ini Abdurrahman tidak ingin menjadi beban saudara pasangannya, Sa’ad. Di tengah kegelapan, ia percaya bahwa akan ada terang yang menyembunyikan diri.
Pertanda baik itu akan datang. Abdurrahman tidak bersedia mengambil pinjaman ataupun hadiah karena ia tahu Allah akan memberikan jalan untuk ini. Ia percaya akan kemampuannya untuk menemukan peluang keberhasilan di dalam pasar terbuka.
Dengan berbekal ilmu bisnis yang pernah ayahnya ajarkan sebelum ia masuk Islam, Abdurahman memulai sejarahnya untuk lahir sebuah kata ‘sahabat nabi paling kaya’.
Memulai Bisnis dari Bawah
Sangat sederhana saat Abdurrahman memulai bisnis perdagangannya. Namun karena cekatan dan keahliannya dalam mengukur peluang, ia sanggup mengubahnya menjadi bisnis dengan kesuksesan yang luar biasa.
Awalnya, sahabat nabi yang paling kaya ini memanfaatkan susu (yoghurt) dan mentega sebagai barang dagangannya. Akan tetapi, ia melihat peluang perdagangan kuda lebih berpotensi.
Baca juga: Sahabat Nabi yang Masih Hidup, Fakta Unik dan Penampakannya
Dalam bisnisnya memperjualbelikan kuda, Abdurrahman lantas segera menemukan keuntungan yang semakin menipis. Pada akhirnya, Abdurrahman memutuskan untuk memperdagangkan pelana kuda.
Hal tersebut ternyata lebih banyak membawa keuntungan. Abdurrahman membeli lalu menjualnya kembali berbagai komoditas pelana dan kuda. Karena perputaran itu, keuntungannya semakin tidak terkendalikan.
Sejak pertama mengawali bisnisnya, sahabat nabi yang paling kaya ini sudah Allah berikan karunia dan keberkahan melampaui harapannya sendiri. Hanya dalam waktu singkat, apa yang Abdurrahman tangani berhasil membawa kesuksesan yang kilat.
Abdurrahman bin Auf Menikah
Perjalanan bisnisnya yang melejit ini, tidak membutuhkan waktu lama untuk menjadikannya kaya. Abdurrahman pun mempersunting salah satu perempuan dari kaum Anshar. Selepas pernikahannya, ia menemui Rasulullah SAW.
“Mahyarn, wahai Abdurrahman!” seru Rasulullah dengan menunjukan seperti sebuah kejutan yang membahagiakan.
“Saya sudah menikah,” jawab Abdurrahman
“Apa yang sudah kamu berikan kepada istrimu sebagai mahar?” Sahabat nabi yang paling kaya tersebut menjawab, “Sebutir emas dengan berat seperti butir kurma.”
“Kamu harus mengadakan walimah untuk pernikahanmu meski dengan seekor domba. Semoga Allah SWT senantiasa memberkahimu dalam kekayaan yang kamu miliki,” ucap Nabi dengan nada yang memancarkan kesenangan.
Perjalanan Abdurrahman bin Auf Setelah Wafatnya Nabi
Karena sangat sukses dalam menjalankan bisnisnya, Abdurrahman pernah berkata, “Aku merasa jika yang kuambil hanyalah sebuah batu, saya akan menemukan emas atau perak di bawahnya. Hal ini lantas menjadikan Abdurrahman layaknya kaya dengan cara instan.
Kemudian setelah meninggalnya Rasulullah, sahabat nabi paling kaya ini merawat ibu-ibu mukminin dengan penanganan yang luar biasa. Hal ini membuat Aisyah ra, memohonkan untuknya, “Semoga Allah memberinya air salsabil (air mata di surga)”.
Abdurrahman juga merupakan sosok yang sudah mempunyai jaminan surga. Akan tetapi, sabda Nabi mengatakan bahwasannya Abdurrahman adalah orang yang akan masuk surga dengan merangkak. Hal ini tidak lain adalah karena kekayaan Abdurrahman yang sangat banyak jumlahnya.
Saat teringat sabda Nabi tersebut, Abdurrahman menangis dan berdoa. “Ya Allah, jadikan aku miskin. Aku ingin menjadi seperti Mush’ab bin Umair atau Hamzah, yang ketika meninggal hanya menyisakan sehelai kain saja.”
Abdurrahman bin Auf selama hidupnya memang telah Allah kehendaki menjadi seseorang yang kaya. Kata Rasulullah, “Infakkan dan sedekahkan dari banyaknya hartamu sehingga langkahmu untuk menggapai surga-Nya terasa lebih ringan.”
Wafatnya Abdurrahman bin Auf
Ia wafat di umur 75 tahun, tepatnya pada tahun 32H. Rivalnya dalam lomba menyedekahkan harta, yakni Utsman r.a, adalah yang mensholatkan jasadnya.
Sebelum kewafatannya, sahabat nabi yang paling kaya ini menginfakkan hartanya sebanyak 400 dinar untuk para peserta perang Badar. Setiap peserta termasuk Ali bin Abi Thalib, akan mendapatkan masing-masing empat dinar.
Dalam surat wasiatnya, Abdurrahman bin Auf, berpesan untuk membagi harta kepemilikannya menjadi tiga bagian. Sepertiga pertama ia berikan untuk modal usaha para sahabatnya.
Baca juga: Istri Nabi Ayyub, Wanita Sholehah Setia pada Pasangan yang Jadi Teladan
Untuk sepertiga kedua ia gunakan untuk melunasi segala hutang-hutangnya selama hidup di dunia. Sedangkan sepertiga terakhir, ia sumbangkan kepada fakir miskin di zamannya. Semua hal tersebut tidak lain ia lakukan untuk mempermudah kakinya dalam melangkah menggapai surga-Nya.
Peninggalan Abdurrahman bin Auf untuk Kesuksesan Bisnis
Sebenarnya kesuksesan yang paling utama itu datang dari pengamalan salah satu rukun Islam, zakat. Setelahnya strategi akan masuk nomor kesekian setelah do’a dan tawakal.
Di bawah ini, ada strategi peninggalan sahabat nabi yang paling kaya. Kita bisa meneladani kedermawanan sekaligus kerendah hatiannya dalam ranah bisnis ini
Pertama adalah esensial bisnis. Abdurrahman bin Auf hanya mengambil sedikit laba dengan volume penjualanya yang banyak. Ibaratnya, produk Rp10 terjual banyak lebih baik daripada harga Rp100, namun hanya terjual satu produk saja. Memulai bisnis adakalanya harus mulai dari keuntungan sedikit, hingga akhirnya bisa membukit.
Poin selanjutnya adalah penjualan secara tunai. Ya, sosok sahabat nabi yang paling kaya ini lebih mementingkan Rp100 ribu namun pembayaran secara langsung, ketimbang yang senilai 1 juta namun masih kredit.
Baca juga: Nabi yang Menerima Suhuf Sebagai Petunjuk dan Pedoman Bagi Umatnya
Kemudian ada integritas. Saat pertama kali berbisnis, Abdurrahman tidak memiliki modal. Ia hanya mengandalkan kalimat, “Saya ambil barang ini kali ini, esok saya akan membayarnya.”
Alhasil tidak salah berjualan dengan mengambil barangnya untuk dijual terlebih dahulu. Lakukan kerjasama dengan pedagang yang lainnya.
Terakhir adalah berbisnis itu harus bisa berorientasi pada pasar. Kebutuhan konsumen selalu ia perhatikan. Bahkan pasar yang ia bangun malah lebih maju ketimbang pasar yang telah ada sebelumnya.
Keteladanan Sosok Sahabat Nabi yang Paling Kaya
Abdurrahman bin Auf mengajarkan kepada kita bahwasanya harta kekayaan bukanlah hal yang akan menjadi tiket untuk menebus surga-Nya. Malahan kaya itu bisa menjadi salah satu penghalang untuk kelancaran masuk surga.
Sekalipun kaya, Abdurrahman selalu bertindak dermawan dan tidak pernah menyombongkan kekayaannya. Ia senantiasa menginfakkan hartanya di jalan Allah dan turut membantu saudaranya.
Melihat segi bisnis, dari Abdurrahman kita bisa ambil sebuah pelajaran. Bekerja adalah untuk mencari keberkahan dan keridhaan Allah SWT, bukan mencari keuntungan semata apalagi mengejar ketertinggalan di dunia.
Itulah sekilas ulasan tentang sahabat nabi yang paling kaya, Abdurrahman bin Auf. Semoga kita bisa memaknai sekaligus mengamalkan segala keteladanan dari sosok mulia tersebut. Aamiin. Wallahu a’lam bishawab. (R10/HR-Online)